Sukses

Indonesia Desak Penyelidikan Transparan Pembunuhan Jurnalis Shireen Abu Akleh oleh Israel

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mendesak penyelidikan atas pembunuhan jurnalis Al Jazeera.

Liputan6.com, Jakarta - Kematian jurnalis Palestina yang bekerja untuk Al Jazeera, Shireen Abu Akleh tak hanya mendapat kecaman dunia internasional, namun juga Indonesia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mendesak penyelidikan atas pembunuhan Shireen oleh tentara Israel.

"Indonesia mengecam keras pembunuhan oleh Israel terhadap koresponden Al Jazeera, Shireen Abu Akleh di wilayah Tepi Barat yang diokupasi," kata Teuku Faizasyah dalam press briefing di Kementerian Luar Negeri, Kamis (12/5/2022).

Indonesia mendesak agar segera dilakukan penyelidikan dan investigasi yang transparan terkait pembunuhan jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh.

"Kami menekankan harus ada investigasi kasus ini untuk mencari solusi untuk okupasi Israel di Tepi Barat. Kami yakin aktivitas jurnalis sudah resmi diatur di Tepi Barat," ujar Teuku Faizasyah.

Shireen Abu Akleh tewas ditembak tepat di kepala oleh pasukan Israel. Padahal ia menggunakan rompi dan helm yang menandai dirinya jurnalis.

Pemerintah Israel membantah pasukannya bertanggung jawab atas tewasnya jurnalis tersebut. Mereka menuding militan Palestina yang menembaknya.

Namun, menurut saksi jurnalis lainnya di lokasi, tidak ada militan Palestina di sana.

Shireen Abu Akleh sudah bergabung di Al Jazeera sejak 1997. Shireen Abu Akleh dikenal sangat berdedikasi dengan pekerjaannya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

PBB: Pembunuhan Jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh Langgar Hukum Internasional

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa pembunuhan jurnalis senior Shireen Abu Akleh di Tepi Barat merupakan bentuk dari pelanggaran hukum internasional. Shireen terkena tembakan ketika sedang meliput bentrokan.

Kepala UNESCO Audrey Azoulay secara terbuka memberikan pernyataan yang mengecam kematian jurnalis Shireen yang sedang meliput peristiwa. Ia juga menyebut bahwa Shireen sudah jelas memakai jaket bertuliskan "pers".

"Pembunuhan seorang pekerja pers yang sudah jelas teridentifikasi di sebuah area konflik adalah sebuah pelanggaran hukum internasional. Saya menyerukan kepada otoritas-otorias relevan untuk menginvestigasi kejahatan ini dan menyerat orang-orang yang bertanggung jawab kepada keadilan," tulis Azoulay seperti dilansir situs UN, Kamis (12/5/2022). 

UNESCO juga merupakan lembaga yang memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia. Azouley juga berkata UNESCO terus bekerja untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya melindungi jurnalis.

Pejabat PBB lain yang bertugas di Timur Tengah juga memberikan pernyataan mengecam aksi pembunuhan Shireen Abu Akleh.

"Saya menyerukan adanya investigasi yang cepat dan menyeluruh dan agar orang-orang yang bertanggung jawab agar diminta pertanggung jawaban," ujar Tor Wennesland, Kordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah.

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia turut menyampaikan protes mereka terhadap pembunuhan jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh, serta jangan sampai ada pihak yang kebal hukum. 

"Kami menuntut investigasi yang independen serta transparan terhadap pembunuhannya. Kekebalan harus berakhir," tulis pernyataan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM.

3 dari 4 halaman

DPR Minta Kemlu Galang Penyelidikan Internasional

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyampaikan pernyataan sikap Komisi I terkait pembunuhan jurnalis Shireen Abu Akleh dan penembakan Jurnalis Ali Al-Samoudi di Tepi Barat, Palestina.

Meutya menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga dan kerabat wartawan atau jurnalis Al-Jazeera Shireen Abu Akleh saat meliput serangan Israel di Kamp Pengungsian Jenin, Tepi Barat.

"Doa dan simpati saya juga untuk Jurnalis Ali Al-Samoudi yang terkena tembakan di punggung. Sebagai mantan jurnalis yang pernah meliput di wilayah konflik bersenjata, saya merasakan kehilangan sosok wartawan yang amat dihormati karena telah meliput di tanah pendudukan palestina sejak awal Intifada Palestina kedua pada tahun 2000," ujar Meutya dalam keterangannya, Kamis (12/5/2022).

Meutya mengutuk keras pembunuhan wartawan yang sedang bertugas di wilayah pendudukan Palestina tersebut.

"Ini adalah sebuah tindakan pembunuhan brutal yang dilakukan tentara Israel dan tidak dapat dibenarkan oleh dalih apa pun karena Shihreen bertugas dengan mengenakan rompi bertuliskan pers," kata dia.

Politikus Partai Golkar itu mengingatkan, dalam ketentuan hukum humaniter internasional, jurnalis/wartawan yang berada di situasi konflik bersenjata harus mendapatkan perlindungan dari kedua belah pihak yang bertikai.

"Saya berpendapat bahwa penembakan terhadap Wartawan Shireen Abu Akleh oleh pasukan Israel termasuk dalam pelanggaran berat menurut Konvensi Jenewa 1949. Konvensi Jenewa tentang Hukum humaniter internasional mengatur tentang perlindungan terhadap wartawan baik sebagai warga sipil maupun sebagai wartawan," terang Meutya.

"Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 ayat A sub 4 Konvensi IV Jenewa 1949 dan Pasal 79 Protokol Tambahan I 1977 di mana wartawan merupakan salah satu pihak yang harus dilindungi dalam sengketa bersenjata dan selayaknya diperlakukan sebagai warga sipil," sambungnya.

4 dari 4 halaman

Permintaan Komisi I DPR RI

Meutya berpandangan tindakan penembakan brutal terhadap Shireen Abu Akleh yang dilakukan oleh Pasukan Israel merupakan sebuah pelanggaran berat yang masuk ke dalam kategori kejahatan perang, karena telah melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949.

"Saya menyerukan kepada seluruh pemerintah, parlemen, dan komunitas internasional untuk menuntut Israel agar bertanggung jawab atas pembunuhan Shireen Abu Akleh. Tuntutan kepada Israel ini untuk mengingatkan pada semua pihak bahwa jurnalis yang meliput situasi konflik harus dipastikan keamanan dan perlindungannya setiap saat," ujarnya.

Selain itu, Meutya meminta Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk membuka penyelidikan pidana pada para pelaku yang terlibat.

"Saya menuntut pada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk membuka penyelidikan pidana pada para pelaku yang terlibat termasuk komandan yang bertanggung jawab dalam pembunuhan. Sudah saatnya para pelaku kejahatan perang ini diadili dan dimintai pertanggungjawaban pidana internasional," terang dia.

​Sebagai mitra Kemlu, Komisi I DPR RI meminta pada Kemlu untuk menggalang kerja sama internasional untuk penyelidikan segera dan menyeluruh dan bagi mereka yang bertanggung jawab untuk dimintai pertanggungjawaban.

"Juga meminta Kemlu untuk menggalang solidaritas internasional untuk memastikan hukum dan norma internasional ditegakkan demi melindungi wartawan yang sedang bertugas dan pekerja media tidak lagi menjadi sasaran perang. Itulah yang saya rasakan saat menjadi jurnalis meliput di wilayah konflik bersenjata hingga pernah disandera di Iraq," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.