Sukses

Perang Siber, Elon Musk Turun Tangan Bantu Ukraina Lawan Rusia

Elon Musk makin terang-terangan membantu Ukraina melawan serangan siber Rusia.

Liputan6.com, Jakarta Miliarder Elon Musk masih konsisten membantu Ukraina dalam melawan dampak invasi Rusia. Bantuan yang Elon Musk berikan adalah melalui akses internet Starlink. 

Terkini, Elon Musk mengaku bahwa Rusia berusaha menyerang akses Starlink dengan cara jamming. Dampak dari jamming adalah menghambat koneksi jaringan. Pihak Rusia dilaporkan terus memperkuat upaya mereka, sementara Starlink melawan balik. 

"Starlink telah melawan jamming perang siber dari Rusia dan upaya hacking sejauh ini, tetapi mereka terus memperkuat usaha-usaha mereka," tulis Elon Musk melalui Twitter, dikutip Kamis (12/5/2022).

Proyek Starlink adalah konstelasi satelit yang menyediakan akses internet yang sangat cepat.

Elon Musk juga mendapat ancaman dari pejabat Rusia karena membantu Ukraina. Elon disebut sebagai penolok kelompok "fasis."

"Berdasarkan informasi kami, pengiriman peralatan Starlink dilakukan oleh Pentagon. Elon Musk maka dari itu terlibat dalam membantu pasukan fasis di Ukraina dengan peralatan komunikasi militer. Dan untuk hal ini, Elon, kamu akan dibuat bertanggung jawab seperti orang dewasa, tak peduli bagaimana kamu bertingkah sebagai orang bodoh," ujar pernyataan pihak Rusia yang disebar Elon Musk di Twitter.

Bos dari Tesla itu lantas menyampaikan pesan bahwa ada kemungkinan ia bisa meninggal secara misterius. 

"Jika saya meninggal secara misterius, maka saya senang pernah mengenal kalian semua," ujar Elon Musk. Ibu dari Elon Musk, model dan pakar diet Maye Musk, sampai emosi saat membaca twit tersebut.

"Tidak ada malaikat dalam perang," lanjut Elon Musk di twit berbeda. Invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari 2022 dan terus berlanjut hingga kini.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

DPR AS Kembali Setujui Bantuan 40 Miliar Dolar untuk Ukraina Lawan Perang Rusia

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS pada Selasa 10 Mei 2022 sekali lagi menyetujui bantuan militer dan kemanusiaan untuk Ukraina. Rencana pengeluaran dengan banderol $40 miliar atau sekitar Rp 582 triliun itu diperkirakan akan disetujui Senat akhir pekan ini.

Rencana ini mengikuti program pinjaman yang mempercepat pengiriman senjata ke negara tersebut. Sekaligus upaya Amerika melawan perang Rusia di Ukraina yang meningkat dengan cepat.

Selagi perang Rusia Ukraina berkecamuk di Odesa dan kota-kota lainnya di Ukraina, di Amerika terjadi peningkatan dramatis bantuan AS untuk negara tersebut.

Hanya dua bulan setelah Kongres menyetujui $13,6 miliar untuk membantu Ukraina, Presiden Joe Biden, memperingatkan bahwa dana untuk bantuan militer akan habis dalam seminggu. Dia meminta dana sebesar $33 miliar lagi.

"Biaya pertempuran tidak murah, tetapi menyerah pada agresi bahkan lebih mahal. Itu sebabnya kita meneruskan ini," ujar Biden seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (12/5/2022).

Sementara itu, para pejabat tinggi intelijen AS mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tampaknya bersiap menghadapi konflik panjang, dan perang di Ukraina akan menemui jalan buntu.

Para anggota Kongres dari Partai Demokrat mengatakan $33 miliar tidak cukup, dan menambahkan $7 miliar lagi, seperti disampaikan oleh Senator Demokrat Chris Murphy.

"Rusia akan kehabisan uang. Mereka akan kehabisan bahan pertahanan. Kita harus memastikan bahwa Ukraina tidak kehabisan uang, bahwa Ukraina tidak kehabisan bahan pertahanan," kata Murphy.

3 dari 4 halaman

Jerman Berupaya Tak Bergantung pada Energi Rusia

Jerman ingin segera terlepas dari ketergantungannya terkait sumber daya energi terhadap Rusia. 

"Kami perlu mempercepat dan kami bekerja untuk mempercepat transisi energi kami untuk menjadi independen dari minyak, batu bara, dan gas Rusia secepat mungkin," ujar Jennifer Morgan, selaku Utusan Khusus Jerman untuk Aksi Iklim Internasional dalam konferensi pers terkait isu iklim internasional bersama awak media pada Rabu (11/5).

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah Jerman saat ini sedang mengupayakan mengurangi ketergantungan terhadap Rusia. 

"Kami tentu menolak agresi yang terjadi dan ingin agar ini semua secepatnya selesai," tambahnya.

Hal ini selaras dengan pernyataan Presiden Jerman Frank Walter Steinmeier pada Rabu (4/5) saat berkunjung ke Bucharest.

"Ketergantungan Jerman pada sumber daya energi Rusia telah berkurang secara signifikan," katanya. 

Ketergantungan Jerman pada minyak Rusia saat ini 15 persen. 

Steinmeier kala itu mengatakan pada konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Rumania Klaus Iohannis.

Presiden Rumania mengatakan bahwa negaranya mendukung larangan yang diusulkan Komisi Eropa terhadap minyak Rusia, yang akan dilaksanakan melalui periode penghentian selama enam bulan.

Pihak berwenang di Bucharest sekarang sedang mengerjakan solusi berkelanjutan yang dapat dimobilisasi dengan cepat, kata Iohannis.

"Rumania ingin berperan aktif dalam mencapai tujuan strategis UE untuk mendiversifikasi pasokan gas alamnya," katanya.

4 dari 4 halaman

Sebelumnya Jadi Pembeli Terbesar

Jerman disebut menjadi pembeli terbesar untuk bahan energi dari Rusia selama dua bulan pertama terjadinya konflik di Ukraina. 

Hal itu diungkapkan dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh kelompok penelitian independen yang berbasis di Finlandia, Centre for Research on Energy and Clean Air. 

Dikutip dari laman Associated Press (AP), Kamis (28/4) studi tersebut menghitung bahwa Rusia telah memperoleh 63 miliar euro dari ekspor bahan bakar fosil sejak 24 Februari, yang merupakan tanggal hari pertama terjadinya konflik Rusia-Ukraina.

CREA menjelaskan, pihaknya melakukan studi ini dengan menggunakan data pergerakan kapal, pelacakan aliran gas secara real-time melalui jaringan pipa dan perkiraan berdasarkan perdagangan bulanan secara historis.

Para peneliti CREA juga mengungkapkan, Jerman membayar Rusia sekitar 9,1 miliar euro untuk pengiriman bahan bakar fosil – sebagian besar gas alam – dalam dua bulan pertama tahun ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.