Sukses

Kasus COVID-19 Hari Ini di Dunia Tembus 515 Juta, Waspada Omicron

AS terpantau berada di urutan pertama negara dengan total kasus COVID-19 hari ini yang terbanyak.

Liputan6.com, Jakarta - Menurut data World o Meter, Jumat (6/5/2022), kasus COVID-19 hari ini di dunia menembus 515.910.470.

Sudah 6.272.189 kematian tercatat akibat infeksi COVID-19. Dengan total pasien yang sembuh 470.749.944.

AS terpantau berada di urutan pertama negara dengan total kasus COVID-19 terbanyak.

Dalam 10 besar negara dengan kasus Virus Corona COVID-19 terbanyak, sejumlah di antaranya berasal dari Asia. Berikut ini urutannya:

  1. Amerika Serikat
  2. India
  3. Brasil
  4. Prancis
  5. Jerman
  6. Inggris
  7. Rusia
  8. Korea Selatan
  9. Italia
  10. Turki

Menurut data tersebut di atas, ada tiga negara Asia yang masuk daftar negara dengan kasus COVID-19 terbanyak sedunia. Di antaranya India, Korea Selatan dan Turki. Masing-masih menempati posisi ke-2, ke-8 dan ke-10.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut data tersebut, Indonesia berada di urutan ke-19.

Omicron Masih Merajalela, Lebaran Kali Ini Jangan Salaman, Cium Tangan, Apalagi Pelukan

Sementara itu, Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Erlina Burhan menyarankan kepada para pemudik agar tidak salaman, cium tangan, dan berpelukan saat pulang kampung. Ini demi mengantisipasi penyebaran Virus Corona.

Apalagi gejala Omicron yang mendominasi Indonesia kini relatif ringan, bahkan menyerupai flu biasa. Kondisi ini bisa saja tak terdeteksi sebagai COVID-19 sehingga membuat seseorang yang mengalaminya dianggap flu biasa.

"Dalam situasi belum endemi, kita juga belum tahu apakah seseorang itu sakit atau tidak. Terlebih kan sekarang Omicron enggak ada gejala juga ya atau gejala ringan," ujar Erlina dalam acara Understanding COVID-19 Vaccine Effectiveness di Jakarta belum lama ini.

"Bahkan orang-orang menganggap ini flu biasa," Erlina menambahkan.

Pemerintah pun tak mewajibkan tes antigen atau PCR sebagai syarat perjalanan mudik, sehingga tak tertutup kemungkinan anggota keluarga tak saling mengetahui bila ada anggota keluarga lainnya yang tengah terpapar Virus Corona.

"Kalau dari saya sih menyarankan bersalaman seperti orang Sunda. Orang Sunda kan (salamnya) enggak bersentuhan," ujarnya.

"Jadi, entar dulu (tidak disarankan) deh sungkem, cium tangan, pelukan, walaupun kita senang banget hugging and kissing (pelukan dan ciuman) ya. Tapi dalam situasi sekarang, sekali lagi ini mengajak kita untuk sabar. Sabar sedikit, entar baru kita kembali seperti semula cium tangan, sungkem," dia menambahkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Studi Baru AS: Omicron Sama Parahnya dengan Varian Sebelumnya

Varian Omicron dari virus SARS-CoV2 secara intrinsik sama parahnya dengan varian sebelumnya, menurut versi pracetak dari penelitian besar AS yang melawan asumsi dalam penelitian lain bahwa itu lebih menular tetapi kurang parah.

Temuan, yang memperkirakan keparahan Omicron setelah memperhitungkan dampak vaksin, harus memperkuat pentingnya inokulasi dan suntikan booster, kata para ahli.

Vaksin membantu menjaga rawat inap dan kematian relatif rendah selama lonjakan Omicron dibandingkan dengan varian sebelumnya.

Penelitian, yang sedang menjalani peer review di Nature Portfolio, telah diposting di Research Square pada 2 Mei. Para penulis, dari Massachusetts General Hospital, Minerva University dan Harvard Medical School, menolak berkomentar sampai peer review selesai.

"Kami menemukan bahwa risiko rawat inap dan kematian hampir identik" antara era Omicron dan waktu dalam dua tahun terakhir ketika varian yang berbeda dominan, kata para peneliti dalam laporan mereka.

Studi baru, berdasarkan catatan 130.000 pasien COVID-19 di Massachusetts, unik dan "cukup kuat," kata Dr. Arjun Venkatesh dari Sekolah Kedokteran Yale dan Pusat Penelitian dan Evaluasi Hasil Yale, yang tidak terlibat dalam penelitian.

"Daripada hanya melihat jumlah kematian dan rawat inap, seperti yang telah dilakukan penelitian sebelumnya, ini memperhitungkan status vaksinasi pasien dan faktor risiko medis dan membandingkan kelompok orang yang serupa," kata Venkatesh.

Para penulis mengutip potensi keterbatasan dalam laporan mereka, termasuk kemungkinan bahwa analisis tersebut meremehkan jumlah pasien yang divaksinasi dalam gelombang COVID yang lebih baru, dan jumlah total infeksi, karena tidak termasuk pasien yang melakukan tes cepat di rumah.

Studi ini tidak memperhitungkan perawatan yang mungkin diterima pasien, seperti antibodi monoklonal atau obat antivirus "yang diketahui mengurangi rawat inap," kata Venkatesh. "Mungkin saja jika kita tidak memiliki perawatan ini tersedia hari ini, Omicron akan menjadi lebih buruk."

Negara-negara di seluruh dunia telah menemukan bahwa persentase yang signifikan dari warganya tidak mau mendapatkan vaksin COVID, bahkan selama lonjakan varian yang tampaknya lebih mematikan.

Ketika varian Omicron pertama kali diidentifikasi pada akhir tahun 2021, pejabat kesehatan masyarakat mengatakan itu menyebabkan gejala yang jauh lebih ringan pada sebagian besar orang yang terinfeksi. Itu mungkin mendorong vaksin ragu-ragu bahwa mereka kurang membutuhkan suntikan.

Tetapi Venkatesh mengatakan pracetak baru menambah bukti bahwa vaksin membantu menyelamatkan orang dari dampak terburuk Omicron.

"Jangan salah dengan menganggap vaksin dan booster itu tidak penting," kata Venkatesh.

3 dari 4 halaman

Inggris Alami Lonjakan Kasus COVID-19 Akibat Varian Omicron

Sebulan yang lalu, Inggris kembali mengalami lonjakan kasus baru COVID-19 di mana hampir lima juta orang atau 1 dari setiap 13 orang tertular virus mematikan ini, demikian menurut data resmi.

Kabar lonjakan kasus COVID-19 ini mengemuka pada saat yang sama ketika pemerintah Inggris berhenti memberikan alat uji COVID-19 cuma-cuma pada sebagian besar warga, sebagai bagian dari kebijakan “hidup bersama COVID-19” yang digalakkan Perdana Menteri Boris Johnson.

Berdasarkan rencana itu, orang-orang yang tidak memiliki kondisi yang membuat mereka rentan terhadap COVID-19 harus membayar untuk uji medis COVID-19 guna mengetahui apakah mereka tertular atau tidak.

Lonjakan kasus baru ini dinilai akibat sub-varian BA.2 Omicron, yang juga meningkatkan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit dan jumlah orang yang meninggal. Namun demikian para pejabat memperkirakan jumlah kasus ini akan menurun bulan ini dan bulan Mei mendatang.

Pakar di Universitas East Anglia Paul Hunter mengatakan pada The Guardian, “setiap infeksi yang merebak dengan cepat, akan dengan cepat pula mencapai puncaknya; tetapi di sisi lain dengan cepat akan menurun.”

4 dari 4 halaman

Sempat Terganggu Omicron, Pertumbuhan Ekonomi RI Mulai Bangkit di Februari 2022

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, pertumbuhan ekonomi nasional berkembang pesat. Ini diklaim sebagai buah dari penanganan covid-19 varian Omicron.

Namun, ia juga tak menampik, pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mengalami penurunan.

"Terkendalinya varian Omicron menyebabkan pemulihan ekonomi mampu dijaga dengan baik. Meski sempat menurun, tetapi pemulihan ekonomi Indonesia dapat bangkit dengan cepat dan menunjukkan tren yang sangat positif sejak akhir Februari," katanya dalam konferensi pers Evaluasi PPKM, Senin (4/4/2022).

Bukan tak berdasar, Luhut mengacu pasa indeks belanja yang dikeluarkan Mandiri Institute. Secara keseluruhan, wilayah di Indonesia mengalami peningkatan.

Bahkan dua provinsi yang paling terdampak pandemi diakui telah bangkit.

"Bahkan wilayah Bali dan Nusa Tenggara mencapai tingkat tertinggi sejak pandemi melanda," katanya.

Di sisi lain, Luhut menilai mobilitas masyarakat yang melakukan perjalanan keluar rumah juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Ia mengklaim mobilitas masyarakat mencapai tingkat tertinggi semenjak pandemi melanda Indonesia.

"Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi dan situasi pandemi di Indonesia terkendali dengan sangat baik yang pada akhirnya membentuk rasa aman dan nyaman masyarakat untuk beraktivitas," terang Luhut Binsar Pandjaitan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.