Sukses

Industri Narkoba Semakin Meroket di Afghanistan, Negara Barat Khawatir

Media AS melaporkan industri opium di Afghanistan terus berkembang meski Taliban berkuasa. Industri itu berdampak besar ke ekonomi.

Liputan6.com, Kabul - Industri opium dilaporkan terus-terusan meroket di Afghanistan. Proses pembuatan narkoba di negara itu disebut beroperasi terang-terangan di area padang pasir.

Hal itu diungkap oleh The Washington Post yang menyebut industri opium di Afghanistan berkembang secara besar-besaran. Para pakar dan pejabat dari negara-negara Barat lantas khawatir bahwa Afghanistan bisa menjadi eksportir besar di dunia.

Para pemain industri opium di Afghanistan menggunakan tanaman ephedra.

Menurut laporan TOLO News, Rabu (4/5/2022), pihak pemerintah Taliban masih belum berkomentar atas laporan tersebut.

Pakar ekonomi Afghanistan, David Mansfield, menjelaskan bahwa lab untuk opium terpantau sangat sibuk dalam beberapa bulan terakhir karena banyaknya ephedra yang masuk.

Namun, mantan pejabat pemerintah dalam urusan narkoba mengakui bahwa bisnis narkoba bertambah di Afghanistan.

"Sebagaimana disebut di Washington Post, bisnis narkoba di Afghanistan telah meningkat," ujar Ibrahim Zahra, mantan deputi Kementerian Pengendalian Narkotika.

Secara resmi, pemerintahan Taliban telah melarang budidaya opium. Namun, realitanya para petani masih terlibat di bisnis ini.

Para analis menilai industri narkoba lebih umum di provinsi-provinsi yang berada dekat Iran dan Pakistan.

Para petani di provinsi Uruzgan yang lokasinya berada di tengah Afghanistan juga dilaporkan masih menanam bunga opium (poppy).

Analis politik, Samar Sadat, berkata industri narkoba masih berpengaruh kepada terorisme di Afghanistan, sehingga ini menjadi tantangan dari segi keamanan dan ekonomi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Polisi Anti-Narkoba Afghanistan Sita 300 Kg Opium

Sebelumnya dilaporkan, polisi anti-narkotika Afghanistan telah menangkap seorang pengedar narkoba dan menyita 300 kg opium di provinsi Takhar utara.

Informasi penangkapan ini dikonfirmasi oleh pemerintah sementara yang dipimpin Taliban, Minggu (10/4).

Polisi melakukan penangkapan di distrik Kalafgan di provinsi tersebut dan menyita 300 kg opium dari pelakunya, katanya dalam sebuah pernyataan.

Pemerintah sementara yang dipimpin Taliban Afghanistan telah berjanji untuk memerangi penanaman opium dan perdagangan opium di negara Asia yang dilanda perang itu.

Pada Kamis kemarin, dua orang ditangkap karena membawa 1.200 kg opium di provinsi Kunduz utara.

Pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada melarang penanaman poppyopium dan perdagangan opium di Afghanistan. Perintah itu tertuang dalam keputusan pemerintahan sementara pimpinan Taliban.

"Penegakan keputusan ini adalah wajib. Pelanggar akan dituntut dan dihukum oleh pengadilan," kata pemerintahan sementara pimpinan Taliban dalam sebuah pernyataan.

"Sesuai dengan keputusan pemimpin tertinggi Emirat Islam Afghanistan, semua warga Afghanistan diinformasikan bahwa mulai sekarang, penanaman poppyopium telah dilarang keras di seluruh negara ini." 

 

3 dari 4 halaman

Pemusnahan Narkoba

Lebih lanjut, pernyataan itu menambahkan bahwa jika ada yang melanggar keputusan tersebut, tanaman yang dimaksud akan segera dimusnahkan dan pelanggar akan dihukum.

"Selain itu, penggunaan, pengangkutan, perdagangan, ekspor dan impor semua jenis narkotika, seperti alkohol, heroin, tablet K (obat dengan efek stimulan yang sering dijual di Afghanistan), hashishdan lain-lain, termasuk pabrik pembuatan obat di Afghanistan, kini dilarang keras," ungkap pernyataan itu.

"Penegakan keputusan ini adalah wajib. Pelanggar akan dituntut dan dihukum oleh pengadilan," menurut pernyataan itu.

Diketahui, sebagian besar poppy/opium di dunia ditanam di negara Asia yang dilanda militansi itu. Pada 2020, sekitar 6.300 ton opium diproduksi di negara itu, menurut data resmi. 

Ketika perekonomian warga Afghanistan relatif kolaps menyusul pergantian kekuasaan ke tangan Taliban baru-baru ini, sebuah komoditas haram justru menjadi asa untuk menggantungkan harapan.

"Ini haram (dilarang) dalam Islam, tetapi kami tidak punya pilihan lain," kata Masoom, di pasar di dataran gersang Howz-e-Madad, di provinsi Kandahar sebagaimana diwartakan oleh AFP, dikutip France24.

Sejak Taliban menyerbu Kabul pada 15 Agustus, harga opium – yang diubah menjadi heroin baik di Afghanistan, Pakistan atau Iran sebelum membanjiri pasar Eropa – telah meningkat lebih dari tiga kali lipat.

4 dari 4 halaman

Harga Meroket

Masoom mengatakan penyelundup sekarang membayarnya 17.500 rupee Pakistan ($ 100, 90 euro) per kilogram. Di Eropa memiliki nilai jalanan lebih dari $ 50 per gram.

Ketika dia duduk di bawah kanvas yang ditangguhkan dari empat taruhan untuk melindungi barang-barang berharga dari matahari yang terbakar, dia mengatakan harga sebelum pengambilalihan Taliban berkisar hanya sepertiga dari apa yang bisa dia peroleh sekarang.

Berbicara kepada AFP di ladangnya beberapa kilometer jauhnya, petani poppy Zekria menegaskan bahwa harga telah meroket.

Dia mengatakan opiumnya lebih terkonsentrasi - dan karena itu kualitas yang lebih baik - daripada Masoom dan Amanullah karena bunga-bunga dipetik pada awal musim panen.

Dia mengatakan dia sekarang mendapat lebih dari 25.000 PKR per kilo, naik lebih dari 3 kali lipat dari semula 7.500 sebelum pengambilalihan Taliban.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.