Sukses

Beijing Langsungkan Uji Massal COVID-19 Ketiga

Beijing berusaha menghindari apa yang terjadi di Shanghai.

Liputan6.com, Beijing - Beijing melakukan pengujian massal putaran ketiga, Jumat (29/4), dan menutup semua sekolah di kota itu dalam usaha mencegah merebaknya wabah COVID-19.

Kota itu melaporkan 49 kasus baru, Kamis (28/4), dua di antaranya tanpa gejala, sehingga meningkatkan jumlah total kasus aktif menjadi hampir 200.

Sejak Kamis, warga dua kompleks perumahan di distrik Chaoyang, Beijing, dianjurkan untuk tidak keluar rumah, sementara beberapa klinik dan bisnis ditutup.

Pagar besi dipasang di pintu masuk kawasan permukiman di mana kedua kompleks perumahan itu berlokasi. Penjaga keamanan dan polisi terlihat memeriksa dokumen kesehatan warga.

Penduduk di kawasan permukiman tersebut dapat berjalan-jalan di sekitar tempat tinggal mereka dan menerima pengiriman, tetapi restoran-restoran dan pusat-pusat perbelanjaan ditutup.

Beijing bergerak lebih cepat daripada banyak kota di China. Pihak berwenang memberlakukan berbagai pembatasan meski jumlah kasus masih rendah dan skala wabah masih terkendali.

Beijing berusaha menghindari apa yang terjadi di Shanghai, di mana pihak berwenang setempat terpaksa memberlakukan lockdown menyusul melonjaknya kasus omicron di kota berpenduduk 25 juta itu.

Pembatasan yang membuat banyak warga Shanghai terkurung di rumah sekarang telah memasuki pekan keempat dan semua sekolah telah diselenggarakan secara online sejak bulan lalu.

Semua kecuali 13 dari 100 kota terbesar di China berdasarkan produksi ekonominya memberlakukan berbagai bentuk pembatasan awal bulan ini, menurut Gavekal Dragonomics, sebuah perusahaan riset.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kasus COVID-19 di Beijing Tinggi, Warga Mulai Panic Buying

Kekhawatiran akan lockdown akibat COVID-19 memicu panic buying di Beijing ketika antrian panjang terbentuk pada Senin (25 April) di sebuah distrik pusat yang besar untuk pengujian massal yang diperintahkan oleh otoritas China.

Dilansir dari laman Channel News Asia, China sudah berusaha menahan gelombang infeksi di kota terbesarnya Shanghai, yang hampir seluruhnya dikunci selama berminggu-minggu dan melaporkan 51 kematian COVID-19 baru pada hari Senin. 

Shanghai telah berjuang untuk menyediakan makanan segar bagi mereka yang terkurung di rumah, sementara pasien telah melaporkan kesulitan mengakses perawatan medis non-COVID-19 dan meningkatnya kasus di ibu kota memicu kekhawatiran penguncian serupa.

Distrik terbesar di pusat kota Beijing, Chaoyang, yang berpenduduk sekitar 3,5 juta orang, memerintahkan pengujian massal mulai Senin untuk penduduk dan mereka yang datang untuk bekerja di sana - daerah itu menjadi markas banyak perusahaan multinasional dan kedutaan.

Antrean meliuk-liuk di sekitar mal dan di luar kompleks perkantoran pada hari Senin ketika orang-orang menunggu untuk diambil sampelnya oleh petugas kesehatan dengan alat pelindung.

"Jika satu kasus ditemukan, daerah ini bisa terpengaruh," kata pekerja kantor Yao Leiming, 25, saat dia menuju lokasi pengujian di Chaoyang bersama sekelompok rekannya.

Perintah pengujian massal, dan peringatan tentang situasi COVID-19 yang "suram" di kota itu, memicu padatnya supermarket Beijing pada hari Minggu ketika penduduk bergegas untuk menimbun kebutuhan pokok.

3 dari 4 halaman

Timbun Makanan

Banyak item di aplikasi pengiriman bahan makanan terjual habis pada Minggu malam setelah perintah pengujian diumumkan, tetapi stok diisi ulang pada hari Senin.

Penduduk Beijing, Zhao, mengambil beberapa kantong bahan makanan termasuk telur dan sayuran segar dari toko kelontong pada hari Senin setelah mendengar tentang perintah pengujian massal.

Pria berusia 31 tahun itu mengatakan dia ingin memastikan balitanya memiliki cukup makanan jika keluarganya diperintahkan untuk tinggal di rumah.

"Orang dewasa dapat bertahan hidup selama beberapa hari, tetapi tidak sama untuk anak-anak," kata Zhao, yang hanya ingin dikenal dengan nama keluarganya, kepada AFP.

Wang, pelanggan supermarket lain, mengatakan dia khawatir "semuanya akan menjadi seperti di Shanghai".

"Orang-orang cemas ... semua orang mengambil barang dan kami khawatir barang mungkin habis," kata warga Chaoyang yang berusia 48 tahun.

Keluarganya telah mendapatkan cukup makanan untuk bertahan seminggu, tambahnya.

4 dari 4 halaman

Lockdown Ketat

Setidaknya satu kompleks perumahan di Beijing telah ditutup, sementara beberapa studio kebugaran dan pusat kebugaran di ibu kota telah membatalkan kelas atau ditutup.

Beijing juga telah memberlakukan kontrol ketat saat masuk ke kota, dengan para pelancong diharuskan memiliki tes COVID-19 negatif dalam waktu 48 jam.

Ibu kota Beijing telah melaporkan lusinan kasus selama seminggu terakhir termasuk 14 infeksi baru pada hari Senin, menyusul peringatan dari otoritas kesehatan bahwa virus tersebut telah beredar tanpa terdeteksi selama berhari-hari.

Tetapi jumlah kasus di Beijing tidak seberapa dibandingkan dengan Shanghai, yang telah mencatat lebih dari setengah juta kasus sejak 1 Maret.

Pusat ekonomi berpenduduk 25 juta orang itu berjuang untuk mengalahkan wabah terburuk di China dalam dua tahun, meskipun berminggu-minggu langkah-langkah ketat untuk menahan virus itu.

Di bawah strategi nol-COVID, China telah memberlakukan penguncian, pengujian massal, dan pembatasan perjalanan untuk mencoba dan membasmi semua infeksi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.