Sukses

Penelitian di Inggris: Berjalan Kaki dengan Cepat Bisa Panjang Umur

Hasil riset terbaru para ilmuwan di Inggris menunjukkan kebiasaan berjalan kaki dengan tempo lebih cepat saat melakukan kegiatan harian dapat memperpanjang umur.

, Jakarta - Orang yang punya kebiasaan berjalan lebih cepat kemungkinan berumur lebih panjang dibanding orang yang berjalan lamban. Hal itu terungkap dalam hasil penelitian terbaru dari Inggris.

Makin cepat orang berjalan, kemungkinan umur harapan hidup juga makin panjang. Hasil riset terbaru para ilmuwan dari Diabetes Research Center di University of Leicester Inggris menunjukkan kebiasaan berjalan kaki dengan tempo lebih cepat saat melakukan kegiatan harian dapat memperpanjang umur harapan hidup.

Ilmuwan mengakui hingga kini masih banyak rahasia yang belum terungkap terkait proses penuaan. Misalnya, apa faktor penyebab sebagian orang sudah meninggal pada usia 65, tapi yang lainnya ada yang bisa bertahan hidup sampai usia 105 tahun. Yang sudah diketahui, proses penuaan terutama dipengaruhi faktor genetis. Hasil  riset itu menunjukkan mengadopsi gaya berjalan lebih cepat bisa meningkatkan umur harapan hidup, bahkan hingga sepanjang 16 tahun.

Dari hasil riset, tim ilmuwan di Inggris itu juga menyimpulkan makin cepat tempo berjalan seseorang, terlepas dari aktivitas fisiknya, terbukti telomer-nya menjadi lebih panjang.

Apa itu Telomer?

Telomer adalah semacam "topi pelindung" di ujung kromosom, yang memainkan peran kunci dalam proses penuaan. Telomer melindungi kromosom saat pembelahan sel, ibarat pelindung plastik di ujung tali sepatu supaya tali tidak melintir atau terurai.

Sel membelah diri setiap waktu. Makin sering sel membelah diri, maka ujung telomer akan semakin memendek. Jika pelindung ini lenyap sepenuhnya, proses pembelahan sel berhenti dan sel mati. Jika sel mati, jaringan tubuh manusia mulai menua.

Itu sebabnya "panjang" telomer yang kita miliki sangat penting. Sebab, makin panjang pelindung ini, juga proses pembelahan sel akan berlangsung makin lama, dan mencegah kita dari efek samping merugikan proses penuaan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Indikator penting kesehatan individu

Hasil riset yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Communications Biology itu mengambil sampel 405.000 peserta dari UK Biobank. Penelitan terfokus pada kebiasaan berjalan para responden dan mencoba memahami apakah ada kaitan antara kecepatan berjalan dengan panjang telomer.

Lebih 50% responden disebutkan berjalan dengan kecepatan normal, sekitar 40% berjalan lebih cepat, dan sekitar 6% berjalan lebih lamban dari normal. Para peneliti menemukan orang yang biasa berjalan lebih cepat dari kecepatan rata-rata memiliki telomer lebih panjang dibanding orang yang berjalan lebih lamban dari normal.

Riset lanjutan dengan sampel lebih kecil, sekitar 86.000 orang, menunjukkan kesimpulan yang serupa.

Fakta yang paling krusial adalah panjang telomer seseorang tidak mempengaruhi kecepatan mereka berjalan. Melainan sebaliknya, seseorang yang punya kebiasaan berjalan lebih cepat dari normal memiliki telomer lebih panjang.

Thomas Yates, peneliti aktivitas fisik di University of Leicester dan penulis utama hasil riset bersangkutan mengatakan, tim periset memfokuskan penelitian pada kecepatan berjalan dan panjang telomer. "Mereka tidak lagi fokus pada kecepatan jogging atau diet, karena dari riset sebelumnya para peneliti menemukan kecepatan seseorang berjalan menjadi salah satu acuan terkuat dari kesehatan individu," tambah Yates.

 

3 dari 4 halaman

Riset Sebelumnya

Dalam riset sebelumnya, tim peneliti menemukan para pejalan cepat dengan gaya hidup relatif tidak sehat memiliki risiko mortalitas lebih rendah dibanding mereka yang berjalan lambat dengan gaya hidup sehat. Namun, premis ini tidak berlaku buat perokok.

"Kita bisa menanyai orang, apa yang mereka makan? Bagaimana aktivitas mereka? Seberapa lama mereka tidur? Pokoknya semua hal terkait kebiasaan dan gaya hidup. Namun, semua itu tidak sepenting kecepatan berjalan," papar Yates lebih lanjut.

"Kecepatan berjalan merupakan sinyal dari kebugaran kardiorespirasi seseorang. Ini terkait erat dengan peluang seseorang mengembangkan penyakit kardiovaskular yang mematikan, seperti serangan jantung atau stroke misalnya," kata peneliti aktivitas fisik asal Inggris itu.

WHO melaporkan penyakit kardiovaskular dewasa ini menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Setiap tahunnya sekitar 18 juta orang meninggal akibat penyakit tersebut atau sekitar 32% dari seluruh kasus kematian global akibat penyakit.

 

4 dari 4 halaman

Intensitas atau Kuantitas?

Riset itu juga menunjukkan intensitas beraktivitas memainkan peranan lebih penting dalam tingkat mortalitas dibanding dengan volume atau kuantitas aktivitas. Ini merupakan kabar baik bagi mereka yang tertarik untuk hidup lebih lama. Pasalnya warga di masyarakat barat, dewasa ini secara umum cenderung inaktif alias malas bergerak. Hasil riset ini diharap bisa membuat mereka rajin bergerak.

"Misalnya memarkir mobil agak jauh dari kantor dan melanjutkan dengan berjalan kaki menuju kantor. Atau keliling supermarket dengan berjalan kaki," saran Yates.

Jika aktivitas berjalan kaki ini dilakukan dengan tempo lebih cepat, diharap terjadi perubahan yang cukup signifikan untuk mereduksi umur biologis kita, dan menambah beberapa tahun umur harapan hidup.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.