Sukses

Putusan Kasus Korupsi Aung San Suu Kyi Ditunda Oleh Pengadilan Myanmar

Aung San Suu Kyi yang terguling karena kudeta militer Februari tahun lalu, bisa menghadapi hukuman 15 tahun penjara dan denda jika terbukti bersalah.

Liputan6.com, Yangon - Sebuah pengadilan di Myanmar, Selasa (26/4), menunda satu hari penjatuhan vonis atas kasus pertama dari hampir selusin kasus korupsi yang diajukan terhadap mantan pemimpin negara itu, Aung San Suu Kyi.

Pengadilan di ibu kota Naypyitaw tidak mengungkapkan alasan penundaan penyampaian vonis itu hingga Rabu, kata seorang pejabat hukum yang berbicara dengan syarat namanya dirahasiakan kepada Associated Press karena dia tidak berwenang untuk memberikan informasi.

Persidangan Suu Kyi tertutup untuk umum, dan pengacaranya dilarang berbicara kepada pers, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (26/4/2022).

Suu Kyi, yang terguling karena kudeta militer Februari tahun lalu, bisa menghadapi hukuman 15 tahun penjara dan denda jika terbukti bersalah.

Ia telah membantah tuduhan bahwa ia telah menerima emas dan ratusan ribu dolar yang diberikan kepadanya sebagai suap oleh seorang pejabat politik.

Para pendukungnya dan sejumlah pakar hukum independen telah mengecam penuntutannya sebagai tidak adil dan dimaksudkan untuk mencegah Suu Kyi yang berusia 76 tahun kembali aktif dalam politik. Ia telah dijatuhi hukuman enam tahun penjara dalam kasus bukan korupsi, dan masih menghadapi 10 tuduhan korupsi lain.

Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi menang telak dalam pemilihan umum 2020, tetapi para anggota parlemen tidak diizinkan untuk menduduki kursi mereka ketika tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021, dan menangkap Suu Kyi dan banyak rekan senior di partai dan pemerintahannya.

Militer Myanmar mengklaim mereka bertindak karena telah terjadi kecurangan pemilu besar-besaran, tetapi para pemantau pemilu independen tidak menemukan adanya penyimpangan besar.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Vonis Penjara Terhadap Aung San Suu Kyi Picu Amarah Global

Junta Myanmar pada hari Senin (06/12) mengatakan hukuman penjara pemimpin sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, dikurangi menjadi dua tahun yang awalnya empat tahun. Ia dijatuhi hukuman atas dakwaan hasutan terhadap militer dan melanggar pembatasan pandemi, media pemerintah melaporkan.

Mantan Presiden Win Myint juga dijatuhi hukuman dengan tuduhan yang sama, dan sekarang juga dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Demikian seperti dikutip dari laman DW Indonesia, Rabu (8/12/2021).

Junta awalnya memvonis Aung San Suu Kyi dan Win hukuman empat tahun penjara, tetapi kemudian mengumumkan pengurangan hukuman. Media pemerintah menyebutnya sebagai pengampunan parsial dari pimpinan junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.

"Mereka akan menghadapi dakwaan lain dari tempat mereka tinggal sekarang," kata juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tun, Senin (06/12).

Ini adalah keputusan pertama sejak penggulingan dan penangkapan Suu Kyi menyusul kudeta militer pada 1 Februari. 

3 dari 4 halaman

Dianggap Krisis Kemanusiaan

Aung San Suu Kyi juga menghadapi beberapa dakwaan lain yang bisa membuatnya menghabiskan sisa hidupnya di penjara jika terbukti bersalah dalam semua dakwaan.Kepada DW, Emerlynne Gil, Wakil Direktur Penelitian Asia Tenggara Amnesty International, mengatakan bahwa Suu Kyi "jelas tidak menerima pemeriksaan yang adil."

Gil menambahkan bahwa penggunaan taktik penindasan oleh militer untuk menindak lawan-lawannya menunjukkan "betapa tidak tersentuhnya" junta.

Wakil Direktur Regional Kampanye Amnesty International, Ming Yu Hah, mengatakan bahwa hukuman Suu Kyi atas "tuduhan palsu" adalah "contoh terbaru dari tekad militer untuk melenyapkan semua oposisi dan mencekik kebebasan di Myanmar."

Ming memperingatkan bahwa kekerasan yang sedang berlangsung antara militer dan kelompok-kelompok bersenjata pro-demokrasi akan menimbulkan "krisis kemanusiaan."

"Tanpa tanggapan internasional yang tegas, terpadu dan cepat, ini bisa dan akan menjadi lebih buruk," kata Ming dalam siaran persnya.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell, mengatakan pada Senin (06/12) bahwa UE mengecam keras putusan "bermotivasi politik" sebagai "kemunduran besar" bagi demokrasi di Myanmar.

"Ini merupakan langkah lain menuju pembongkaran supremasi hukum dan pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut di Myanmar," kata Borrell dalam sebuah pernyataan. Ia menambahkan bahwa tindakan militer menunjukkan "penghinaan total terhadap kehendak rakyat" di Myanmar.

"Rakyat Myanmar sangat menolak kudeta militer dan menunjukkan keinginan mereka yang tak tergoyahkan untuk sebuah negara di mana aturan hukum, hak asasi manusia dan proses demokrasi dihormati, dilindungi, dan dijunjung tinggi," kata Borrell.

4 dari 4 halaman

ASEAN Akan Kirim Menlu Kamboja Sebagai Utusan Khusus ke Myanmar

Menteri luar negeri Kamboja akhir bulan ini akan melakukan perjalanan pertamanya ke Myanmar dalam kapasitasnya sebagai utusan khusus Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), kata kantornya Kamis (4/3).

ASEAN berusaha untuk berkontribusi pada proses perdamaian di Myanmar, yang telah dilanda kerusuhan sejak tentara menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari tahun lalu.

Kunjungan Menteri Luar Negeri Prak Sokhonn dijadwalkan pada 20-23 Maret, menurut juru bicara kementerian, tetapi rincian pertemuan belum diselesaikan, demikian dikutip dari laman Channel News Asia.

ASEAN berusaha menerapkan konsensus lima poin tentang Myanmar yang dicapai tahun lalu dengan menekankan dialog, bantuan kemanusiaan, dan diakhirinya kekerasan.

Namun dewan militer yang berkuasa di Myanmar, yang juga merupakan anggota ASEAN, telah menunda pelaksanaan rencana tersebut.

Bahkan ketika negara tersebut telah tergelincir ke dalam situasi yang oleh beberapa pakar PBB digambarkan sebagai perang saudara.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.