Sukses

Menang Pilpres Prancis 2022, Emmanuel Macron: Vivle la Republique!

Presiden Prancis Emmanuel Prancis mengalahkan Marine Le Pen di pilpres 2024.

Liputan6.com, Paris - Presiden Emmanuel Macron memenangkan pilpres 2022 di Prancis. Capres petahana Prancis itu berhasil mengalahkan politikus sayap kanan Marion Anne Perrine Le Pen (Marine Le Pen) yang terkenal nasionalis, anti-Uni Eropa, dan anti-hijab. 

Kemenangan Macron diumumkan pada Minggu malam (24/4) waktu setempat.

"Vivle la Republique! (Hidup Republik!)" ujar Presiden Macron dalam orasi kemenangan di Paris.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Prancis sejauh ini, Senin (25/4/2022), Emmanuel Macron meraih 17,3 juta suara dengan total 57,28 persen. Marine Le Pen mendapat 12,9 juta suara atau 42,72 persen. 

Sampai perhitungan 78 persen suara di Paris, Emmanuel Macron tercatat menang besar di ibu kota. Ia telah meraih lebih dari 80 persen suara.

Kedua kandidat tercatat sama-sama kuat di departemen Alpes-Maritimes yang merupakan lokasi dari kota Cannes, lokasi festival film internasional di Prancis.

Marine Le Pen menjadi capres melalui partai Rassemblement national (RN) yang didirikan oleh ayahnya, Jean Marie Le Pen. Emmanuel Macron berasal dari partai La République En Marche ! (LREM) yang memiliki aliran liberal dan pro-Uni Eropa. 

Pada pemilu 2022, ada total12,6 juta warga yang memilih. Tota pemilih ada 33,1 juta orang, namun sekitar 2,8 juta suara dinyatakan tidak sah.

Merayakan Kemenangan di Hadapan Eiffel 

Kubu Presiden Macron tampak telah merayakan kemenangan di Paris dan Macron menyampaikan orasi kemenangannya. Berlatar Menara Eiffel, seorang penyanyi wanita menyanyikan lagu nasional La Marseillaise.

Allons enfants de la Patrie, Le jour de gloire est arrivé ! (Bangkitlah anak-anak Patriot, hari kemenangan telah tiba), demikian pembuka lagu tersebut.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Le Pen Ingin Larang Hijab di Tempat Umum

Sebelumnya dilaporkan, Marine Le Pen, calon presiden sayap kanan di Prancis, berjanji akan melarang Muslim yang mengenakan jilbab di depan umum jika ia terpilih. Janji itu ia sampaikan dalam kampanye terakhirnya.

Le Pen menguraikan bagaimana komitmennya untuk "melarang penggunaan jilbab di semua tempat umum."

Dikutip dari laman Wionews, Senin (11/4), Le Pen juga menyatakan bahwa itu akan ditegakkan oleh polisi dengan cara yang sama seperti sabuk pengaman dikenakan saat sedang berkendara dengan mobil.

"Orang-orang akan didenda dengan cara yang sama seperti tidak mengenakan sabuk pengaman. Bagi saya, polisi tampaknya sangat mampu menegakkan tindakan ini," katanya.

Le Pen mengatakan, dia akan menggunakan referendum untuk mencoba menghindari tantangan konstitusional terhadap banyak undang-undang yang diusulkannya atas dasar bahwa mereka diskriminatif dan melanggar kebebasan pribadi.

Undang-undang sebelumnya di Prancis yang melarang simbol agama di sekolah atau penutup wajah penuh di tempat umum diizinkan atas dasar bahwa itu berlaku untuk semua warga negara dan dalam pengaturan tertentu.

Le Pen (53) telah melunakkan retorika anti-imigrasinya selama kampanye tahun ini dan sebagai gantinya berfokus pada kampanye pengeluaran biaya rumah tangga. Ia menempatkannya lebih dekat dari sebelumnya ke kekuasaan, jajak pendapat menunjukkan perubahan pandangan Le Pen.

Survei terbaru menunjukkan bahwa Le Pen berada dalam jarak yang sangat dekat dengan Macron yang berhaluan tengah dalam putaran pertama pemungutan suara pada Minggu 10 April.

 

3 dari 4 halaman

Pemilihan Dua Putaran

Kemenangan Macron juga sudah diprediksi sebelumnya. Pemilihan putaran kedua ditetapkan pada 24 April, dengan survei menunjukkan Macron berada dengan keunggulan kecil 54 persen menjadi 46 persen atas Le Pen.

Krisis di Ukraina, serta tekanan pada sistem kesehatan setelah dua tahun Covid-19, termasuk di antara kekhawatiran pemilih utama.

Prancis adalah rumah bagi populasi Muslim terbesar di Eropa Barat, sebuah kelompok yang telah mengalami peningkatan prasangka dalam beberapa tahun terakhir.

Macron menuduh Le Pen mendorong manifesto ekstremis dari kebijakan rasis dan merusak segala aturan.

"Duel yang akan kami lakukan dalam 15 hari ke depan akan menentukan bagi Prancis dan Eropa," kata Macron kepada para pendukungnya.

Emmanuel Macron juga mendesak semua pemilih untuk bersatu di belakangnya guna menghentikan sayap kanan berkuasa di negara terbesar kedua di Uni Eropa itu.

Sementara itu, Le Pen mengatakan bahwa dia akan 'membawa ketertiban kembali ke Prancis' selama rapat umum pemilihan baru-baru ini.

"Apa yang akan dipertaruhkan pada 24 April adalah pilihan masyarakat, pilihan peradaban," katanya kepada para pendukungnya.

4 dari 4 halaman

Pro-Ukraina

Presiden Macron merupakan sosok pendukung Ukraina. Ia juga pernah bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, serta mengecam invasi Rusia. 

Macron juga sosok yang mendukung pembangunan yang berkelanjutan di Prancis. 

Pada kampanye final, Macron mengatakan gerakan politik sayap kanan Marine Le Pen dipicu oleh ketidakbahagiaan dan memicu kebencian di masyarakat.

Itu adalah bukti kelemahannya, katanya, bahwa ia menggunakan penghinaan lama terhadap ekstremisme.

Jajak pendapat memberi presiden petahana keunggulan dalam putaran kedua, tetapi partai sayap kanan Le Pen tidak pernah sedekat ini dengan kekuasaan, itulah sebabnya taruhannya begitu tinggi, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (23/4).

Masalah nomor satu dalam pemilihan ini adalah biaya hidup yang meningkat, dari tagihan energi dan belanja makanan hingga harga mengisi mobil. Itu diidentifikasi sejak awal oleh tim Le Pen, yang telah menjanjikan pemerintah persatuan nasional untuk menyerang biaya hidup yang tinggi, serta referendum tentang imigrasi dan larangan mengenakan jilbab di depan umum.

Pesan sederhananya kepada para pemilih adalah: "Ini Macron atau Prancis".

Macron juga menyampaikan pesan singkatnya: "Pemilihan ini adalah bentuk referendum, sekularisme dan di Eropa." Dia berpendapat gagasan Le Pen tentang "Eropa negara-negara" akan berarti mengakhiri Uni Eropa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.