Sukses

22 April 1970: Gaylord Nelson Rayakan Earth Day Pertama

Senator Gaylord Nelson menggelar Earth Day pertama untuk membahas masalah iklim. Acara itu kini telah menjadi event internasional.

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini 52 tahun lalu, Hari Bumi untuk pertama kalinya dirayakan di dunia. Orang yang memulai aksi lingkungan ini adalah seorang senator junior muda bernama Gaylord Nelson.

Nelson adalah senator Partai Demokrat dari Wisconsin. Ia terinspirasi dari protes para mahasiswa terhadap perang, ia lantas berusaha menggunakan semangat yang sama untuk menyorot polusi udara dan air.

Dilansir situs Earth Day, Senator Nelson tergerak untuk fokus ke isu lingkungan setelah melihat tumbahan minyak di Santa Barbara, California, pada 1969. Ia lantas berkolaborasi dengan Senator Pete McCloskey dari partai oposisi.

Mereka merangkul aktivis muda, organisasi keagamaan, dan berbagai kelompok lain untuk membuat acara yang masif. Mereka menamakan acara itu sebagai Earth Day (Hari Bumi).

Ada 20 juta rakyat AS yang tergerak untuk turut terjalan dan berunjuk rasa terhadap pertumbuhan industri yang memberikan dampak serius kepada kesahatan manusia. Ribuan kampus dan universitas ikut protes.

Lokasi unjuk rasa berada di berbagai lokasi AS. Hari Bumi berhasil mempersatukan kelompok yang melawan masalah lingkungan, seperti tumpahan minyak, polusi dari pabrik dan pembangkit daya, limbah mentah, buangan beracun, pestisida, jalan raya, hilangnya alam liar, serta kepunahan. Mereka semua bersatu demi nilai yang sama.

Earth Day juga berhasil mendapat dukungan dari Partai Republik dan Demokrat. Berkat Hari Bumi, AS mendirikan Badan Perlindungan Lingkungan, serta mengesahkan produk-produk hukum lain untuk pendidikan lingkungan, air bersih, udara bersih, dan sebagainya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sungai di Jawa Tercemar Mikroplastik, Aktivis Lingkungan Somasi Gubernur

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan bahwa sungai-sungai di Pulau Jawa sudah tercemar mikroplastik.

Sungai-sungai itu termasuk Sungai Brantas di Jawa Timur, Sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan Sungai Citarum di Jawa Barat. 

Pencemaran sungai ini memicu gerakan somasi pada gubernur-gubernur terkait. Pasalnya, kontaminasi mikroplastik di perairan sungai telah masuk ke dalam rantai makanan.

Sumber mikroplastik di sungai berasal dari limbah industri tekstil dan industri daur ulang kertas. Sumber lainnya adalah sampah plastik yang tidak terkelola di daratan yang akhirnya membanjiri sungai. Salah urus pengelolaan sampah, baik di daratan, sungai, maupun lautan turut andil menjadi penyebab rusak dan tercemarnya sungai-sungai di Pulau Jawa.

“Sungai-sungai di Pulau Jawa ini tertekan. Bayangkan, 60 persen populasi Indonesia tinggal di Pulau Jawa dan semua butuh air bersih. Di sisi lain, ratusan industri membuang limbahnya ke sungai,” ujar Prigi dalam konferensi pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Selasa (12/4).

Sungai Brantas terkenal dengan pabrik gula dan kertas, di Bengawan Solo ada pabrik kain besar yang memasok kain untuk baju yang digunakan hampir seluruh tentara di dunia. Sedangkan, di Jawa Barat atau di Citarum ada Majalaya yang memiliki 500 industri dengan produk-produk ekspor. Produk terbaik dikirim ke luar negeri, sedangkan sisa limbahnya dialirkan ke sungai.

Untuk itu, ia dan para aktivis lingkungan lain mendukung gerakan somasi untuk para gubernur di tiga provinsi sebagai tanggung jawab atas pencemaran sungai dan sampah di pulau jawa.

“Kita melakukan upaya mitigasi, menggugat para gubernur di Jawa. Gubernur Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur karena kita menganggap mereka lalai dan membiarkan sungai-sungai penting di Jawa jadi tercemar dan mengancam kesehatan masyarakat.”

Ketiga gubernur juga dinilai tidak mengelola sampah dengan baik dan membiarkan industri membuang limbah tanpa diolah. Prigi dan aktivis lingkungan lainnya juga mendorong pemerintah untuk membuat baku mutu baru terkait mikroplastik dalam air dan ikan.

3 dari 4 halaman

Ciri Khas Baru di Sungai

Prigi juga menyampaikan, biasanya dalam buku pelajaran anak-anak ada pertanyaan terkait ciri-ciri sungai Indonesia.

“Mungkin sekarang pelajaran baru di sekolah itu ‘sebutkan ciri-ciri sungai Indonesia’ (jawabannya) akan selalu ditemukan sampah saset dan sampah plastik.”

“Jadi dari setiap perjalanan kami di semua sungai di Jawa ini kami selalu menemukan sampah saset, tas kresek, sedotan, styrofoam, botol, popok, kasur.”

Ia menambahkan, memang masih ada kecenderungan masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Timnya pun meneliti terkait kandungan mikroplastik di air ketiga sungai tersebut.

“Kita menemukan ada kandungan mikroplastik dari 20 sampai 126 per 100 liter air. Jadi, mikroplastik itu adalah serpihan plastik berukuran 5 mili yang jenisnya beragam, ada fiber, foam, fragmen, filamen, tapi yang banyak ditemukan di Jawa adalah fiber atau dalam bentuk benang-benang.”

Jenis fiber biasanya berasal dari limbah domestik dan pabrik tekstil. Jenis kedua yang banyak ditemukan adalah fragmen dan filamen atau potongan-potongan kecil plastik.

4 dari 4 halaman

Plankton

Penelitian Prigi dan timnya berlanjut, mereka pun menemukan bahwa bentuk mikroplastik cenderung sama dengan plankton.

“Ternyata bentuk mikroplastik itu sama dengan plankton. Kita pun membandingkan jumlah plankton dengan jumlah mikroplastik. Dan, kita menemukan 75 persen perairan kita itu mengandung mikroplastik dan sisanya plankton.”

Artinya, ada kekhawatiran bahwa ikan-ikan di Brantas, Citarum, dan Bengawan Solo itu mengandung mikroplastik.

“Setelah kita teliti, ya ada ikatan. Di Kepulauan Seribu Muara Ciliwung kita menemukan mikroplastik lebih banyak dibanding sungai lainnya. Kita menemukan ratusan partikel mikroplastik dalam satu tubuh ikan.”

Selain itu, ia juga menemukan mikroplastik terdapat pada 25 spesies ikan di Pulau Jawa terutama pada ikan nila.

“Jadi ikan nila itu kandungan mikroplastiknya paling tinggi dibanding jenis ikan lainnya. Disarankan untuk teman-teman tidak mengonsumsi nila karena nila ini lebih banyak mengandung mikroplastik dibanding ikan-ikan lainnya.”  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.