Sukses

Buntut Invasi Rusia ke Ukraina, 14 Perusahaan Moskow Diganjar Sanksi Australia

Rusia mengatakan, pihaknya meluncurkan "operasi militer khusus" di Ukraina dan menyalahkan Ukraina atas kematian warga sipil.

Liputan6.com, Canberra - Australia memberlakukan sanksi keuangan yang ditargetkan pada 14 perusahaan milik negara Rusia pada Kamis 14 April 2022, termasuk entitas yang terkait dengan pertahanan seperti pembuat truk Kamaz, dan perusahaan pelayaran SEVMASH dan United Shipbuilding.

Sanksi juga akan diperluas ke perusahaan elektronik Ruselectronics, yang bertanggung jawab atas produksi sekitar 80 persen dari semua komponen elektronik Rusia dan Kereta Api atas invasi Moskow ke Ukraina, kata Menteri Luar Negeri Marise Payne dalam sebuah pernyataan.

Rusia mengatakan, pihaknya meluncurkan "operasi militer khusus" di Ukraina dan menyalahkan Ukraina atas kematian warga sipil dan menuduh Kiev merendahkan angkatan bersenjata Rusia.

Australia kini telah memberikan sanksi kepada sekitar 600 individu dan entitas.

Termasuk sebagian besar sektor perbankan Rusia dan semua organisasi yang bertanggung jawab atas utang negara.

Ia juga telah memasok peralatan pertahanan dan pasokan kemanusiaan ke Ukraina, sementara melarang ekspor bijih alumina dan aluminium, termasuk bauksit, ke Rusia.

Dalam pernyataan Selasa (8/3) Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan bahwa Canberra memberi sanksi kepada 10 orang dengan "kepentingan strategis" ke Rusia karena "mendorong permusuhan terhadap Ukraina dan mempromosikan propaganda pro-Kremlin untuk melegitimasi invasi Rusia.

Payne mengatakan "propaganda" termasuk "menggerakkan dan menyebarkan narasi bohong tentang "de-Nazifikasi" Ukraina, membuat tuduhan yang keliru tentang genosida terhadap etnis Rusia di Ukraina timur, dan mempromosikan pengakuan atas apa yang disebut Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk sebagai negara merdeka,” mengacu pada dua wilayah yang disengketakan di Ukraina timur, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.

Payne juga mengumumkan putaran baru sanksi keuangan terhadap angkatan bersenjata Rusia, yang melarang ekspor barang dari Australia ke entitas yang memasok militer Rusia.

Dia mengumumkan sanksi keuangan dan larangan perjalanan tambahan terhadap enam komandan militer senior Rusia yang “bertanggung jawab atas pelaksanaan serangan laut, darat dan udara” terhadap Ukraina.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sanksi yang Sempat Diberikan

Dalam masalah terkait, perusahaan penyulingan minyak Australia Viva Energy Selasa mengumumkan bahwa mereka akan berhenti membeli minyak mentah Rusia, dan menyatakan "terkejut" atas apa yang terjadi di Ukraina.

Satu-satunya kilang minyak Australia lainnya, Ampol, mengatakan belum membeli minyak mentah atau produk Rusia sejak awal konflik.

Sebelumnya, Perdana Menteri Scott Morrison, Kamis (17/3), menyatakan bahwa Australia akan terus menjatuhkan sanksi-sanksi terhadap orang-orang terkemuka Rusia di tengah-tengah invasi yang terus berlanjut terhadap Ukraina.

Scott Morrison mengatakan pemerintahnya berharap sanksi-sanksi keras terhadap Rusia dan beberapa warganya yang kaya akan memberi pesan kuat kepada negara-negara lain yang berpikir akan menempuh “jalur autokrasi dan ingin mengancam serta memaksa negara-negara tetangganya.”

Sementara itu PM Australia bersikap hati-hati, tidak mengkritik India karena tidak mengecam tindakan Rusia di Ukraina. Tetapi dia menegaskan bahwa India sebelumnya pernah menyerukan resolusi damai terhadap konflik itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (17/3/2022).

Sementara itu kebakaran terjadi di sebuah bangunan apartemen di Kiev pada Kamis (17/3) pagi setelah gedung itu terkena sisa-sisa roket Rusia yang ditembak jatuh, menewaskan satu orang dan melukai setidaknya tiga lainnya, menurut dinas layanan darurat.

3 dari 4 halaman

PM Australia Tak Ingin Ada Rusia di G20

Perdana Menteri Australia Scott Morrison terang-terangan meminta Rusia diusir dari G20 2022. Ia menyatakan tak mau duduk dengan negara yang menginvansi negara lain. 

"Rusia menginvasi Ukraina. Maksud saya, ini adalah tindakan berbahaya dan agresif yang merusak aturan hukum internasional," ujar PM Morrison seperti dilansir Sky News.

"Kami telah membuat pernyataan-pernyataan dan perwakilan-perwakilan yang sangat jelas tentang kekhawatiran kami pada keterlibatan Rusia di G20 tahun ini," imbuhnya.

Direktur Biro Riset Ekonomi Asia Timur di  Australian National University, Shiro Armstrong dan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies, Rizal Damuri menilai konflik Rusia-Ukraina membuat agenda G20 tentang kerja sama untuk pemulihan pandemi menjadi sulit. 

Karena itu, keduanya berharap agar Indonesia berusaha menjaga G20 tetap berfokus pada kerja samanya. "Indonesia harus menemukan cara untuk menjaga agar G20 tetap fokus pada hasil kerja sama dan diarahkan pada pemulihan ekonomi," kata Shiro Armstrong dan Rizal Damuri. 

Namun, hal itu tentunya tidak mudah, Shiro dan Rizal melihat, tantangannya adalah fokus pada sejumlah kecil hasil strategi daripada sederet keinginan yang tidak dapat dicapai. "Kemajuan yang jelas dalam reformasi WTO akan menjadi warisan monumental kepemimpinan Indonesia di G20," tutur mereka.

Reformasi WTO menjadi penting, jelasnya, karena G20 sebagai satu-satunya kelompok yang dapat memobilisasi dukungan dari negara ekonomi terkuat dunia untuk mereformasi institusi global. Selain itu, "Indonesia memiliki otoritas moral yang hanya sedikit dimiliki negara lain untuk menetapkan arah strategis yang jelas bagi reformasi WTO."

Hal itu terlihat ketika Indonesia melangkah maju mengartikulasikan rencana komprehensif untuk Reformasi WTO pada KTT G20 di Osaka pada tahun 2019. Inisiatif ini disambut dan menarik dukungan dari negara-negara G20 lainnya, yang mengarah ke Inisiatif Riyadh untuk Masa Depan WTO pada tahun 2020.

4 dari 4 halaman

Alasan Indonesia Tetap Undang Rusia

Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) mengeluarkan pernyataan terkait kedatangan Rusia dalam forum G20.

"Sudah sesuai dengan presidensi sebelumnya, adalah untuk mengudang semua anggota G20," ujar Dian Triansyah Djani, Stafsus Program Prioritas Kemlu dan Co-Sherpa G20 Indonesia.

"Hal harus diunderline juga adalah bahwa diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada based of principal," ujarnya.

Dalam press briefing mingguan Kemlu RI pada Kamis (24/3/2022) Dubes Triansyah menyatakan bahwa Indonesia dalam mengetuai berbagai konferensi, forum, atau organisasi baik itu dalam konteks badan-badan PBB, atau pada saat kami memimpin DK PBB, ASEAN atau dewan lainnya, selalu berpegang pada rules of procedur dan aturan yang berlaku.

"Demikian juga di G20. Oleh karena itu, sudah kewajiban presiden G20 untuk mengundang seluruh anggotanya," ujar Dubes Triansyah.

"Saya ingin underline juga, bahwa penting bagi kita untuk fokus pada G20 menangani global recovery yang jadi prioritas warga dunia."

"Seperti diketahui bahwa duniakan belum sepenuhnya keluar dari krisis pandemi. Banyak negara berkembang mengalami kesulitan ekonomi. Jadi G20 berupaya dorong recovery tersebut."

"Jadi, saya pikir akan melangsungkan tugas kita seperti presidensi sebelumnya."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.