Sukses

Army Kesal pada Presiden Baru Korsel, Minta Jangan Politisasi BTS

Army, penggemar grup K-pop BTS membanjiri situs web komite dengan posting menentang.

Liputan6.com, Seoul - Haruskah BTS tampil di upacara pelantikan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol? Beberapa fans telah menyampaikan pandangannya.

Hal itu menjadi ramai diperbincangkan setelah seorang anggota tim transisi Yoon mengatakan bahwa penampilan BTS sedang dibahas untuk acara 10 Mei.

Army, penggemar grup K-pop BTS membanjiri situs web komite dengan posting menentang.

“Tolong jangan mempolitisasi BTS,” salah satu postingan, demikian dikutip dari laman Korean Herald, Minggu (10/4/2022).

Di situs web kantor kepresidenan, petisi serupa yang diajukan telah mengumpulkan hampir 5.000 tanda tangan.

“Tolong jangan mencoba menggunakan BTS sebagai hiasan Anda hanya karena mereka adalah bintang global,” kata seorang penggemar BTS berusia 30-an bermarga Lee kepada The Korea Herald.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Proses Terus Dibahas

Kemungkinan penampilan BTS pertama kali dikemukakan oleh Park Joo-sun, mantan wakil ketua Majelis Nasional yang bertanggung jawab atas persiapan upacara pelantikan Yoon pada 10 Mei, selama wawancara dengan KBS Radio 1.

Park mengatakan itu "sedang dibahas," meskipun belum dikonfirmasi oleh agensi Hybe.

Pernyataan itu muncul beberapa hari setelah Ketua komite transisi presiden Ahn Cheol-soo mengunjungi markas agensi BTS Hybe.

Kunjungan itu telah memicu spekulasi bahwa pemerintahan baru mungkin mempertimbangkan untuk memberikan pengecualian kepada BTS dari wajib militer, meskipun Ahn mengatakan masalah itu tidak dibahas selama pertemuan tersebut.

3 dari 4 halaman

Presiden Baru Korea Selatan Akan Coba Pendekatan Berbeda Soal Korut

Pemerintah baru Korea Selatan di bawah Yoon Suk-yeol kemungkinan akan mengambil sikap yang jauh lebih tegas terhadap Pyongyang, meskipun diperkirakan akan terus menawarkan pembicaraan hubungan lintas batas.

Selama lima tahun memangku jabatan, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in telah membujuk Korea Utara untuk berdialog dan mendorong pertukaran lintas batas.

Dia telah menawarkan bantuan kepada Pyongyang dan berjanji menawarkan lebih banyak bantuan lainnya jika Kim Jong Un bersedia menghentikan pengembangan senjata nuklirnya, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Rabu (16/3/2022).

Moon terpilih jadi presiden pada tahun 2017 dengan harapan tinggi, tetapi upayanya terkait negara tetangga yang komunis itu ternyata tidak berhasil.

Kini, setelah Yoon Suk-yeol yang sangat konservatif memenangkan pemilihan presiden untuk menggantikan Moon, para pengamat mengantisipasi dinamika bilateral yang sangat berbeda.

Apa yang dikhawatirkan adalah, kedua negara akan kembali ke konfrontasi langsung daripada hidup berdampingan secara tidak nyaman yang menjadi ciri pemerintahan Moon.

"Yoon telah menghidupkan kembali pendekatan berprinsip konservatif terhadap Korea Utara, yang berarti dia akan lebih keras dengan menyerukan dan menghukum tindakan provokatif dan ilegal sambil menjaga pintu terbuka untuk dialog dan diplomasi," kata Duyeon Kim, peneliti dari Center for a New American Security yang berbasis di Seoul, yang merupakan cabang sebuah lembaga think tank yang bermarkas di Washington, Amerika Serikat (AS).

4 dari 4 halaman

Menutup Mata Terhadap Perilaku Buruk

"Kelompok progresif suka membebani konsesi terlebih dahulu dan memaafkan perilaku buruk, tetapi kaum konservatif lebih suka saling balas," lanjut Kim kepada DW. "Penasihat dan pendukung Yoon meyakini kebijakan Moon telah memberi Korea Utara kebebasan luas untuk memajukan kemampuan senjata nuklirnya."

Sebagai presiden terpilih, Yoon telah menerima pengarahan mendalam tentang masalah keamanan yang dihadapi Korea Selatan, dengan Korea Utara dan situasi di Ukraina menjadi agenda utama. Sementara juru bicara Yoon menyatakan harapan, Korea Utara akan bersedia untuk kembali berdiskusi tentang denuklirisasi Semenanjung Korea.

Namun, ada beberapa isyarat bahwa Kim sedang mempertimbangkan tindakan itu.

Korea Utara telah meluncurkan 10 rudal tahun ini, dan AS menyatakan peluncuran terbaru adalah uji coba teknologi rudal balistik antarbenua (ICBM).

Pyongyang telah membantah pernyataan itu dan mengklaim itu adalah peluncuran satelit mata-mata untuk memantau unit AS di wilayah tersebut, serta "pasukan pengikutnya".

Selain itu, ada indikasi bahwa Korea Utara sedang melakukan pekerjaan untuk mengembalikan tempat uji coba nuklir Punggye-ri ke status operasional. Dilaporkan, citra satelit juga telah mengungkapkan bahwa kompleks nuklir Yongbyon kembali beroperasi dengan kekuatan penuh.

Pada hari Senin (14/03), sumber-sumber intelijen di AS dan Korea Selatan yang dikutip oleh kantor berita Korea Selatan Yonhap News mengatakan, Korea Utara sedang bersiap untuk meluncurkan ICBM lain dalam waktu dekat.

Sementara pada uji coba 5 Maret lalu tampak rudal naik tajam setelah peluncuran, mencapai ketinggian 560 kilometer sebelum turun menuju ke laut lepas pantai timur. Diprediksi peluncuran berikutnya akan menguji jarak terbang rudal, yang berarti bahwa rudal Korea Utara akan sekali lagi terbang di atas wilayah kedaulatan Jepang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.