Sukses

Eropa Setop Beli Gas Rusia Imbas Invasi ke Ukraina, Ke Mana Moskow Akan Jual?

Rusia harus mencari pasar baru untuk minyak dan gasnya, setelah Eropa tidak lagi menjadi pelanggan besar. Tapi menjual gas tidak semudah minyak.

, Berlin - Sudah menjadi rahasia umum bahwa Rusia adalah salah satu pengekspor terbesar minyak dan gas alam dunia.

Menurut Badan Energi Internasional, 45% anggaran negara Rusia pada tahun 2021 berasal dari pendapatan minyak dan gas alam. Menurut informasi yang dikutip dari DW Indonesia, Senin (10/4/2022), selama ini pelanggan besarnya adalah negara-negara Eropa.

Untuk gas alam, hampir tiga perempat dari seluruh ekspor gas alam Rusia dikirim ke negara-negara Eropa.

Invasi Rusia ke Ukraina membuat negara-negara Eropa sekarang ingin secepatnya melepaskan diri dari ketergantungan pada energi Rusia. Dalam dua atau tiga tahun mendatang, ekspor ke Eropa kemungkinan besar akan turun secara drastis.

Lalu Siapa yang Akan Menggantikan Eropa Sebagai Pelanggan Besar?

Jawabannya, Rusia kemungkinan akan fokus pada peningkatan penjualan ke pelanggan yang sudah ada, tapi tidak memberlakukan sanksi atas invasi ke Ukraina, seperti China dan India.

Tidak Ada Solusi Jangka Pendek untuk Gas Rusia?

Ada keraguan sejauh mana negara-negara seperti China dan India pada akhirnya dapat menggantikan hilangnya ekspor energi ke Eropa.

Fernando Ferreira, analis risiko geopolitik dari biro konsultan energi Rapidan, kepada DW mengatakan, hubungan komersial minyak antara negara-negara Timur Tengah dan negara-negara seperti China dan India telah terbangun dan berkembang selama puluhan tahun.

"Saya pikir mereka berdua akan sangat berhati-hati untuk sepenuhnya menutup pintu bagi negara-negara Timur Tengah demi suplai dari Rusia," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Fokus Produksi Minyak

Masalah lain yang dihadapi Rusia adalah sanksi negara-negara Barat atas teknologi tinggi yang dibutuhkan dalam produksi minyak.

Rusia akan mengalami kesulitan mempertahankan, apalagi untuk meningkatkan, kapasitas produksinya. "Rusia akan kesulitan untuk menjaga tingkat pasokan tanpa akses ke teknologi Barat," kata Fernando Ferreira.

Tapi Rusia akan lebih mudah menemukan pasar baru untuk minyak daripada untuk gasnya. Minyak lebih mudah ditransportasi untuk jarak jauh, sedangkan pengiriman gas biasanya dilakukan melalui pembangunan jaringan pipa gas. Selama ini, Rusia tidak membangun kapasitas untuk produksi gas alam cair atau LNG dan masih kalah jauh dari para pesaingnya di pasar global.

Fernando Ferreira mengatakan, satu-satunya pilihan realistis bagi Rusia untuk gas alamnya adalah pengiriman melalu jaringan pipa yang ada atau yang baru antara China dan Siberia barat. Selain mahal, pembangunan jaringan pipa perlu waktu lama. "Itu akan memakan waktu cukup lama. Jadi tidak ada solusi jangka pendek untuk gas Rusia," kata konsultan gas Fernando Perreira.

3 dari 4 halaman

Mendekat ke China

Dalam hal minyak, China selama ini adalah pelanggan non-Eropa terbesar Rusia, menyumbang sebagian besar dari 38% ekspor minyak Rusia yang dijual ke negara-negara di kawasan Asia dan Oseania pada tahun 2021.

Bagi China, Rusia saat ini adalah pemasok minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Para pengamat yakin, Rusia di tahun-tahun mendatang ingin menyalip Arab Saudi sebagai pemasok minyak utama untuk China.

"Dinamika paling menarik dari perspektif pasar energi yang akan kita saksikan tahun ini adalah, bagaimana Rusia mencoba untuk menggantikan hubungan komersial lama dari Timur Tengah ke Asia Timur,” kata Fernando Ferreira, analis risiko geopolitik dari biro konsultan energi Rapidan, kepada DW. Target besar Moskow lainnya adalah meningkatkan volume penjualan ke India secara signifikan.

 

4 dari 4 halaman

Bagaimana Sikap Negara BRICS terhadap Rusia?

Kelompok negara BRICS (Brasil, India, Cina, dan Afrika Selatan) semakin didesak untuk memperjelas sikap terhadap invasi Rusia di Ukraina. Persekutuan dagang negara-negara ekonomi menengah itu merupakan pemasok bahan baku terbesar bagi Rusia dan sebabnya berperan penting dalam menegakkan sanksi internasional.

Salah satunya adalah kredit dagang melalui Bank Pembangunan Baru (NDB), lembaga kredit yang dibentuk kelima negara. NDB meminjam duit di pasar internasional dengan bunga rendah untuk kemudian dikucurkan dalam bentuk kredit kepada negara-negara BRICS. 

"Saat ini posisi BRICS cenderung menahan diri dan tidak ada koordinasi politik yang kuat untuk bereaksi terhadap sanksi oleh Amerika Serikat dan Eropa,” kata Roberto Goulart dari Universitas Brasilia kepada DW.

"Di tengah ketidakpastian yang besar, BRICS cenderung tidak ingin mendeklarasikan keberpihakan politik,” imbuhnya.

"Mereka belum punya strategi yang jelas,” timpal Ignacio Bartesaghi, Direktur Institut Perdagangan Internasional di Universitas Katholik, Uruguay. "Namun, yang jelas kita akan segera memiliki aliansi, koalisi, dan kemitraan geostrategis yang baru.”

Kocok Ulang Kemitraan Dagang

Larry Fink, Direktur Blackrock, sebuah perusahaan manajemen keuangan, meyakini perceraian jangka panjang antara Rusia dan perekonomian dunia akan memorak-porandakan jaringan kemitraan dagang yang ada, tulisnya dalam sebuah surat kepada para pemegang saham.

Menurutnya, negara-negara di dunia akan mengkaji ulang dan mengurangi kebergantungannya terhadap negara lain. Hal ini bisa memicu penarikan dana investasi dari sejumlah negara dan terbentuknya persekutuan dagang baru dengan negara lain. Kegaduhan akibat invasi Ukraina sebabnya dilihat sebagai peluang bagi negara sentra produksi lain seperti Meksiko, Brasil, atau Asia Tenggara. 

Ketika Arab Saudi menolak desakan AS menambah produksi minyak, Brasil berinisiatif meningkatkan kapasitas produksi sebanyak 10 persen hingga akhir tahun. Keputusan itu, demikian kata Menteri Energi dan Pertambangan Bento Albuquerque, "merupakan sumbangsih Brasil bagi stabilitas pasar energi global.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.