Sukses

Sehari Tembus 300 Lebih Kasus, Taiwan Tinggalkan Kebijakan Nol COVID-19

Taiwan sebagian besar telah menutup perbatasannya dan menerapkan aturan karantina yang ketat selama pandemi COVID-19.

Liputan6.com, Taipei - Taiwan akan mengesampikan kebijakan nol-COVID dan sebaliknya fokus pada penanganan infeksi paling parah dalam upaya untuk hidup dengan virus corona.

Keputusan tersebut membuat China - dan pusat keuangannya Hong Kong - sebagai satu-satunya ekonomi utama yang masih berpegang teguh pada strategi tersebut bahkan ketika Omicron menerobos pertahanan dua negara itu.

Taiwan sebagian besar telah menutup perbatasannya dan menerapkan aturan karantina yang ketat selama pandemi COVID-19, menjaga jumlah infeksi tetap rendah, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (7/4/2022).

Wabah tahun lalu mendorong langkah-langkah jarak sosial yang secara ekonomi begitu memberatkan bagi Taiwan.

Ditanya pada sesi parlemen pada hari Kamis apakah Taiwan berada dalam "fase transisi" dari mengejar nol kasus menjadi hidup dengan virus, Menteri Kesehatan Chen Shih-chung menjawab: "Ya, Anda bisa mengatakannya."

“Kami tidak akan menghentikan perjalanan menuju keterbukaan, ini adalah arah kami tetapi akan mempertahankan manajemen yang efektif. Tujuan utamanya sekarang adalah mitigasi bahaya,” katanya.

Pernyataan Chen datang sehari setelah Presiden Tsai Ing-wen menyerukan ketenangan dan kepercayaan pada kemampuan pulau itu untuk menghadapi lonjakan kasus Corona COVID-19.

"Dengan vaksinasi berkelanjutan dan penggunaan sumber daya medis yang ditargetkan, kami terus mengejar tujuan kami untuk mengurangi bahaya sambil juga memastikan kesehatan ekonomi," tweetnya pada Rabu (6/4).

Untuk sebagian besar pada Maret 2022, Taiwan mencatat jumlah kasus dalam satu digit, tetapi infeksi terus meningkat hingga menjadi 87 yang dilaporkan pada 31 Maret 2022.

Pada Kamis (7/4), infeksi baru naik menjadi 382 kasus COVID-19, ​​rekor tahun ini dan hari ketujuh berturut-turut dengan jumlah melebihi 100.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Taiwan Belum Sepenuhnya Bisa Hidup dengan COVID-19

Chen mengatakan bahwa Taiwan belum dapat sepenuhnya hidup dengan virus tetapi berencana untuk "secara bertahap melonggarkan" persyaratan karantina.

Satu hal yang mencuat adalah tingkat vaksinasi yang kurang baik. Saat ini, 79 persen populasi telah menerima dua dosis, tetapi hanya 51 persen yang mendapat booster.

Rencana Taiwan untuk mengubah taktik terjadi ketika wabah di jantung ekonomi China, Shanghai, memperlihatkan batas kontrol ketat nol-COVID.

Penduduk di kota berpenduduk 25 juta itu telah dikurung di rumah mereka dan pihak berwenang sekarang mencatat sekitar 20.000 infeksi baru setiap hari.

Media sosial China telah dipenuhi dengan cerita tentang orang-orang yang berjuang untuk mendapatkan pengiriman makanan dan obat-obatan.

Di Hong Kong, strategi nol-COVID runtuh ketika Omicron menerobos masuk pada awal tahun, meninggalkan kota itu dengan salah satu tingkat kematian tertinggi di dunia akibat virus tersebut.

3 dari 4 halaman

China Turunkan Ribuan Tentara dan Petugas Kesehatan ke Shanghai

China mengirim militer dan ribuan pekerja kesehatan ke Shanghai untuk membantu pelaksanaan tes COVID-19 terhadap seluruh 26 juta warganya pda hari Senin (4/4), dalam salah satu respons kesehatan masyarakat terbesarnya.

Sebagian warga diminta untuk bangun sebelum subuh untuk melakukan tes COVID-19 di kompleks perumahan mereka, banyak di antaranya yang antre dengan mengenakan piyama, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.

Menurut surat kabar angkatan bersenjata, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pada Minggu (3/4) mengirim lebih dari 2.000 personel kesehatan yang direkrut dari angkatan darat, angkatan laut dan pasukan pendukung logistik gabungan ke Shanghai.

Banyak provinsi seperti Jiangsu, Zhejiang dan Beijing telah mengirim tenaga kesehatan ke Shanghai, menurut laporan media, dengan sebagian memperkirakan jumlahnya lebih dari 10 ribu.

Ini merupakan respons kesehatan masyarakat terbesar China sejak negara itu menangani awal wabah COVID-19 di Wuhan, di mana virus corona pertama kali ditemukan pada awal 2020. Ketika itu Dewan Negara menyatakan PLA mengirim lebih dari 4.000 personel medis ke provinsi Hubei, di mana Wuhan berada.

Shanghai memulai lockdown dua tahap Senin lalu yang telah diperluas sehingga praktis mengurung semua warga di rumah mereka. Kota ini melaporkan 8.581 kasus COVID-19 tanpa gejala dan 425 kasus bergejala pada hari Minggu (3/4).

4 dari 4 halaman

Imbauan Bagi Warga Kota

Warga kota juga diminta melakukan tes antigen mandiri pada hari Minggu. Meskipun wabah tersebut terhitung kecil berdasarkan standar global, Shanghai telah muncul sebagai ujian bagi strategi pemberantasan COVID China yang didasarkan pada tes, pelacakan kontak serta karantina semua kasus positif dan kontak dekat mereka.

Strategi ini telah menunjukkan tanda-tanda kesulitan, dengan warga mengeluhkan pusat-pusat karantina yang penuh sesak dan tidak bersih, serta kesulitan dalam memastikan pasokan makanan dan bantuan medis yang diperlukan.

Namun Presiden China Xi Jinping telah mendesak negara agar mengendalikan momentum wabah itu sesegera mungkin sambil berpegang pada kebijakan pemberantasan COVID yang dinamis.

Hari Sabtu, Wakil PM Sun Chunlan, yang dikirim ke Shanghai oleh pemerintah pusat, mendesak kota itu agar “mengambil langkah tegas dan segera” untuk mengendalikan pandemi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.