Sukses

Peretas Rusia Beraksi Bobol Data Ukraina di Hari Invasi

Ratusan komputer di Ukraina, Latvia dan Lithuania dikabarkan menjadi korban serangan malware perusak data.

, Kiev - Pada hari invasi Rusia, Kamis (24/2), seratusan komputer di Ukraina, Latvia dan Lithuania dikabarkan menjadi korban serangan malware perusak data. Kebanyakan target serangan adalah "organisasi-organisasi besar,” kata Jean-Ian Boutin, peneliti laboratorium digital, ESET.

Penyelidikan mengungkap serangan sudah direncanakan sejak tiga bulan lalu, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Minggu (26/2/2022).

Sehari sebelumnya, serangan DDoS menghantam situs-situs pemerintah, yang disusul pemadaman internet secara sporadis di penjuru negeri, lapor Doug Madory, Direktur Analisa Internet di Kentik Inc. sebuah perusahaan keamanan siber Inggris.

Serangan denial-of-service (DDoS), yang membanjiri situs sasaran dengan data sampah sehingga tidak bisa diakses, diyakini didalangi oleh dinas rahasia Rusia, GRU, klaim AS dan sekutunya.

Dinas keamanan siber Ukraina mengatakan, jejaring seluler nasional sempat mengalami gangguan, dan "berada di bawah stres tingkat tinggi saat ini,” imbuh Madory yang memantau penggunaan internet di Ukraina.

Rusia diklaim ikut menyusupi dan membonceng infrastruktur internet di Ukraina untuk kepentingan militer. Otoritas di Ukraina misalnya memublikasikan sederet kanal media sosial yang menyebarkan "disinformasi aktif” dan sebabnya diminta untuk dihindari.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Target Ekonomi

Perusahaan keamanan siber, Symantec, mengaku mendeteksi virus malware buatan Rusia di tiga kontraktor pemerintahan Ukraina, dengan cabang di Latvia dan Lituania. Repotnya, kedua negara Baltik itu merupakan anggota NATO.

"Para penyerang membidik target-target ini tanpa peduli di mana mereka berlokasi,” kata Vikram Thakur, Direktur Teknik Symantec. "Ketiga kontraktor, memiliki kedekatan dengan pemerintah Ukraina,” imbuhnya.

Analis keamanan siber Inggris, Chester Winievski, mengaku tidak terkejut oleh serangan tersebut. "Rusia kemungkinan besar sudah merencanakan ini sejak berbulan lalu,” kata dia. Menurutnya, serangan tersebut adalah "pesan dari Kremlin bahwa mereka telah merusak sejumlah besar infrastruktur Ukraina, dan menunjukkan kemampuan peneterasi yang tinggi.”

Serangan siber sudah menjadi bagian dari agresi Rusia di Ukraina sejak sebelum 2014, ketika Kremlin menganeksasi Krimea dan berusaha menyabot pemilu. Cara serupa juga dilaporkan saat eskalasi terhadap Estonia pada 2007 dan Georgia 2008.

Margaret Klein, peneliti di Institut Studi Keamanan (SWP), Jerman, mengatakan "prioritas utama Rusia,” dalam menggencarkan seranga siber "adalah untuk mendikte narasi perang,” kataya kepada DW sesaat sebelum serangan militer ke Ukraina dilancarkan.

Pergulatan untuk mendominasi opini publik sudah berlangsung sejak beberapa tahun, imbuhnya. "Strateginya adalah destabilisasi. Mereka berusaha menekan Ukraina sekeras mungkin, terutama di dalam negeri, untuk memaksakan perubahan kembali ke haluan pro-Rusia,” imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.