Sukses

Jerman Akan Mencabut Larangan Iklan Aborsi di Publik

Berdasarkan kesepakatan kompromi pada 2019, pemerintah Angela Merkel membiarkan larangan itu secara resmi berlaku.

Liputan6.com, Berlin - Menteri Kehakiman Jerman mengatakan ia akan mengajukan undang-undang bulan depan yang akan menghapus hukum pidana bagi dokter yang "mengiklankan" aborsi -- salah satu dari beberapa kebijakan sosial liberal yang direncanakan pemerintah baru.

Tiga partai yang membentuk pemerintahan Kanselir Olaf Scholz telah lama menentang aturan terkait iklan aborsi yang berlaku saat ini, tetapi aturan itu dipertahankan oleh partai konservatif pimpinan mantan Kanselir Jerman Angela Merkel, yang saat ini menjadi pihak oposisi.

Menteri Kehakiman Marco Buschmann mengatakan dalam komentarnya di surat kabar Funke yang terbit pada Rabu (22/12) bahwa ada reformasi besar-besaran pada kebijakan sosial.

Ia mengatakan langkah pertama adalah menghapus sebuah paragraf dalam KUHP Jerman yang melarang iklan aborsi yang pelanggarnya bisa dikenai denda atau hukuman penjara hingga dua tahun.

Berdasarkan kesepakatan kompromi pada 2019, pemerintah Angela Merkel membiarkan larangan itu secara resmi berlaku, tetapi mengizinkan dokter dan rumah sakit untuk mengatakan di situs web mereka bahwa mereka menyediakan layanan aborsi. Namun, mereka tidak diizinkan untuk memberikan informasi lebih rinci.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pro dan Kontra

Buschmann mengatakan apa yang disebut paragraf 219a merupakan "risiko hukuman" bagi dokter yang melakukan aborsi legal yang memberikan informasi faktual di internet, dan itu "tidak masuk akal".

"Banyak perempuan kesulitan mencari informasi mengenai aborsi di internet," katanya. "Sayangnya, dokter yang secara profesional memiliki kualifikasi terbaik untuk memberi tahu mereka tidak boleh memberikan informasi itu di sana."

Perubahan lain pada kebijakan sosial yang direncanakan oleh koalisi pemerintahan baru adalah menghapus undang-undang berusia 40 tahun yang mengharuskan orang transeksual untuk mendapatkan penilaian psikologis dan keputusan pengadilan sebelum secara resmi mengubah gender, sebuah proses yang sering kali melibatkan pertanyaan-pertanyaan intim.

Koalisi pemerintahan baru berjanji untuk menggantinya dengan undang-undang menentukan nasib sendiri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.