Sukses

10 November 1995: Sejumlah Aktivis Nigeria Dihukum Gantung Pemerintah

Para aktivis itu dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah terlibat dalam empat pembunuhan.

Liputan6.com, Abuja - Penulis dan aktivis hak asasi manusia, Ken Saro-Wiwa dieksekusi mati di Nigeria meskipun ada permohonan grasi dari seluruh dunia.

Penguasa militer negara itu memerintahkan eksekusi Saro-Wiwa dan delapan pembangkang lainnya untuk dihukum mati di hari tersebut tepat pukul 07.30 waktu setempat.

Mereka dirantai di sebuah penjara di selatan kota Port Harcourt dan digantung, demikian dikutip dari laman BBC, Rabu (9/11/2021).

Para aktivis itu dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah terlibat dalam empat pembunuhan.

Saro-Wiwa bersikeras bahwa mereka dijebak karena penentangan mereka terhadap industri minyak di wilayah Niger-Delta di Nigeria selatan.

Dalam persidangannya, Saro-Wiwa mengatakan bahwa kasus ini dirancang untuk mencegah anggota sukunya, Ogoni, menghentikan pencemaran tanah air dan mendapatkan bagian yang adil dari keuntungan minyak.

Puluhan anggota Suku Ogoni telah dipenjara oleh rezim militer yang dipimpin oleh Jenderal Sani Abacha yang merebut kekuasaan dua tahun lalu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pembunuhan Yudisial

Pemerintah takut akan penentangan mereka terhadap pertambangan yang membuat perusahaan menjauh, terutama kelompok Inggris-Belanda, seperti Shell.

Shell adalah operator terbesar di Nigeria dan minyak yang diekstraksi di wilayah Niger-Delta memberikan sebagian besar pendapatan ekspor Nigeria.

Kematian Saro-Wiwa dan aktivis lainnya akan menyebabkan pengusiran atau penangguhan Nigeria dari Persemakmuran yang para pemimpinnya saat ini bertemu di Selandia Baru.

Setelah berita eksekusi diumumkan, Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela mengatakan, delegasinya akan merekomendasikan penangguhan Nigeria sampai pemerintah yang demokratis terpilih.

Perdana Menteri Inggris kala itu John Major menyebut eksekusi itu sebagai "pembunuhan yudisial" dan mengatakan dia tidak melihat bagaimana Nigeria sekarang bisa tetap berada di Persemakmuran.

3 dari 3 halaman

Infografis Vaksin Covid-19 Booster, Butuh atau Enggak?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.