Sukses

PBB Ingatkan Ancaman Krisis Air Global

Seiring pertumbuhan populasi, jumlah orang dengan akses yang tidak memadai ke air bersih juga diperkirakan akan meningkat.

, New York - Sebagian besar negara di dunia tidak siap menghadapi krisis air, seperti banjir dan kekeringan yang diperkirakan akan memburuk seiring perubahan iklim, kata laporan terbaru badan meteorologi PBB, WMO.

Pengelolaan air global saat ini masih "terpecah-pecah dan tidak memadai,'' kata laporan Organisasi Meteorologi Dunia WMO yang dirilis hari Selasa (5/10).

Hampir 60% dari 101 negara yang disurvei membutuhkan sistem perkiraan yang lebih baik yang dapat membantu mencegah kerusakan akibat cuaca buruk dan banjir.

Seiring pertumbuhan populasi, jumlah orang dengan akses yang tidak memadai ke air bersih juga diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada tahun 2050, dari 3,6 miliar pada tahun 2018, kata laporan itu.

Di antara tindakan yang direkomendasikan oleh World Meteorological Organization (WMO) adalah sistem peringatan yang lebih baik untuk daerah rawan banjir dan kekeringan.

Sistem peringatan harus dapat mengidentifikasi, misalnya, kapan sungai diperkirakan akan meluap. Pendanaan dan koordinasi yang lebih baik di antara negara-negara dalam pengelolaan air juga diperlukan, kata laporan itu selanjutnya.

"Kita harus bangun untuk menghadapi krisis air yang mengancam," kata Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal WMO.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bencana Banjir Secara Global Meningkat

Laporan tersebut mengemukakan, sejak tahun 2000 bencana terkait banjir secara global meningkat 134% dibandingkan dengan dua dekade sebelumnya. Sebagian besar kematian dan kerugian ekonomi terkait banjir terjadi di Asia, di mana curah hujan ekstrem menyebabkan banjir besar di Cina, India, Indonesia, Jepang, Nepal, dan Pakistan pada tahun lalu.

Frekuensi bencana terkait kekeringan naik 29% selama periode yang sama. Negara-negara Afrika mencatat kematian paling banyak terkait kekeringan. Kerugian ekonomi paling parah akibat kekeringan terjadi di Amerika Utara, Asia dan Karibia, kata laporan itu.

Secara global, laporan tersebut menemukan 25% dari semua kota sudah mengalami kekurangan air secara berkala. Selama dua dekade terakhir, pasokan gabungan dari sumber air permukaan, air tanah, dan air yang ditemukan di dalam tanah, salju, dan es di planet ini telah menurun sampai 1 sentimeter per tahun.

Pertambahan populasi bisa picu krisis air"Pertumbuhan penduduk yang pesat akan semakin membebani pasokan air, khususnya di sub-Sahara Afrika", kata Elfatih Eltahir, seorang profesor hidrologi dan iklim di Massachusetts Institute of Technology.

"Ketersediaan air pada populasi yang meningkat akan menentukan, di mana adaptasi air bakal cukup mendesak,” katanya.

Meskipun ada sejumlah kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, laporan tersebut menyimpulkan, jika tidak ada perbaikan 107 negara tidak akan bisa memenuhi target pengelolaan pasokan dan akses air secara berkelanjutan pada tahun 2030.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini