Sukses

Paus Fransiskus Ingatkan Umat Agar Tak Campuri Agama dengan Kepentingan Politik

Paus Fransiskus pertengahan bulan ini mengingatkan umat bahwa agama tidak boleh digunakan untuk politik.

Liputan6.com, Budapest - Dalam lawatannya ke Slovakia pertengahan bulan September ini, Paus Fransiskus mengingatkan umat agar tidak mengeksploitasi agama demi kepentingan politik.

Paus Fransiskus pertengahan bulan ini mengingatkan umat bahwa agama tidak boleh digunakan untuk politik. Ia juga memperingatkan umat Kristen agar tidak berusaha menjadi seseorang yang merasa superior. Ini tampaknya merupakan kritik Paus Fransiskus mengenai penggunaan agama untuk tujuan partisan.

Dalam kunjungan hari kedua di Slovakia pada 14 September lalu, Paus Fransiskus terbang dari Ibu Kota, Bratislava, ke Presov, kota di bagian timur, di mana ia memimpin misa panjang yang dikenal sebagai Liturgi Ilahi (Divine Liturgy). Ini adalah ritual Bisantin yang digunakan oleh Gereja Katolik Timur dan Gereja Ortodoks.

Paus Fransiskus mengemukakan khotbahnya dengan tema yang berkisar mengenai identitas Kristen dan salib, dengan mengatakan semua itu kerap digunakan secara dangkal, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (28/9/2021).

"Hal yang sama juga berlaku untuk salib, dilukis atau dipahat di setiap sudut gereja kita. Salib ditemukan di sekitar kita: di leher, di rumah, di mobil, di saku. Apa gunanya ini, kecuali jika kita berhenti untuk melihat ke Yesus yang disalibkan dan membuka hati kita untuk-Nya, kecuali jika kita membiarkan diri terkena luka-luka yang Ia pikul untuk kita, kecuali jika hati kita membengkak karena penuh dengan perasaan sedih dan kita menangis di hadapan Tuhan yang terluka karena kasih-Nya untuk kita," kata Paus Fransiskus kepada sekitar 30 ribu jemaat yang menghadiri misa itu.

"Jika kita tidak melakukan itu, salib tetap menjadi seperti buku yang belum dibaca yang judul dan penulisnya kita tahu, tanpa ada dampaknya bagi hidup kita," lanjutnya.

Paus Fransiskus menambahkan bahwa salib tidak boleh dikurangi nilainya menjadi simbol politik dan penanda status sosial.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Singgah di Hungaria

Di Hungaria, di mana Paus Fransiskus singgah sebentar beberapa hari sebelumnya, PM Viktor Orban telah menyerukan sentimen agama dalam politik nasionalis dan antiimigrannya. Orban mengatakan bahwa warisan Kristen terancam lenyap.

"Di sini, syukur kepada Tuhan, kita tidak menemukan orang-orang yang mempersekusi orang Kristen, seperti di banyak bagian dunia lainnya. Namun kesaksian kita dapat diperlemah oleh keduniawian dan sikap biasa-biasa saja. Salib justru menuntut kesaksian yang jernih. Karena salib bukanlah bendera untuk dilambai-lambaikan, tetapi merupakan sumber murni cara hidup yang baru Yang mana? Itulah Injil, itulah Sabda Bahagia. Saksi yang bukan hanya memikul salib di hatinya, dan bukan hanya di lehernya, tidak memandang seorang pun sebagai musuh, tetapi setiap orang sebagai saudara atau saudari yang kepada siapa Yesus berikan hidupnya," papar Paus Fransiskus.

Sejumlah partai politik di Eropa, termasuk beberapa kelompok ekstrem kanan, menggunakan salib dalam bendera atau lambang partai mereka.

Di Slovakia, People’s Party-Our Slovakia (Partai Rakyat-Slovakia Kita) yang berhaluan ekstrem kanan menyatakan berdiri atas tiga pilar – Kristen, nasional dan sosial – dan telah bertekad akan menghalangi imigrasi pengungsi yang kebanyakan Muslim.

Di Hungaria, salah satu sekutu pemerintahan Orban, Partai Rakyat Demokrat Kristen yang kecil, menggunakan salib sebagai simbol mereka. Begitu pula Mi Hazank, Partai Tanah Air Kami, partai nasionalis ekstrem kanan, yang menggunakan lambang salib Romawi Timur dengan dua palang horizontal.

Dalam ibadat di Slovakia itu, Paus Fransiskus juga memperingatkan umat Kristen agar tidak menggunakan agama mereka dalam apa yang disebut perang budaya, yang diyakininya merusak kebaikan bersama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.