Sukses

Keluarga Korban Serangan Drone AS di Kabul Tuntut Keadilan: Balita Saya Tewas

Aimal Ahmadi, yang putrinya yang berusia tiga tahun Malika tewas pada 29 Agustus, ketika rudal api neraka AS menghantam mobil kakak laki-lakinya.

Liputan6.com, Kabul - Sehari setelah militer Amerika Serikat mengakui bahwa serangan drone di ibukota Afghanistan bulan lalu secara keliru menewaskan 10 anggota keluarga, termasuk tujuh anak-anak, para penyintas mengatakan permintaan maaf saja dari Washington tidaklah cukup.

Aimal Ahmadi, yang putrinya yang berusia tiga tahun Malika tewas pada 29 Agustus, ketika rudal api neraka AS menghantam mobil kakak laki-lakinya, mengatakan kepada Al Jazeera pada Sabtu 18 September 2021 bahwa keluarga menuntut Washington menyelidiki siapa yang menembakkan pesawat tak berawak dalam serangan Kabul.

"Saya kehilangan 10 anggota keluarga saya. Saya ingin keadilan dari AS," katanya seperti diwartakan Aljazeera, dikutip pada Minggu (19/9/2021).

"Kami adalah orang yang tidak bersalah, kami tidak melakukan kesalahan apapun."

Aljazeera melaporkan bahwa keluarga mencari kompensasi dari AS dan jika memungkinkan, kesempatan untuk meninggalkan Afghanistan.

Keluarga juga menuntut agar personel militer yang bertanggungjawab harus dihukum.

"Tidak cukup dengan minta maaf, AS harus menemukan orang yang melakukan ini."

Organisasi berita melaporkan setelah serangan itu bahwa pengemudi kendaraan yang ditargetkan, Zemerai Ahmadi, adalah karyawan lama di sebuah organisasi kemanusiaan Amerika Serikat dan mengutip tidak adanya erbukti untuk mendukung pernyataan Pentagon bahwa kendaraan itu berisi bahan peledak.

Rudal drone AS itu menghantam ketika mobil itu berada di jalan masuk rumah keluarga dan anak-anak berlari untuk menyambut Zemerai --menewaskan mereka.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penyelidikan oleh Kongres AS

Pada hari Jumat, Jenderal Marinir AS Frank McKenzie, kepala Komando Pusat AS, menyebut serangan itu sebagai "kesalahan tragis", dan setelah berminggu-minggu penyangkalan, mengatakan bahwa warga sipil tak berdosa memang tewas dalam serangan itu dan bukan pejuang yang terkait dengan Negara Islam di Provinsi Khorasan, ISKP (ISIS-KP), seperti yang awalnya diklaim oleh militer AS.

"Pada saat serangan, saya yakin bahwa serangan itu telah mencegah ancaman yang akan segera terjadi terhadap pasukan kami di bandara. Itu adalah kesalahan, dan saya menawarkan permintaan maaf saya yang tulus," kata McKenzie, menambahkan AS sedang mempertimbangkan untuk melakukan pembayaran reparasi kepada keluarga para korban.

Sehari setelah serangan itu, anggota keluarga mengatakan kepada Al Jazeera bahwa 10 orang yang tewas berusia antara dua hingga 40 tahun.

AS mengatakan bahwa mereka telah melakukan "pengambilan keputusan yang dibuat dengan keyakinan yang sungguh-sungguh" sebelum menarik pelatuk rudal drone tersebut, mengatakan bahwa target diyakini membawa bahan peledak akan memberikan ancaman pada kemudian hari.

Tetapi Ahmadi bertanya-tanya bagaimana rumah keluarganya bisa saja disalahartikan sebagai tempat persembunyian ISIS-KP.

Bahkan ketika bukti meningkat sebaliknya, para pejabat Pentagon menegaskan bahwa serangan itu telah dilakukan dengan benar, untuk melindungi pasukan AS yang tersisa di bandara Kabul menjelang penarikan terakhir pada hari berikutnya, pada 30 Agustus.

Akan tetapi, Menteri Pertahanan Lloyd Austin merilis sebuah pernyataan pada hari Jumat yang juga menyebut serangan itu sebagai "kesalahan mengerikan".

Anggota Kongres juga menyerukan penyelidikan menyeluruh atas masalah ini, termasuk Betty McCollum, ketua Subkomite Pertahanan Alokasi DPR.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.