Sukses

Menlu AS Antony Blinken ke Qatar untuk Misi Afghanistan, Bakal Bertemu Taliban?

Menlu AS Antony Blinken melakukan perjalanan pertamanya ke Qatar sejak Taliban mengambil alih Afghanistan.

Liputan6.com, Washington D.C - Menteri Luar Negeri, AS Antony Blinken pada Minggu 5 September 2021 menuju Qatar dalam perjalanan pertamanya sejak Taliban mengambil alih Afghanistan.

Dikutip dari The guardian, Selasa (7/9/2021), perjalanan itu semata-mata untuk mencari front persatuan dengan sekutu yang terguncang oleh kekacauan.

Qatar, sebuah pangkalan militer utama AS, telah menjadi pintu gerbang bagi 55.000 orang yang diterbangkan keluar dari Afghanistan. Jumlah itu hampir setengah dari total orang yang dievakuasi oleh tentara AS setelah kemenangan Taliban di tengah penarikan tentara AS.

Pada Rabu mendatang, Antony Blinken akan menuju pangkalan udara AS Ramstein di Jerman, rumah sementara bagi ribuan warga Afghanistan yang pindah ke Amerika Serikat. Di sana dia akan mengadakan pertemuan tingkat Menteri secara virtual dengan 20 negara tentang krisis Afghanistan bersama Menteri Luar Negeri, Jerman Heiko Maas.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Upaya Membuka Bandara Kabul

Antony Blinken mengatakan bahwa di Qatar dia akan mengungkapkan rasa terima kasih atas semua yang mereka lakukan untuk mendukung upaya evakuasi. Ia juga bakal bertemu dengan warga Afghanistan yang diselamatkan, serta diplomat AS yang telah memindahkan fungsi dari kedutaan yang ditutup di Kabul ke Doha.

Dia juga akan berbicara dengan Qatar tentang upaya bersama Turki untuk membuka kembali bandara Kabul yang bobrok. Bandara prioritas mendesak yang diperlukan untuk menerbangkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan dan mengevakuasi warga Afghanistan yang tersisa.

Taliban telah berjanji bahwa mereka akan terus membiarkan warga Afghanistan pergi jika mereka mau, hal tersebut menjadi salah satu masalah utama yang akan dibahas oleh sekutu AS dalam pembicaraan di Jerman.

Amerika Serikat mengatakan akan memantau tindak lanjut komitmen Taliban karena menentukan arah masa depannya dengan kelompok Islam garis keras, yang rezimnya pada 1996-2001 digulingkan oleh pasukan AS karena interpretasi Islam yang sangat keras mencakup eksekusi di depan umum dan hukuman mati serta pembatasan ketat hak-hak perempuan.

3 dari 3 halaman

Afghanistan Harus Berjuang Sendiri

Namun, para pejabat AS mengatakan bahwa Antony Blinken tidak berencana untuk bertemu dengan Taliban, yang telah membuat Doha sebagai basis diplomatik mereka dalam merundingkan penarikan AS dengan pemerintahan Donald Trump sebelumnya.

"Pada lingkup keterlibatan tingkat tinggi dengan Taliban, saya akan menempatkan semacam itu dalam kategori pengakuan untuk dipertimbangkan atau ditentukan saat kita melihat apa yang terjadi dengan upaya mereka untuk memerintah," kata Dean Thompson, diplomat AS untuk Asia Selatan dan Tengah.

Negara-negara Eropa sebagian besar menyambut kekalahan Presiden Joe Biden dari Trump, yang senang dengan sekutu, tetapi para pemimpin secara terbuka mempertanyakan penanganan penarikan itu.

Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace, menyebut bahwa Amerika Serikat tidak lagi menjadi negara adidaya. Armin Laschet yang merupakan pemimpin partai berkuasa Kanselir Jerman Angela Merkel dan calon kuat menggambarkan misi Afghanistan sebagai bencana terbesar dalam sejarah NATO.

Sama halnya Donald Trump, Joe Biden berpendapat bahwa tidak ada lagi yang bisa dicapai dalam perang terpanjang Amerika. Pemerintah Afghanistan, yang didanai oleh Amerika Serikat selama 20 tahun, perlu berjuang sendiri.

 

Reporter: Cindy Damara

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.