Sukses

Sungai Parana di Amerika Selatan Mengering, Akibat Perubahan Iklim?

Permukaan air di sungai Parana, Amerika Selatan telah turun ke level terendah sejak tahun 1940-an.

Liputan6.com, Brasilia - Permukaan air di sungai terpanjang kedua di Amerika Selatan, Parana, telah turun ke level terendah sejak tahun 1940-an. 

Hal itu menuai kekhawatiran di antara para pencinta lingkungan dan pakar, tentang gejala dari perubahan iklim.

Dikutip dari AFP, Rabu (1/9/2021) turunnya air secara drastis di sungai Parana mempengaruhi pelayaran pedagang, pembangkit listrik, perikanan, pariwisata, serta penyediaan air minum dan irigasi.

Efeknya bahkan meluas ke perubahan topografi, tanah dan komposisi mineral air sungai.

Para ahli pun bingung apakah kasus ini adalah bagian dari siklus alam atau hasil dari perubahan iklim.

Sungai Parana, terhubung dengan akuifer Guarani - salah satu sumber air tawar bawah laut terbesar di dunia - dan membentang lebih dari 4.000 kilometer melalui Brasil, Paraguay, dan Argentina.

Sungai tersebut juga menyatu dengan sungai Paraguay dan Uruguay, membentuk Rio de la Plata sebelum bermuara ke Samudra Atlantik.

"Parana adalah lahan basah sosio-produktif terbesar, paling beragam dan paling penting di Argentina," kata ahli geologi dan seorang profesor di National University of the Littoral di Santa Fe, Carlos Ramonell, kepada AFP.

"Hanya 10 hingga 20 persen yang terkandung air, sisanya kering," ungkap Ramonell.

"Orang-orang telah menyebut bendungan Brasil, penggundulan hutan, dan perubahan iklim sebagai penyebab tetapi dari sudut pandang ilmiah kita tidak dapat mengatakannya. Jelas karena kurangnya hujan, tetapi apa yang memprovokasi itu?," ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Turunnya Permukaan Air Sungai Parana Berdampak pada Pelintasan Kapal dan Pembangkit Listrik

Sekitar 4.000 kapal tongkang, 350 kapal tunda, dan 100 kapal pengangkut peti menunggu hingga permukaan air di sungai Parana naik.

Musim hujan juga masih terjadi hingga setidaknya tiga bulan lagi.

Pada Mei 2021, Brasil membuka bendungannya untuk memungkinkan ratusan perahu melintasi sungai, tetapi permukaan sungai sejak itu turun terlalu rendah.

Ekspor kedelai Bolivia dan impor solar juga telah terpengaruh.

Laju aliran air rata-rata di Sungai Parana adalah 17.000 meter kubik per detik, tetapi telah turun menjadi hanya 6.200 - hampir di atas rekor terendah pada tahun 1944, yaitu 5.800.

Hal itu telah mengurangi setengah aliran listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga air Yacyreta yang membentang di sungai Parana - antara Argentina dan Paraguay.

Pembangkit listrik ini diketahui memasok 14 persen listrik Argentina.

"Tahun lalu kami pikir kami akan mencapai titik terendah tetapi tahun ini ternyata menjadi lebih buruk," kata Marcelo Cardinali, seorang manajer di pabrik.

Tingkat air yang rendah telah mempengaruhi kemampuan ikan untuk berkembang biak, membuat sungai terputus dari sungai utama oleh gundukan pasir dan menghalangi laguna tempat mereka biasanya bertelur.

3 dari 3 halaman

Infografis 3 Tips Cuci Masker Kain untuk Cegah COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.