Sukses

Serangan Kelompok Bersenjata Kembali Terjadi di Burkina Faso, 132 Orang Tewas

Serangan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata menewaskan 132 orang di sebuah desa.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kelompok bersenjata telah menewaskan lebih dari 132 orang dalam serangan di sebuah desa di Burkina Faso utara

Kejadian ini pun menjadi serangan terburuk di negara itu dalam beberapa tahun terakhir, kata pemerintah.

Melansir BBC, Minggu (6/6/2021), rumah dan pasar lokal dibakar selama penggerebekan semalam di Solhan. Tidak ada kelompok yang mengatakan berada di balik kekerasan tersebut, tetapi serangan berkedok agama semakin sering terjadi di negara itu, terutama di daerah perbatasan.

Sekjen PBB mengatakan dia "marah" dengan insiden itu. António Guterres "sangat mengutuk serangan keji dan menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi masyarakat internasional untuk menggandakan dukungan kepada negara-negara anggota dalam perang melawan ekstremisme kekerasan dan korban manusia yang tidak dapat diterima," kata juru bicaranya.

Presiden Burkinabe Roch Kabore menyatakan masa berkabung nasional selama tiga hari dengan mengatakan, dalam sebuah tweet, bahwa "kita harus bersatu melawan kekuatan jahat".

Aparat keamanan saat ini sedang mencari pelaku, tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Serangan di Burkina Faso

Dalam serangan lain pada Jumat malam, 14 orang dilaporkan tewas di desa Tadaryat, sekitar 150 km (93 mil) di utara Solhan.

Bulan lalu, 30 orang tewas dalam serangan di timur Burkina Faso.

Negara ini menghadapi krisis keamanan yang mendalam, seperti banyak negara tetangganya, ketika kelompok-kelompok bersenjata melakukan penggerebekan dan penculikan di sebagian besar wilayah.

Pada bulan Mei, tentara Burkinabe melancarkan operasi skala besar sebagai tanggapan atas kebangkitan serangan militan. Meskipun demikian, pasukan keamanan berjuang untuk mencegah kekerasan yang telah memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan rumah mereka selama dua tahun terakhir.

Wilayah Sahel telah dilanda pemberontakan sejak gerilyawan merebut sebagian besar Mali utara pada 2012 dan 2013. Pasukan Prancis telah mendukung pasukan dari Mali, Chad, Mauritania, Niger dan Burkina Faso untuk memerangi militan.Tapi minggu ini, Prancis menghentikan kerjasama dengan Mali atas kudeta baru-baru ini di sana. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini