Sukses

Prancis-Selandia Baru Dorong Inisiatif Melawan Ekstremisme Online

Prancis dan Selandia Baru mengadakan pembicaraan soal inisiatif baru dalam melawan kasus ekstremisme online.

Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyerukan untuk memajukan kampanye mereka dalam mengekang ekstremisme online.

Inisiatif ini diluncurkan untuk melawan meningkatnya penggunaan media sosial oleh para ekstremis.

Amerika Serikat juga bergabung dengan inisiatif tersebut.

Pembicaraan mereka menandai dua tahun sejak para pemimpin mengeluarkan dukungan dalam menanggapi serangan di Christchurch, ketika seorang pria bersenjata menewaskan 51 orang di dua masjid pada 15 Maret 2019 silam, di mana pelaku diketahui menyebarkan aksi kejamnya secara langsung di Facebook.

Kampanye itu, untuk menyatukan pemerintah dan platform teknologi, telah didorong oleh keputusan pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk bergabung dengan inisiatif tersebut setelah ditolak oleh pendahulunya, Donald Trump.

"Kita semua memiliki peran untuk dimainkan dalam terus menerapkan keterlibatan dalam Panggilan Christchurch. Malam ini, kami menegaskan kembali kesediaan kami untuk melanjutkan jalan ini, bersama-sama," tulis Macron di Twitter usai pembicaraan dengan Ardern, seperti dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (15/5/2021).

Sementara itu, PM Selandia Baru Jacinda Ardern juga menyampaikan bahwa ia berjanji untuk menindak tegas konten ekstremisme secara luas.

"Di antara prioritas yang ingin saya lihat kemajuannya adalah kemampuan kolektif yang diperkuat untuk mengelola krisis terkait konten teroris dan ekstremis online," kata Ardern dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor kepresidenan Prancis, menjelang pembicaraan dengan Macron.

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

55 Negara Ikuti Kampanye Anti Ekstrimisme

Macron mengatakan bahwa 55 negara, termasuk semua negara anggota Uni Eropa, dua organisasi internasional, dan sepuluh perusahaan sekarang menjadi bagian dari inisiatif anti ekstremisme.

Para peserta dalam inisiatif Christchurch Call juga diminta untuk berkomitmen pada penghapusan konten teroris dan ekstremis brutal di media sosial serta platform online lainnya.

Macron menyambut baik langkah Amerika Serikat - serta enam negara lain - untuk bergabung dengan inisiatif tersebut. Namun beberapa negara utama, termasuk China dan Rusia, masih belum mendaftar.

"Tidak ada tempat untuk konten teroris dan ekstremis brutal di mana pun, baik online atau offline," ujar Macron.

Macron pun mengingat serangan yang dilakukan oleh para ekstremis yang terjadi selama setahun terakhir, terutama pembunuhan yang terjadi di Prancis pada Oktober 2020 terhadap seorang guru bernama Samuel Paty setelah dia menunjukkan gambar ilustrasi Nabi Muhammad kepada murid-murid di kelasnya.

"Internet disalahgunakan oleh teroris sebagai senjata untuk menyebarkan ideologi kebencian," pungkas Macron dalam sambutan pembukaannya, berbicara dalam bahasa Inggris.

"Saya memikirkan seruan online untuk kekerasan yang menyebabkan terbunuhnya Samuel Paty ... Ini tidak bisa dilupakan," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.