Sukses

Utusan PBB: Kekerasan yang Berlanjut di Myanmar Merusak Momentum Pertemuan ASEAN

Tindakan keras yang terus berlanjut berisiko merusak momentum untuk mengakhiri krisis menyusul pertemuan 10 anggota ASEAN.

Liputan6.com, Jakarta - Utusan khusus PBB untuk Myanmar mengatakan kepada Dewan Keamanan pada hari Jumat (30/4) bahwa dengan tidak adanya tanggapan kolektif internasional terhadap kudeta negara itu, kekerasan semakin memburuk dan jalannya negara berisiko terhenti, menurut para diplomat yang menghadiri pertemuan pribadi tersebut.

Christine Schraner Burgener memberi pengarahan kepada 15 anggota dewan dari Thailand, di mana dia telah bertemu dengan para pemimpin regional. Dia masih berharap untuk melakukan perjalanan ke Myanmar - di mana kudeta militer 1 Februari menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi - tetapi militer belum menyetujui kunjungan itu.

Protes pro demokrasi telah terjadi di kota-kota besar dan kecil di seluruh negeri sejak kudeta.

"Administrasi umum negara berisiko terhenti karena gerakan pro demokrasi terus berlanjut meskipun militer terus menggunakan kekuatan mematikan, penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan sebagai bagian dari penindasan militer," kata Schraner Burgener, menurut para diplomat.

Dia mengatakan kepada para diplomat bahwa laporan tindakan keras yang terus berlanjut berisiko merusak momentum untuk mengakhiri krisis menyusul pertemuan anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada Sabtu dengan pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing --demikian sebagaimana diwartakan Reuters, dikutip dari Antara, Minggu (2/5/2021).

Dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan tersebut, Dewan Keamanan menekankan "pentingnya seruan ASEAN untuk segera menghentikan kekerasan dan menyerukan penerapan Konsensus Lima Poin tanpa penundaan sebagai langkah pertama menuju solusi damai dan berkelanjutan melalui dialog yang konstruktif."

Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan lebih dari 3.400 orang telah ditahan karena menentang kudeta dan pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 759 pengunjuk rasa. Reuters tidak dapat memastikan jumlah korban.

Militer, yang memerintah selama hampir 50 tahun hingga meluncurkan proses reformasi tentatif satu dekade lalu, telah mengakui kematian beberapa pengunjuk rasa, mengatakan mereka dibunuh setelah mereka memulai kekerasan.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Keprihatinan Dewan Keamanan PBB

Dewan Keamanan menegaskan kembali "keprihatinan yang mendalam" atas situasi di Myanmar dan dukungannya untuk transisi demokrasi Myanmar. Dewan telah mengeluarkan beberapa pernyataan sejak kudeta. Beberapa diplomat mengatakan Rusia dan China kemungkinan akan mencegah tindakan dewan yang lebih kuat terhadap Myanmar.

Schraner Burgener mengatakan ada laporan yang mengkhawatirkan bahwa warga sipil, kebanyakan siswa dari daerah perkotaan, sedang dilatih cara menggunakan senjata oleh organisasi etnis bersenjata.

"Dengan tidak adanya tanggapan internasional kolektif, telah terjadi peningkatan kekerasan dan penggunaan alat peledak yang dilaporkan. Seruan untuk menahan diri secara maksimal oleh semua pihak telah ditanggapi dengan tanggapan dari beberapa pengunjuk rasa yang menanyakan siapa yang dapat menyalahkan mereka atas pembelaan diri mereka," katanya, menurut para diplomat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.