Sukses

Tsunami COVID-19 Menerjang, Dokter India Kirim Pesan SOS pada Dunia

Dokter di India sudah kewalahan karena gelombang besar COVID-19. Kenapa bisa begini?

Liputan6.com, New Delhi - Dokter di India mengirimkan pesan SOS (Save Our Souls) kepada dunia. Tsunami COVID-19 yang menerjang India telah membuat sistem kesehatan mencapai titik nadir.

Fasilitas kesehatan yang kewalahan bukan di daerah atau pedalaman, melainkan di ibu kota Delhi. Dr. Gautam Singh mulai memohon dengan putus asa agar pasiennya bisa selamat.

"Tolong kirimkan oksigen pada kita," ungkap Dr. Singhs di Twitter, dilaporkan AP News, Selasa (27/4/2021).

"Pasien-pasien saya sekarat," ujarnya dengan emosional.

Selain kehabisan oksigen, ICU di India juga mulai penuh dan nyaris semua ventilator digunakan. Upacara kremasi jenazah sudah tak dilakukan lagi di krematorium, melainkan di lapangan terbuka.

Negara-negara barat tengah mengirim bantuan. Perusahaan-perusahaan China pun turut berusaha memenuhi pesanan oksigen ke India.

Pakar kesehatan Krishna Udayakumar dari Duke Global Health Innovation Center berkata kondisi India tidak mungkin bisa bertahan dalam beberapa hari ke depan apabila situasi tidak membaik.

"Situasi di India tragis dan kemungkinan akan semakin parah dalam beberapa minggu hingga bulan," ujar Udayakumar. Ia lantas meminta adanya aksi global untuk membantu India di momen krisis ini.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Akibat Retorika Politisi?

Pada akhir Maret lalu, India sudah melonggarkan protokol COVID-19. Ada jutaan orang mengikuti festival Holi di seluruh penjuru negeri.

Aturan social distancing dan masker pun diabaikan. Tak hanya itu, politisi mulai menggelar kampanye akbar dengan puluhan ribu peserta. Protokol kesehatan juga diabaikan.

Jutaan orang juga ikut berkumpul di Sungai Ganga untuk berdoa. Acara-acara itu dicurigai mempercepat lonjakan kasus COVID-19 di India.

Krishna Udayakumar lantas mengecam tindakan para politikus.

"Banyak orang di seluruh India membayar dengan nyawa mereka atas kelakuan memalukan dari para pemimpin politik," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Pasien COVID-19 Meninggal di Jalanan

Sebelumnya dilaporkan, krisis COVID-19 di India semakin parah. Pasien-pasien meninggal di pinggir jalan karena rumah sakit penuh. Warga yang butuh oksigen juga harus menunggu berjam-jam di depan rumah sakit. 

Berdasarkan laporan Sky News, Senin (26/1/2021), keluarga pasien COVID-19 sampai harus memohon-mohon agar mendapatkan oksigen setelah berjam-jam menanti. Nyawa pasien itu tak selamat dan ia merengang nyawa di depan rumah sakit, terbaring di pinggiran. 

Peristiwa itu tidak terjadi di pedalaman, melainkan di ibu kota Delhi. Pasien terus datang ke rumah sakit yang sudah penuh. Pasien tidak datang dengan ambulans, melainkan naik bajaj, tanpa alat bantu medis. Walau pasien itu sudah sulit berjalan, ia tetap disuruh mencari rumah sakit lain karena tak ada tempat.

Seorang wanita muda berteriak-teriak frustrasi karena ibunya yang sekarat tidak mendapat tempat di rumah sakit. "Rumah sakit ini tidak berguna!" jeritnya. 

Tak sedikit keluarga pasien yang emosional dan menangis karena keluarganya tak tertolong di depan rumah sakit. Pasokan oksigen sulit didapatkan dan staf rumah sakit tidak bisa berbuat banyak.

Seorang pemuda berkata sempat mengantar ayahnya ke rumah sakit, tetapi tidak ada yang menolong hingga ayahnya mengembuskan napas terakhir. Setelahnya, ia mengantar kakeknya, dan lagi-lagi tidak ada yang mengurus di RS.

Jumlah kasus COVID-19 di India sudah tembus 17 juta kasus berdasarkan data Johns Hopkins University.

4 dari 4 halaman

Infografis COVID-19:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.