Sukses

Pelaku Teror Masjid di Selandia Baru Tolak Gelar Teroris

Pelaku teror masjid di Selandia Baru, Brenton Tarrant, menyoal gelar teroris yang ia dapat.

Auckland - Pelaku terorisme di masjid Selandia Baru, Brenton Tarrant, menolak dirinya disebut teroris. Ia mengambil langkah hukum agar statusnya sebagai teroris dibatalkan pengadilan. 

Dilansir ABC Australia, Kamis (15/4/2021), Brenton Tarrant saat ini sedang menjalani hukuman seumur hidup tanpa peluang bebas.

Kantor berita AAP melaporkan pria asal Australia yang membantai 51 jamaah masjid di Christchurch pada 15 Maret 2019 ini juga meminta diberi akses informasi ke dunia luar.

Namun pada persidangan hari Kamis (15/04) Brenton justru tidak muncul.

Tadinya sidang pendahuluan dijadwalkan berlangsung pukul 9 pagi waktu setempat dengan menghadirkan terpidana melalui sambungan telepon.

Radio New Zealand melaporkan persidangan peninjauan kembali yang diajukan Brenton tidak akan berpengaruh pada vonis seumur hidup yang telah dijatuhkan pada Agustus tahun lalu.

Notulen persidangan yang dirilis oleh Hakim Mahkamah Agung Geoffrey Venning menunjukkan pria berusia 30 tahun ini ingin mendapatkan askes berita dan surat-menyurat.

"Brenton menyampaikan ke otoritas penjara pagi ini jika ia punya keluhan soal kurangnya akses pada dokumen sehingga meminta penundaan sidang ini," kata Hakim Venning.

"Jika ia tidak ingin menghadiri sidang, maka dia tidak bisa dipaksa," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Upaya Tidak Jelas

Persidangan hari Kamis ini dimaksudkan untuk memastikan apakah Brenton ingin mengajukan upaya hukum formal, sehingga pihak penuntut dapat menanggapi dan pihak pengadilan akan mengadili.

Hakim Venning mengatakan, isu terkait dengan statusnya sebagai seorang teroris mungkin juga perlu disidangkan di Wellington, bukan di Auckland.

Belum ada jadwal sidang berikutnya, namun Hakim Venning menentapkan perlu pemberitahuan 14 hari sebelumnya bila terpidana atau jaksa penuntut ingin melanjutkan upaya hukum ini.

Brenton menjalani hukumannya di bagian isolasi napi berisiko tinggi di penjara Paremoremo Prison, Auckland.

Pada Oktober 2019, Brenton juga membatalkan upaya hukumnya untuk memindahkan persidangan ke Auckland, langkah yang dianggap banyak pihak sebagai upaya mempermainkan perasaan keluarga korban.

Maret tahun lalu, dia secara tidak terduga mengaku bersalah, sehingga menyebabkan proses persidangan dapat berlangsiung cepat.

Brenton divovis penjara seumur hidup pada Agustus tahun lalu karena terbukti melakukan tindak pidana terorisme dengan membunuh 51 orang dan percobaan pembunuhan terhadap 40 orang lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.