Sukses

Lebih dari 500 Orang Tewas Sejak Kericuhan Kudeta Militer di Myanmar

Lebih dari 500 orang tewas akibat kericuhan antar demonstran dan junta militer Myanmar dalam protes yang menentang kudeta.

Liputan6.com, Yangon - Lebih dari 500 orang tewas akibat kericuhan antar demonstran dan junta militer Myanmar dalam protes yang menentang kudeta dengan menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. 

Jumlah korban tewas itu bertambah ketika negara-negara Barat meningkatkan kecaman mereka atas kampanye militer melawan gerakan yang menuntut pemulihan demokrasi dan pembebasan Aung San Suu Kyi.

Amerika Serikat telah menangguhkan pakta perdagangan dengan Myanmar dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres juga menyerukan persatuan global untuk menekan junta setelah lebih dari 100 demonstran tewas dalam kekerasan berdarah selama akhir pekan.

Diketahui bahwa demo harian di seluruh Myanmar oleh para demonstran tak bersenjata telah disambut dengan gas air mata, peluru karet dan peluru tajam.

Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan bahwa mereka telah mengkonfirmasi total 510 kematian warga sipil di Myanmar, tetapi memperingatkan bahwa jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.

Sekjen PBB Guterres pun mendesak pemerintah Myanmar untuk melakukan "transisi demokrasi yang serius".

"Benar-benar tidak dapat diterima melihat kekerasan terhadap orang-orang pada tingkat yang begitu tinggi, begitu banyak orang terbunuh," kata Guterres dalam konferensi pers, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (30/3/2021).

"Kami membutuhkan lebih banyak persatuan ... (dan) lebih banyak komitmen dari komunitas internasional untuk memberikan tekanan guna memastikan bahwa situasinya berubah," ujarnya.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

AS Tangguhkan Kesepakatan Dagang Terhadap Myanmar

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan pada Senin (29/3) bahwa Trade and Investment Framework Agreement 2013, yang mengatur cara untuk meningkatkan bisnis tetapi bukan kesepakatan yang sepenuhnya matang, akan tetap ditangguhkan sampai demokrasi dipulihkan.

"Amerika Serikat mengutuk keras kekerasan brutal pasukan keamanan Burma terhadap warga sipil," kata Perwakilan Dagang AS Katherine Tai, yang menyebutkan nama lama Myanmar, Burma.

Pernyataan tersebut secara efektif menghapus Myanmar dari Sistem Preferensi Umum, di mana AS memberikan akses bebas bea ke beberapa impor dari negara berkembang jika mereka memenuhi standar utama.

3 dari 3 halaman

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.