Sukses

Tak Takut Ancaman Militer, Rakyat Myanmar Terus Suarakan Hak Demokrasi

Rakyat Myanmar rupanya tidak gentar dengan ancaman junta militer. Mereka akan terus demonstrasi untuk membela demokrasi.

Liputan6.com, Yangon - Junta militer Myanmar memberi peringatan kepada demonstran bahwa mereka terancam kehilangan nyawa jika terus beraksi. Sejak kudeta pada 1 Februari 2021, masyarakat Myanmar masih terus menggelar protes.

Pesan militer Myanmar disampaikan melalui saluran televisi milik negara pada Minggu (21/2). Militer berkata anak muda bisa ikut terprovokasi.

"Peserta protes kini memicu orang-orang, terutama remaja dan pemuda yang emosional, menuju jalan yang membuat mereka kehilangan nyawa," ujar pernyataan militer Myanmar, seperti dikutip France24, Senin (22/2/2021).

Pernyataan militer itu muncul usai kematian seorang perempuan yang ikut berdemo. Peringatan turut diberikan dalam bahasa Inggris yang memperingatkan pendemo terhadap "kekerasan dan anarki."

Meski demikian, peserta demonstrasi tidak gentar. Pada Senin ini, unjuk rasa terjadi di Yangon. Mahasiswa kembali turun ke jalan.

"Kami datang hari ini untuk bergabung dengan protes, untuk berjuang sampai menang," ujar mahasiswa bernama Kyaw Kyaw (23). Ia mengaku khawatir dengan langkah pemerintah terhadap demo, tetapi ia juga marah atas apa yang terjadi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Toko dan Pasar Tutup

Pasukan keamanan masih berjaga-jaga di Yangon. Toko-toko dan pasar-pasar tutup untuk solidaritas. 

Demonstrasi juga terjadi di kota Myitkyina dan Dawei. Di ibu kota Nay Pyi Taw, pendemo protes menggunakan motor. 

Sejak gelombang demonstrasi dimulai, ada 640 orang yang ditahan. Data itu berasal dari Assistance Association for Political Prisoners.

Orang-orang yang ditangkap termasuk pekerja kereta, PNS, dan staf bank yang meninggalkan pekerjaan mereka sebagai bentuk protes anti-kudeta.

3 dari 3 halaman

Peringatan PBB

Rapporteur khusus PBB, Tom Andrews, memberi peringatan kepada junta militer Myanmar bahkan mereka bisa dituntut pertanggungjawaban.

PBB berkata kudeta saat ini tak seperti gerakan 8888 pada 1988. Kali ini, tindakan militer dipantau.

"Peringatan kepada junta: Tak seperti 1988, tindakan-tindakan oleh pasukan keamanan sedang direkam dan kalian akan diminta pertanggungjawaban," ujar Andrews.

Meski demikian, Kementerian Luar Negeri Myanmar berkata tindakan kekerasan kepada pendemo merupakan hal yang sah. Pemerintah luar negeri pun diminta tidak ikut campur di masalah dalam negeri Myanmar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.