Sukses

HEADLINE: Virus Corona COVID-19 Bukan dari Wuhan, Apa Bukti yang Ditemukan WHO?

Tim WHO menyatakan Virus Corona COVID-19 tidak berasal dari laboratorium atau pasar di Wuhan.

Liputan6.com, Jakarta- Selama empat pekan, 10 ilmuwan WHO keluar masuk pasar hingga laboratorium di Wuhan, China. Mereka ingin membuktikan spekulasi viral yang menyebut Virus Corona COVID-19 berasal dari Negeri Tirai Bambu.

Hasilnya, Tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan asal usul Virus Corona penyebab COVID-19 tidak begitu sesuai dengan berbagai teori dan hipotesa yang beredar. Mereka tidak menemukan COVID-19 berasal dari laboratorium atau pasar di Wuhan.

Anggota tim studi gabungan WHO-China, Peter Ben Embarek mengatakan, insiden laboratorium "sangat tidak mungkin" menjadi penyebab munculnya COVID-19. Para ahli dalam tim tersebut mengidentifikasi empat hipotesis terkait sumber penularan Virus Corona ke populasi manusia, yaitu penyebaran zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan hewan kepada manusia) langsung, spesies inang perantara, rantai makanan, dan insiden yang berkaitan dengan laboratorium.

Temuan awal menunjukkan penularan melalui spesies inang perantara merupakan jalur "dengan kemungkinan terbesar" dan memerlukan studi lebih lanjut serta penelitian dengan target yang lebih spesifik, paparnya.

"Bagi kami, penting untuk mengembangkan sebuah sistem guna mengevaluasi semua hipotesis ini, yang memungkinkan kami mengambil pendekatan rasional serta melihat fakta dan bukti secara rasional," jelas Embarek.

Para ilmuwan menyimpulkan virus tersebut tidak mungkin merupakan buatan manusia, kata Liang Wannian, anggota lain dari tim studi gabungan WHO-China. "Sama sekali tidak ada Virus Corona baru di laboratorium Wuhan, jadi bagaimana mungkin virus itu bocor dari lab tersebut?" ujar Liang.

Selain laboratorium, pasar makanan laut Huanan di Wuhan bisa jadi telah memungkinkan penyebaran Virus Corona COVID-19, namun bukan berarti virus itu berasal dari sana, menurut Vladimir Dedkov, pakar asal Rusia dan anggota tim ahli WHO yang menelusuri asal-usul COVID-19.

Dia mengatakan, "Tidak ada bukti bahwa virus itu berasal dari sana. Namun, menurut hipotesis, terdapat semua syarat untuk terjadinya penyebaran virus di tempat itu."

Pasar makanan laut tersebut dikaitkan dengan sebuah klaster awal kasus COVID-19, tetapi para ilmuwan belum dapat membuat kesimpulan tegas mengenai peran yang dimainkannya dalam penularan itu. Saat mengunjungi Institut Virologi Wuhan bersama sembilan pakar WHO lainnya, Dedkov juga membantah teori tentang kebocoran virus.

"Tentu saja, penting bagi misi kami untuk mengunjungi fasilitas ini, berbicara dengan kolega kami, dan melihat bagaimana segala sesuatunya dikelola di sana," ujarnya.

Dedkov menambahkan, mengingat laboratorium tersebut memiliki semua peralatan yang dibutuhkan, sulit baginya untuk membayangkan sesuatu bisa bocor dari sana. 

Hasil temuan WHO ini tidak membuat semua orang senang. Direktur Eksekutif Program Kesehatan Darurat WHO, Dr. Michael Ryan pun menantang orang-orang yang mengklaim memiliki informasi tentang bagaimana pandemi meluas, untuk muncul dan memberikan penjelasan.

Menurut Ryan, ada banyak kritikus yang mengatakan mereka "tidak akan menerima laporan hasil penelitian WHO ketika keluar", atau ada "intelijen lain yang tersedia yang mungkin menunjukkan temuan berbeda" tentang bagaimana virus itu menyebar.

"Jika Anda memiliki jawabannya, tolong beri tahu kami," ujar Ryan.

Selain itu, Ryan juga mempertanyakan seberapa bertanggungjawabnya para pengkritik, yang menolak laporan Tim WHO. Ryan menyebutkan, penelitian tersebut seharusnya mendapatkan dukungan internasional, meski WHO tidak menemukan bukti kuat asal usul Virus Corona COVID-19 dari Wuhan, China.

 

Sejauh ini, negara yang menolak hasil temuan WHO di Wuhan ini adalah Amerika Serikat (AS). Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, pihaknya tidak akan menerima hasil temuan WHO dari penyelidikan Virus Corona COVID-19 di Wuhan, China. 

Menurutnya, penghitungan lengkap oleh WHO dan China yang merinci bagaimana pandemi dimulai dan menyebar sangat penting mengingat pengaruhnya dan dampak global dari Virus Corona COVID-19.

"Jelas, China, setidaknya sampai saat ini, belum menawarkan transparansi yang kita butuhkan dan, yang sama pentingnya, komunitas internasional perlu, sehingga kita dapat mencegah pandemi seperti ini terjadi lagi," kata Price dalam sebuah pengarahan, seperti dilansir South China Morning Post, Kamis (11/2/2021). 

"Kami akan bekerja dengan mitra kami, dan juga memanfaatkan informasi yang dikumpulkan dan dianalisis oleh komunitas intelijen kami sendiri ... daripada terburu-buru membuat kesimpulan yang mungkin dimotivasi oleh hal lain selain sains," sebut Price. 

Peneliti Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr.rer.nat. Wien Kusharyoto menilai dalam pencarian asal usul virus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. "Pada dasarnya kita harus tahu kira-kira sumbernya dari mana, karena dari sana bisa diuji dengan berbasis tes seperti RT PCR karena itu salah satu pengujian yang paling akurat untuk menemukan asal muasal virus," ujar Wien kepada Liputan6.com.

"Atau bisa juga berbasis pada jaringan yang ada dari kasus-kasus yang terjadi sebelumnya. Jika ada sampel-sampel yang dikumpulkan maka bisa dipelajari lebih lanjut.”

Lebih jauh, menurut Wien, pencarian asal usul virus tergantung pada bahan-bahan awal yang dikumpulkan. Jika, bahan atau bukti awal tidak ada, maka peneliti akan sulit dalam menentukan asal usul virus secara pasti.

Wien juga menyampaikan durasi penemuan virus secara umum. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, durasi penemuan asal usul virus juga tergantung pada kemudahan dalam mendapatkan lingkaran-lingkaran awal dari proses penyebaran virusnya.

"Tapi kalau untuk kasus SARS-CoV-2 ini bisa jadi akan memakan waktu hingga berbulan-bulan atau bisa juga malah bertahun-tahun. Tergantung dengan hal-hal awal yang terjadi itu kemudian dibuka agar bisa dipelajari lebih lanjut."

Dengan kata lain, semakin diketahui lingkaran awalnya maka semakin mudah untuk mencari asal usulnya. Dalam pencarian asal usul COVID-19, Wien yakin bahwa para peneliti WHO adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Namun, dalam hal ini, akses mereka dalam mendapatkan lingkaran awal juga sangat berpengaruh.

"Saya yakin mereka lebih tahu apa yang harus mereka cari, tapi yang jelas semuanya tergantung akses mereka kepada sumber-sumber awal dari kemungkinan penyebaran virus itu. Kalau hal tersebut disembunyikan otomatis mereka akan kesulitan dalam menemukan sumber awal," ia memungkasi.

Sementara di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin mengatakan, kegiatan di Wuhan hanyalah bagian dari penyelidikan, dan menegaskan kembali seruan agar AS mengizinkan pakar WHO untuk meluncurkan penyelidikan di negara tersebut.

"Kami berharap AS, seperti China, akan mengambil sikap terbuka dan transparan serta mengundang pakar WHO untuk melakukan penelitian dan kajian di AS," jelas Wang.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

5 Hasil Investigasi WHO di Wuhan

Pemerintah China menyambut hangat hasil investigasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO di Wuhan. Tim WHO tidak menemukan bukti Virus COVID-19 berasal dari laboratorium atau pasar basah setempat di Wuhan. 

Ketika awal COVID-19 menyebar, teori kebocoran dari laboratorium Wuhan, serta virus dari pasar basah, sempat menjadi viral. Hasil investigasi WHO kini dijadikan pegangan oleh China.

"Itu secara keseluruhan menepis teori konspirasi oleh beberapa pihak agresif yang anti-China, seperti mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang telah menuduh Institut Virologis Wuhan membocorkan virusnya," tulis media pemerintah China Global Times, pada Selasa 9 November 2021.

Berikut daftar temuan WHO di China selama menginvestigasi di Wuhan yang dimulai pada 14 Januari hingga mencapai kesimpulan pada 9 Februari 2021:

1. Bukan dari Laboratorium Wuhan

Tim WHO berkujung ke laboratorium-laboratorium di Wuhan pada 1 hingga 3 Februari 2021. Salah satu yang dikunjungi adalah Institut Virologis Wuhan.

Mereka juga berbicara dengan para staf laboratorium. Kesimpulannya, WHO tidak yakin COVID-19 berasal dari kebocoran laboratorium. 

"Hipotesis insiden laboratorium sangatlah tidak mungkin untuk menjelaskan pengenalan virus itu ke populasi manusia," kata pakar keamanan pangan dan penyakit hewan WHO, Peter Ben Embarek.

2. Teori Pasar Wuhan

Tim WHO juga berkunjung ke pasar seafood dan pasar basah Wuhan pada 31 Januari 2021. Mereka tidak menilai pasar di Wuhan sebagai sumber dari COVID-19. 

Menurut Global Times, pasar seafood Huanan hanya menjadi klaster, sebab ketika penyebaran terjadi di pasar itu, ada pula kasus di tempat-tempat lain.

Tim WHO dari China, Liang Wannian, berkata tidak ada bukti virusnya muncul dari pasar Huanan.

3. Bukan dari Kelelawar dan Pangolin Wuhan

Tim WHO menyebut kelelawar dan pangolin bukan penular pertama Virus Corona COVID-19. Global Times melaporkan dua spesies tersebut di Wuhan tidak terbukti menjadi sumbernya.

Hewan-hewan lain di Wuhan juga sudah diperiksa, totalnya ada 11 ribu sampel tes antibodi dari babi, sapi, kambing, ayam, dan bebek yang hasilnya negatif.

Hasil sampel tes swab dari 12 ribu hewan juga negatif, ujar Liang Wannian.

4. Makanan Beku

Teori yang juga menarik perhatian WHO adalah COVID-19 dari makanan beku, namun belum ada bukti pasti mengenai teori ini.

Liang Wenniang berkata ada beberapa toko di pasar seafood Huanan yang menjual produk rantai dingin (cold chain products). Virus COVID-19 juga bisa bertahan lama pada suhu rendah dan bisa dibawa ke jarak yang jauh.

Meski begitu, WHO belum temukan kaitannya dengan pasar Huanan. Ben Embarek berkata beberapa produk di pasar Huanan adalah impor, sehingga ia menyebut perlu mengikuti rantai pasokannya.

5. Investigasi Asia Tenggara

Tim WHO menyebut akan memeriksa spesies hewan di luar China. Sasaran selanjutnya adalah Jepang serta beberapa negara di Asia Tenggara. 

Di Asia Tenggara, WHO sedang melirik Thailand dan Kamboja. 

"Ada sebuah virus di Thailand yang berkaitan dekat dengan SARS-CoV-2, dan juga Jepang dan Kamboja. Ecohealth Alliance telah memulai pekerjaan melacak sumbernya," ujar Peter Daszak, Kepala EcoHealth Alliance dan anggota tim WHO.

3 dari 4 halaman

China Bersikap Transparan

Tim ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang menyelidiki asal-usul Virus Corona COVID-19 di Wuhan, dengan dukungan dan bantuan dari pemerintah China

"Sejak merebaknya pandemi, pihak Tiongkok telah menjaga komunikasi dan kerjasama erat dengan WHO dalam penelusuran asal-usul virus global. Para ahli Tiongkok juga telah berulang kali berkomunikasi dengan rekannya dari WHO mengenai topik terkait," kata Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian dalam konferensi pers yang digelar secara daring oleh Kedutaan Besar China pada Selasa 9 Februari. 

Ia juga mengatakan bahwa WHO dan para ahli internasional memberikan komentar positif atas kunjungan tersebut. Direktur Jenderal WHO Tedros pun menyampaikan ucapan terima kasihnya atas dukungan China terhadap penelusuran asal-usul COVID-19.

Kunjungan itu mencakup beberapa pusat medis dan pengendalian penyakit China yaitu Rumah Sakit Jinyintan, Pasar Huanan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Institut Virologi di Wuhan, dan juga melakukan pertukaran yang produktif dengan para ilmuwan China.

"Saya ingin menekankan kembali bahwa penelusuran asal-usul virus adalah masalah ilmiah dan kami perlu menawarkan ruang luas bagi para ilmuwan untuk terlibat dalam penelitian ilmiah," ujar Dubes Xiao Qian.

Dilanjutkannya, bahwa "Pihak Tiongkok akan mempertahankan sikap terbuka, transparan, bertanggung jawab, terus bekerja sama dengan WHO, dan berkontribusi mencegah risiko di masa depan serta melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat di seluruh dunia".

Dalam kesempatan itu, Dubes Xiao Qian juga menyampaikan bahwa China, atas permintaan WHO, memutuskan untuk mendonasikan 10 juta dosis vaksin COVID-19 kepada COVAX, terutama untuk memenuhi keputuhan mendesak negara-negara berkembang. 

"WHO telah mulai meninjau otorisasi penggunaan darurat untuk vaksin Tiongkok. Perusahaan terlibat akan terus menawarkan koordinasi erat. Kami berharap WHO menyelesaikan proses peninjauan secepatnya," jelas Dubes Xiao Qian.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa "Tiongkok sangat mementingkan seruan Direktur Jenderal Tedros untuk memvaksinasi populasi prioritas di semua negara dalam 100 hari pertama tahun 2021 ini, dan memedulikan kesulitan yang dihadapi dalam penerapan praktis COVAX, khususnya kesenjangan pasokan vaksin yang besar di bulan Febuari dan Maret".

4 dari 4 halaman

Tolak Politisasi Asal Muasal COVID-19

Duta Besar China untuk Amerika Serikat, Cui Tiankai, meminta agar tak ada politisasi terkait asal-muasal COVID-19. Ia berkata China mendukung penuh WHO yang sedang melakukan investigasi di Wuhan.

Dubes Cui berkata, menuduh tanpa alasan adalah hal yang berlawanan dengan spirit kemanusiaan. Ia meminta agar hati-hati dalam membuat tuduhan terkait COVID-19.

"Saya pikir ketika orang-orang membuat tuduhan, mereka harus membuktikan tuduhan-tuduhan tersebut, dan mengucapkan hal-hal itu ketika kita masih menghadapi pandemi adalah hal yang berlawanan dengan spirit kemanusiaan," ujar Dubes Cui kepada CNN, seperti dikutip dari Xinhua, Senin 8 Februari.

Lebih lanjut, Dubes Cui memuji tim WHO yang sedang berada di Wuhan untuk memeriksa asal virus corona. WHO baru datang ke Wuhan sekitar setahun setelah pandemi merebak.

"Mereka bekerja sangat keras. Mereka mencoba untuk melihat semua fakta. Kita sangat mendukung mereka," ujar Dubes Cui.

Ia pun meminta agar masyarakat melihat pandemi dari sudut pandang ilmuwan, bukan politikus.

Selain memuji ilmuwan WHO, Dubes Cui turut menyarankan agar tracing (pelacakan) serupa dilakukan di berbagai negara. Ia mengacu pada laporan-laporan media bahwa sebelumnya ada kasus-kasus COVID-19 di berbagai negara.

"Jadi supaya umat manusia bisa bersiap lebih baik ketika dihadapi virus lain lagi. Tolong jangan mempolitisasi seluruh isunya. Tolong biarkan ilmuwan melakukan pekerjaan profesional mereka," jelasnya.

Pertama kali COVID-19 dideteksi di Wuhan pada Desember 2019. Dr. Li Wenliang mencoba mengumumkan kasus itu ke orang-orang terdekatnya, tapi akhirnya ditegur oleh otoritas di China.

Peringatan Dr. Li ternyata benar dan virus Corona menyebar di Wuhan dan seluruh dunia. Pada 7 Februari kemarin adalah tepat setahun usai Dr. Li meninggal akibat COVID-19.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.