Sukses

WHO Cemas Vaksin Saat Ini Tak Manjur Lawan Varian Baru COVID-19

Direktur Eropa untuk Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO cemas atas apakah vaksin COVID-19 akan terbukti efektif terhadap varian baru virus corona.

Liputan6.com, Copenhagen - Direktur Eropa untuk Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO cemas atas apakah vaksin COVID-19 akan terbukti efektif terhadap varian baru virus corona.

"Virus ini masih memiliki keunggulan di atas manusia," kata Direktur Eropa WHO Hans Kluge kepada kantor berita AFP pada Jumat 5 Februari 2021, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (6/2/2021).

Ditanya apakah vaksin yang tersedia sejak Desember 2020 akan efektif melawan varian baru COVID-19, dia dengan cemas menjawab: "Itu pertanyaan besar. Saya prihatin."

"Kita harus siap" untuk varian baru COVID-19, katanya, menyerukan negara-negara untuk memperluas kapasitas pengurutan genomik mereka, sebuah proses yang memetakan kode genetik virus.

Komentar Kluge muncul setelah Inggris, pemimpin global di bidang pengurutan genomik, mengatakan pada Kamis 4 Februari 2021 bahwa dunia sekarang menghadapi sekitar 4.000 varian virus yang menyebabkan COVID-19.

Ribuan strain telah didokumentasikan sebagai virus bermutasi, tetapi hanya minoritas yang cenderung mengubah virus dengan cara yang signifikan, menurut British Medical Journal.

Apa yang disebut varian Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil, misalnya, tampak menyebar lebih cepat daripada yang lain.

Namun, pendapat berbeda dikemukakakn oleh Nadhim Zahawi, menteri Inggris yang bertanggungjawab atas program vaksinasi. Ia mengatakan, "tidak mungkin vaksin saat ini tidak akan bekerja melawan varian baru."

"Semua produsen, Pfizer-BioNTech, Moderna, Oxford-AstraZeneca dan lainnya, sedang melihat bagaimana mereka dapat meningkatkan vaksin mereka untuk memastikan bahwa kami siap untuk varian apa pun - ada sekitar 4.000 varian di seluruh dunia COVID sekarang," katanya.

Apa yang disebut varian Inggris, yang dikenal sebagai VUI-202012/01, memiliki mutasi termasuk perubahan spike protein yang digunakan virus untuk mengikat reseptor ACE2 manusia --yang berarti mungkin lebih infeksius dibandingkan dengan strain virus corona COVID-19 sebelumnya.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlombaan Global untuk Program Vaksinasi

Masih belum jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memvaksinasi sebagian besar populasi dunia. Banyak dari mereka yang divaksinasi sampai saat ini hanya menerima satu dari dua dosis yang diperlukan.

Sekitar 65 persen dari semua suntikan vaksin yang diberikan sejauh ini telah diberikan di negara-negara berpenghasilan tinggi, menurut Bank Dunia.

Israel saat ini berada di depan seluruh dunia dalam pemberian vaksin per kepala pada sebuah populasi, diikuti oleh Uni Emirat Arab, Inggris, Bahrain, Amerika Serikat, dan kemudian negara-negara anggota Uni Eropa seperti Spanyol, Italia dan Jerman.

Direktur Eropa WHO Hans Kluge menegaskan kembali seruan WHO agar negara-negara kaya menunjukkan solidaritas terhadap negara-negara miskin yang tidak dapat membeli vaksin, mendesak orang-orang kaya untuk berbagi dosis mereka.

Dalam upaya untuk memerangi apa yang disebut nasionalisme vaksin, WHO telah mendirikan COVAX, inisiatif program vaksinasi global untuk membantu negara-negara miskin.

"Kami tahu bahwa di Uni Eropa, Kanada, Inggris, AS, mereka semua memesan dan membuat kesepakatan untuk empat hingga sembilan kali lebih banyak dosis daripada yang mereka butuhkan," kata Kluge.

"Jadi maksud saya di sini adalah, jangan menunggu sampai Anda memiliki 70 persen populasi (divaksinasi) untuk berbagi dengan Balkan, untuk berbagi dengan Asia Tengah, Afrika."

Novel coronavirus - yang dikenal sebagai SARS-CoV-2 - telah menewaskan hampir 2,3 juta orang di seluruh dunia sejak muncul di China pada akhir 2019, menurut data yang disusun oleh Johns Hopkins University of Medicine.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.