Sukses

Jubir Pemerintah Myanmar: Militer Sedang Kudeta

Jubir Aung San Suu Kyi berkata kudeta militer terjadi di Myanmar.

Liputan6.com, Naypyidaw - Militer Myanmar dilaporkan menangkap Aung San Suu Kyi. Status Suu Kyi kini menjadi tahanan rumah. Ia ditangkap di ibu kota Naypyidaw. 

Petinggi partai Suu Kyi juga turut ditangkap. Juru bicara partai berkuasa National League for Democracy (NLD) menilai kudeta militer sedang terjadi. 

"Kami dengar mereka ditangkap oleh militer," ujar jubir NDL, Myo Yunt, seperti dilansir AFP, Senin (1/2/2021).

"Dengan situasi yang sekarang kita lihat terjadi, kita harus berasumsi bahwa militer sedang melakukan kudeta," ucapnya. 

Koneksi internet dilaporkan putus di Naypyidaw. Hingga kini, tidak ada kabar mengenai kondisi Suu Kyi yang ditahan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Spekulasi Kudeta

Sebelumnya, lebih dari belasan perwakilan asing, termasuk PBB hingga delegasi AS dan Uni Eropa, mendesak Myanmar untuk "mematuhi norma-norma demokrasi", menyusul ketegangan politik dan kemungkinan ancaman kudeta yang dipimpin oleh militer terhadap pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi.

Krisis politik terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara militer kuat negara itu dan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, demikian seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (30/1/2021).

Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi yang berkuasa memenangkan kemenangan telak dalam pemilu November 2020.

Namun, militer dan faksi politiknya telah menuntut pihak berwenang menyelidiki tuduhan kecurangan pemungutan suara massal.

Seorang juru bicara untuk militer (Tatmadaw), pada Selasa 26 Januari 2021 menolak untuk mengesampingkan kemungkinan kudeta militer, sementara panglima Min Aung Hlaing pada Rabu 27 Januari melayangkan gagasan untuk mencabut konstitusi negara.

 

3 dari 3 halaman

Militer Tolak Hasil Pemilu

Komisi pemilu Myanmar, pada Kamis 28 Januari, melabeli pelaksanaan pemilihan November 2020 --yang merupakan pemilihan umum bebas kedua setelah puluhan tahun junta militer-- sebagai praktik yang transparan dan adil.

PBB, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, pada Jumat 29 Januari mendesak militer untuk menghormati hasil pemilu yang diterima secara luas.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak "semua aktor untuk berhenti dari segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, dan mematuhi norma-norma demokrasi," dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Kamis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.