Sukses

Penulis Inggris Eks Mata-Mata John le Carre Meninggal di Usia 89 Tahun

Penulis novel asal Inggris mantan mata-mata yang terkenal karena novel spionase Perang Dinginnya, John le Carre telah meninggal dunia di usia 89 tahun.

Liputan6.com, Jakarta- John le Carre, penulis asal Inggris yang terkenal karena buku spionase mata-mata Perang Dinginnya yaitu "Tinker Tailor Soldier Spy" dan "The Spy Who Came In From The Cold", telah meninggal dunia di usia 89 tahun.

Kabar duka tersebut disampaikan oleh agen publikasi Le Carre, yakni Curtis Brown. 

Dikutip dari AFP, Senin (14/12/2020) penulis dengan nama asli David Cornwell tersebut, menulis 25 buku dan satu memoar dalam karirnya selama enam dekade, serta menjual sekitar 60 juta buku di seluruh dunia.

Istri John le Carre, Jane, dan putra mereka, Nicholas, Timothy, Stephen dan Simon, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penulis tersebut meninggal karena pneumonia pada Sabtu malam (13 Desember) setelah berjuang melawan penyakit tersebut beberapa waktu lalu. 

"Kami semua sangat berduka atas kepergiannya," ungkap mereka, dan berterima kasih kepada staf di rumah sakit di Cornwall, Inggris, atas perawatan yang mereka lakukan untuk mediang John le Carre.

"Kami mengetahui mereka turut berduka dengan kami," tambah keluarga le Carre. 

Karya le Carre yang berjudul "Tinker Tailor Soldier Spy" diadaptasi untuk acara televisi pada tahun 1979, dengan Alec Guinness yang berperan sebagai George Smiley, dan kemudian menjadi film klasik.

Gary Oldman kemudian memainkan peran karakter tersebut dalam film pada tahun 2011, dan berhasil memenangkan penghargaan Oscar di tahun berikutnya.

Sementara itu, novel terakhir Le Carre, yang berjudul "Agent Running in the Field", diterbitkan pada Oktober 2019. 

 

 

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengenang Mendiang John le Carre

Seorang novelis, Robert Harris menyebut le Carre adalah "salah satu penulis yang sebenarnya, bukan hanya seorang penulis yang brilian tetapi juga berhasil menembus budaya populer - dan itu sangat langka".

Harris mengatakan kepada stasiun televisi Sky News, bahwa le Carre adalah seorang "novelis brilian" dan mengatakan karyanya yang berjudul "The Spy Who Came In From The Cold" adalah sebuah "masterpiece". 

"Ini adalah kisah yang sangat mengasyikkan dan sangat dalam, dan itu mengubah penulisan fiksi tentang mata-mata. Novel itu adalah potret psikologis yang brilian dari kegiatan mata-mata dan cerita pengkhianatan dan penurunan kekuatan Inggris," sebutnya. 

Sementara itu, Jonny Geller, agen sastra le Carre, menyampaikan, "Ia (le Carre) seperti suatu kegemaran yang tak akan pernah muncul lagi, dan duka ini akan dirasakan oleh setiap pecinta buku, semua orang yang tertarik dengan cerita manusia". 

"Kami telah kehilangan tokoh besar sastra Inggris, pria yang sangat cerdas, baik hati, humor, dan kecerdasan. Saya telah kehilangan seorang teman, mentor, dan inspirasi," lanjutnya. 

Dikutip dari Channel News Asia, John le Carre sebelumnya bekerja untuk dinas intelijen Inggris lalu mengubah karirnya menjadi penulis novel-novel fiksi. 

Lahir dengan nama David John Moore Cornwell di Poole, barat daya Inggris pada 19 Oktober 1931, ia menempuh pendidikan di sekolah swasta Sherborne School.

Ia juga menempuh pendidikan selama satu tahun di German literature at the University of Bern, kemudian menjalani wajib militer di Austria - di mana tugasnya termasuk menginterogasi pembelot Blok Timur - dan meraih gelar dalam bahasa modern di Oxford University. 

Setelah jenjang universitas - yang terganggu oleh kebangkrutan ayahnya - dia mengajar di sekolah berasrama bergengsi Eton lalu bergabung dengan Departemen Luar Negeri.

Setelah secara resmi menjadi seorang diplomat, dia sebenarnya adalah dalam operasi dengan dinas intelijen domestik MI5 - dia mulai sebagai mahasiswa di Oxford - dan kemudian mitranya di luar negeri MI6, bertugas di Jerman, lalu di garis depan Perang Dingin, menyamar sebagai sekretaris kedua di Kedutaan Besar Inggris.

Tiga novel pertamanya ditulis saat dia menjadi mata-mata, dan atasannya meminta dia untuk menerbitkan dengan nama samaran. Meski demikian ia tetap menjadi "le Carre" di seluruh karirnya. Dia mengatakan dia memilih nama itu - yang artinya persegi dalam bahasa Prancis - hanya karena dia menyukai bunyinya yang samar-samar misterius dan Eropa.

Call For the Dead muncul pada tahun 1961 dan A Murder of Quality pada tahun 1962. Kemudian pada tahun 1963 muncul The Spy Who Came in From the Cold, sebuah kisah tentang seorang agen yang dipaksa untuk melakukan operasi terakhir yang berisiko di Berlin yang terpecah belah. Kisah ini mengangkat salah satu tema berulang penulis - ketidakjelasan garis moral yang merupakan bagian tak terpisahkan dari spionase, dan kesulitan membedakan orang baik dari jahat.

Le Carre mengatakan itu ditulis di salah satu titik tergelap Perang Dingin, tepat setelah pembangunan Tembok Berlin, pada saat dia dan rekan-rekannya khawatir perang nuklir akan segera terjadi.

Karynya mendapat pujian sebagai karya klasik, dan memungkinkan dia untuk keluar dari dinas intelijen untuk menjadi penulis penuh waktu.

Le Carre dilaporkan menolak penghargaan dari Ratu Elizabeth II - meskipun dia menerima Goethe Medal Jerman pada 2011 - dan mengatakan dia tidak ingin bukunya dipertimbangkan untuk masuk penghargaan sastra.

Di tahun-tahun berikutnya dia adalah seorang kritikus vokal pemerintah Tony Blair dan keputusannya - sebagian didasarkan pada kemampuan intelijen yang ditingkatkan - untuk pergi berperang di Irak, dan mengkritik apa yang dia lihat sebagai pengkhianatan generasi pasca-Perang Dunia II oleh pemerintah Inggris berturut-turut.

Pada tahun 1954, le Carre menikah dengan Alison Sharp, kemudian memiliki tiga anak laki-laki lalu bercerai pada tahun 1971. Tahun 1972 ia menikah dengan Valerie Eustace, dan dikaruniai seorang putra, novelis Nick Harkaway.

Meskipun dia memiliki rumah di London, le Carre menghabiskan sebagian besar waktunya di dekat Land's End, ujung paling barat daya Inggris, di sebuah rumah di atas tebing yang menghadap ke laut. Dia, katanya, seorang humanis tapi bukan sosok optimistis.

3 dari 3 halaman

Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.