Sukses

Demo Thailand Picu Dekret Darurat di Bangkok, Ini Imbauan KBRI untuk WNI

KBRI di Bangkok mengeluarkan peringatan kepada seluruh warga negara Indonesia (WNI) di Negeri Gajah Putih.

Liputan6.com, Bangkok - Demo di Thailand memicu status darurat di Bangkok. Melihat situasi tersebut, Kedutaan Besar Indonesia KBRI di sana akhirnya pada Kamis sore 15 Oktober 2020 mengeluarkan peringatan kepada seluruh warga negara Indonesia (WNI) di Negara Gajah Putih untuk hati-hati dan waspada, serta menghindari lokasi yang menjadi aksi demonstrasi dan berkumpulnya massa.

"Mencermati pengumuman Pemerintah Thailand pada 15 Oktober 2020 perihal status "Serious Emergency Situation" di Bangkok dan sekitarnya, KBRI Bangkok meminta WNI yang berada di Thailand untuk memperhatikan hal-hal yang terdapat pada informasi berikut...," tulis KBRI Bangkok lLewat Twitter, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (16/10/2020),

KBRI Bangkok juga mencuit agar warga negara Indonesia "tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang bertentangan dengan pemerintah setempat."

Selain itu, Warga Indonesia juga diminta tidak menyebarluaskan berita terkait situasi dalam negeri Thailand yang berasal dari sumber-sumber yang tidak resmi atau tidak jelas keberadaannya, melalui media sosial atau media lain.

"Tetap tenang dan waspada," tegas pihak KBRI dalam keterangannya.

Selain itu, WNI di sana juga diminta senantiasa berkoordinasi dengan KBRI Bangkok dan tetap menjalankan protokol kesehatan terkait pandemi Virus Corona COVID-19.

Saksikan Juga Video Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dekret Darurat Sehari Setelah Demo Mahasiswa Skala Besar

Pemerintah Thailand hari Kamis 15 Oktober 2020 mengumumkan dekret darurat yang sangat ketat untuk ibu kota Bangkok, sehari setelah demonstrasi mahasiswa berskala besar, yang bahkan diwarnai dengan cemooh terhadap iring-iringan rombongan kerajaan; hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya mengingat begitu kuatnya aturan hukum yang melindungi kerajaan dan keluarga.

Setelah pengumuman dekret itu polisi anti huru-hara bergerak membubarkan para demonstran yang sehari setelah demonstrasi hari Rabu 14 Oktober berkumpul di luar kantor Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk menyampaikan tuntutan mereka. Di antara tuntutan itu adalah seruan agar mantan jendral itu segera mengundurkan diri, perubahan konstitusi dan reformasi kerajaan.

Tujuh pemimpin demonstrasi ditangkap, di mana salah seorang diantaranya kemudian menulis di akun Facebooknya bahwa aparat tidak memperkenankannya didampingi pengacara dan ia dipaksa naik ke helikopter untuk dibawa ke bagian utara. Associated Press melaporkan polisi telah menangkap sedikitnya 22 orang.

Meskipun ada aturan baru yang melarang kerumunan massa dalam jumlah besar, ribuan orang berdemonstrasi di bagian lain kota itu Kamis malam. Lebih dari 8.000 polisi mengamankan demonstrasi yang berlangsung selama enam jam dan berakhir setelah jam 10 malam itu.

Demonstrasi direncanakan akan dilanjutkan kembali Jumat pagi (16/10). 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.