Sukses

Bendung Demonstrasi, Pemerintah Thailand Rilis Aturan Tak Boleh Berkumpul

Gerakan demokrasi yang dipimpin mahasiswa telah meminta perdana menteri untuk mengundurkan diri dan mengekang kekuasaan raja Thailand.

Liputan6.com, Bangkok - Pemerintah Thailand mengumumkan keputusan darurat untuk membendung sebagian besar protes di Bangkok, termasuk larangan pertemuan dalam jumlah besar.

Dalam pengumuman di televisi yang dibacakan oleh polisi, dikatakan bahwa tindakan mendesak diperlukan untuk "menjaga perdamaian dan ketertiban".

Pada Kamis, BBC mengetahui bahwa polisi telah menangkap tiga pemimpin utama protes.

Gerakan demokrasi yang dipimpin mahasiswa Thailand telah meminta perdana menteri untuk mengundurkan diri dan mengekang kekuasaan raja.

Tindakan darurat mulai berlaku pada hari Kamis pukul 04.00 waktu setempat, demikian dikutip dari laman BBC.

Polisi menangkap tiga pemimpin utama protes - pengacara hak asasi manusia Anon Nampa, aktivis mahasiswa Parit Chiwarak, yang dikenal luas dengan nama panggilannya "Penguin" dan Panusaya Sithijirawattanakul. Polisi Thailand belum memastikan nama-nama mereka yang ditangkap.

Anon (36) adalah orang pertama yang secara terbuka melanggar tabu membahas monarki dengan menyerukan reformasi pada Agustus 2020.

Panusaya menjadi salah satu wajah protes yang paling menonjol sejak dia menyampaikan manifesto 10 poin yang menyerukan reformasi kerajaan akhir bulan itu.

Kedua pria itu telah ditangkap sebelumnya karena gerakan protes yang dipimpin mahasiswa yang melanda Bangkok sejak mendapat momentum pada Juli 2020. Panusaya (21) belum ditangkap sampai sekarang.

Apa Keputusan Barunya?

Pengumuman polisi tentang keputusan itu dibuat di televisi pemerintah. Dikatakan, "banyak kelompok orang telah mengundang, menghasut dan melakukan pertemuan publik yang melanggar hukum di Bangkok" dan bahwa pengunjuk rasa telah "memicu kekacauan dan keresahan publik".

Ia juga mengutip pengunjuk rasa yang menghadapi iring-iringan kerajaan pada Rabu kemarin sebagai alasan keputusan tersebut. Para pengunjuk rasa, yang didorong mundur oleh jajaran polisi, memberikan hormat tiga jari yang telah menjadi simbol gerakan mahasiswa.

Tak lama setelah keputusan itu berlaku, polisi anti huru hara Thailand mengusir pengunjuk rasa dari luar kantor perdana menteri. Beberapa mencoba melawan, menggunakan barikade darurat, tetapi mereka didorong mundur, kantor berita Reuters melaporkan.

Ratusan polisi terlihat di jalan bahkan setelah pengunjuk rasa dibubarkan.

Selain membatasi pertemuan untuk empat orang, peraturan tersebut membatasi media, melarang penerbitan berita "yang dapat menimbulkan ketakutan atau sengaja memutarbalikkan informasi, menciptakan kesalahpahaman yang akan mempengaruhi keamanan atau perdamaian dan ketertiban nasional".

Ini juga memungkinkan pihak berwenang untuk menghentikan orang memasuki "daerah mana pun yang mereka tunjuk", kata Reuters.

 

 

Simak video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mengapa Mahasiswa Protes?

Protes mahasiswa yang terus meningkat telah menjadi tantangan terbesar selama bertahun-tahun bagi pemerintahan Thailand yang berkuasa.

Ada sejarah panjang kerusuhan politik di negara itu, tetapi gelombang demonstrasi baru dimulai pada Februari setelah pengadilan memerintahkan partai oposisi pro-demokrasi yang masih muda untuk dibubarkan.

Partai Maju Masa Depan (FFP) telah terbukti sangat populer di kalangan muda, pemilih pemula dan mengumpulkan bagian kursi parlemen terbesar ketiga dalam pemilihan Maret 2019, yang dimenangkan oleh kepemimpinan militer yang sedang menjabat.

Protes dihidupkan kembali pada Juni 2020 ketika aktivis pro-demokrasi terkemuka Wanchalearm Satsaksit hilang di Kamboja, tempat dia diasingkan sejak kudeta militer 2014.

Keberadaannya tetap tidak diketahui dan pengunjuk rasa menuduh Thailand mengatur penculikannya -- sesuatu yang telah dibantah oleh polisi dan pemerintah.

Sejak Juli 2020 ada protes jalanan yang dipimpin mahasiswa secara rutin. Demonstrasi di ibu kota selama akhir pekan adalah beberapa yang terbesar dalam beberapa tahun, dengan ribuan orang menentang pihak berwenang untuk berkumpul dan menuntut perubahan.

Di antara tuntutan utama yang dibuat oleh para demonstran adalah bahwa pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, seorang mantan panglima militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta, untuk dibubarkan; bahwa konstitusi harus ditulis ulang dan pihak berwenang berhenti melecehkan para kritikus.

Seruan para pengunjuk rasa untuk reformasi kerajaan sangat sensitif di Thailand, di mana kritik terhadap monarki dapat dihukum dengan hukuman penjara yang lama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.