Sukses

Pemerintah Australia Umumkan Anggaran Baru, Apa Dampak untuk Diaspora Indonesia?

Diaspora WNI di Australia juga bayar pajak. Apakah anggaran baru di Australia memberi dampak yang diharapkan?

Melbourne - Pemerintah federal Australia telah mengumumkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tengah pandemi COVID-19. Diaspora WNI yang turut membayar pajak pun menyoroti kemana dana APBN akan mengalir.

"Kita juga ingin tahu apa saja yang kita dapatkan setelah membayar uang pajak itu," ujarnya Pudak Nayati, warga asal Yogyakarta yang sudah tinggal di Melbourne sejak 2006, seperti dikutip dari ABC Australia, Rabu (7/10/2020).

Untuk tahun ini Pudak mengaku jika sektor perempuan dan kesehatan mental menjadi perhatiannya, sesuai dengan bidang yang sedang ia kerjakan belakangan ini.

Pudak adalah seorang 'chaplain' yang terakreditasi dan juga relawan untuk Muslim Women's Association di Victoria, serta iMercy, sebuah lembaga untuk konseling individu dan keluarga.

Menurutnya anggaran federal Australia belum terlalu fokus pada perempuan, karena menurutnya kurang terlihat apa yang ditawarkan pemerintah untuk membantu perempuan mencari pekerjaan atau menghadapi kekerasan seksual.

Tapi Pudak menyambut tambahan anggaran untuk pelayanan kesehatan mental, setelah pada awal 2019 Australia mengalami kebakaran hutan dan kini sedang menghadapi pandemi COVID-19.

"Karena yang tadinya Medicare mencakup 10 kali sesi konsultasi kesehatan mental, sekarang menjadi 20, sangat bermanfaat bagi kita di Australia," ujar Pudak.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengurangan Pajak Pendapatan

Will Tj, warga asal Bogor yang pindah ke Australia pada 2013 dari Selandia Baru adalah seorang manajer bisnis di sebuah bank di Melbourne. Dia mengaku mengikuti berita mengenai anggaran yang diumumkan oleh Pemerintah Australia hari Selasa malam.

"Saya baru baca tadi pagi mengenai pengurangan pajak," kata Will, yang sebelumnya berpikir pajak malah akan dinaikkan untuk menutupi defisit anggaran.

"Saya kira tambahan berapa pun dari pengurangan pajak yang akan masuk ke kantong kita akan bagus," kata Will. Pemerintah Australia sebelumnya mengatakan pengurangan pajak pendapatan bertujuan untuk meningkatkan konsumsi.

"Dari pengurangan pajak itu sekitar $1.000 setahun, berarti $12 per minggu setelah pajak," jelas Will.

"Mungkin tidak berasa banyak dan kayaknya tidak akan mengubah pola konsumsi yang diharapkan pemerintah."

"Dengan pandemi sekarang ini, menurut saya, orang-orang terlalu takut untuk menghabiskan uangnya," ujarnya.

Di dalam APBN terbarunya Pemerintah Australia menyebutkan akan menambahkan 23.000 home care packages, yaitu paket layanan terjangkau bagi lansia yang tinggal di rumah.

Syahisti Abdurrachman dan suaminya di Melbourne menyambut baik berita ini, karena mereka mengaku belum siap untuk tinggal di rumah perawatan lansia.

"Kalau pemerintah membuat itu senang sekali saya," kata Syahisti yang berusia 87 tahun.

Menurut Syahisti, bantuan ini mendukung pilihan mereka untuk tinggal di "lingkungan yang akrab", yaitu rumah sendiri.

"Bantuan membersihkan rumah atau belanja sudah mengurangi kegiatan yang termasuk berat sebagai seorang senior citizen."

Selain paket pelayanan rumah, Pemerintah Australia juga menyediakan dana bagi perawat pensiunan dan penyandang disabilitas.

Mereka akan menerima dua kali pembayaran tunai sebesar AU$250 (Rp 2,6 juta) dua kali dalam setahun.

 
3 dari 3 halaman

Tak Ada Tambahan untuk Penitipan Anak

Primatia Romana, salah satu warga Indonesia yang tinggal di kota Melbourne membawa anaknya ke tempat penitipan anak atau 'childcare' selama empat hari seminggu.

Anggaran Pemerintah Federal yang diumumkan semalam menyebutkan tidak ada dana tambahan untuk 'childcare' atau tempat penitipan anak.

"No extra childcare support setahuku ya, artinya membayar seperti sebelumnya, which is fair enough," tutur Prima.

Layanan penitipan anak di Australia ditujukan untuk orangtua yang bekerja, yang berarti pula mampu membayar biayanya yang cukup mahal.

"Permasalahannya memang terasa kalau kedua orangtuanya enggak bekerja atau hanya salah satu yang bekerja," ujarnya.

Prima dan suaminya bekerja 'full time' sehingga mereka merasa "lebih sangat bersyukur" dengan rencana dibukanya kembali tempat penitipan anak, setelah Melbourne melonggarkan 'lockdown'.

"Perkara enggak gratis ya wajar, karena yang ngirim anak ke 'childcare' itu kan yang kerja … Financial support [dukungan finansial] lebih baik disalurkan untuk yang enggak bisa kerja." 

Berbagai program bantuan yang diberikan Pemerintah Australia yang disebutkan dalam anggaran disambut keluarga Diski Naim, yang sudah bermukim di Australia sejak tahun 2007.

Menurutnya program-program bantuan juga "sangat bagus" karena membuka peluang kerja dan memberikan kemudahan bagi tenaga kerja di kalangan generasi muda.

"Hanya saja, kita-kita yang mendapatkan kemudahan itu harus spending lebih banyak untuk komunitas lokal dan retail biar membantu jalannya perekonomian," kata Diski kepada Farid M. Ibrahim dari ABC Indonesia.

Karenanya untuk pengurangan pajak pendapatan yang akan dikembalikan, Diski dan keluarganya berencana untuk belibur di sekitar kawasan pedalaman negara bagian Victoria dan membeli barang-barang buatan lokal.

"Selain itu kami juga akan memperbaiki rumah dengan melibatkan tenaga lokal," kata Diski yang kini bekerja sebagai konsultan informasi dan teknologi.

Diski mengaku jika selama pandemi COVID-19 keluarganya telah memprioritaskan membeli makanan dan kebutuhan pokok dari pengusaha yang ada di sekitar rumah mereka di pinggiran kota Melbourne.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.