Sukses

HEADLINE: Donald Trump Positif COVID-19, Kampanye Pilpres AS Terpengaruh?

Kondisi Presiden Amerika Serikat Donald Trump sempat memburuk, usai dinyatakan positif COVID-19 pada Jumat 2 Oktober 2020. Kini, ia telah kembali ke Gedung Putih.

Liputan6.com, Jakarta - Badannya demam, tingkat oksigen dalam tubuhnya juga menurun dua kali. Kondisi Presiden Amerika Serikat Donald Trump sempat memburuk, usai dinyatakan positif COVID-19 pada Jumat 2 Oktober 2020. 

Trump langsung diterbangkan ke rumah sakit kurang dari 24 jam setelah dinyatakan positif terinfeksi Virus Corona baru. Keputusan Gedung Putih membawa ke Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed "karena sangat berhati-hati" dengan kondisi sang presiden, seperti dikutip dari BBC.

Donald Trump, yang mengalami demam, mengatakan pada Jumat 2 Oktober 2020 pagi waktu setempat bahwa dia dan Ibu Negara Melania Trump dinyatakan positif COVID-19. Gedung Putih mengatakan Trump merasa "lelah tapi bersemangat" dan mengalami gejala ringan.

Mengenakan masker dan setelan jas, Trump berjalan melintasi halaman Gedung Putih pada Jumat 2 Oktober sore waktu setempat ke helikopternya, Marine One, untuk perjalanan ke rumah sakit. Dia melambai dan mengacungkan jempol kepada wartawan tetapi tidak mengatakan apa-apa sebelum naik ke heli.

Dari tempat perawatan COVID-19, Donald Trump merilis sebuah video baru pada Sabtu, 3 Oktober 2020 malam. Dalam rekaman tersebut, dia mengatakan dirinya kini merasa lebih baik dan berharap "segera kembali" pulih.

Dalam video berdurasi empat menit itu, Donald Trump mengatakan "merasa tidak enak badan" ketika dibawa ke Rumah Sakit Militer Nasional Walter Reed pada Jumat, 2 Oktober setelah dinyatakan positif COVID-19.

Meski begitu, tak lama kemudian dia mengatakan, "saya merasa jauh lebih baik sekarang" dan "mereka (dokter) bekerja keras untuk menyembuhkan saya."

Donald Trump terdengar agak serak dalam video itu, tapi terlihat cukup semangat sambil mengatakan dia berjuang bagi jutaan orang di seluruh dunia yang mengidap Virus Corona COVID-19 itu. Dia mengatakan, meskipun bisa saja berdiam di Gedung Putih supaya terlindung dari virus, sebagai Presiden dirinya mengaku tidak "mungkin mengurung diri di kamar."

Donald Trump juga berterima kasih kepada para dokter dan perawat yang merawatnya serta para pemimpin dunia dan warga Amerika yang menyampaikan ucapan kepadanya. Donald Trump segera keluar dari rumah sakit pada Senin 5 Oktober.

"Presiden AS Donald Trump terus membaik setelah diagnosis positif COVID-19 dan kemungkinan dapat keluar dari rumah sakit paling cepat Senin (5 Oktober 2020 waktu AS)," kata dokter kepresidenan seperti dikutip dari CNN.

Dokter Presiden AS saat ini, Dr Sean Conley mengatakan tingkat oksigen Donald Trump sempat turun dua kali sejak didiagnosis, dan dia memulai pengobatan dengan steroid yang disebut Deksametason. "Presiden diberi oksigen ekstra setidaknya sekali," kata Dr Conley.

"Presiden telah mengalami dua episode penurunan sementara dalam saturasi oksigennya. Episode penting pertama terjadi Jumat malam ketika presiden mengalami demam tinggi dan saturasi oksigennya untuk sementara turun di bawah 94%. Presiden diberi oksigen pada saat itu," ungkap Conley.

Para dokter juga berusaha mengklarifikasi isu yang membuat bingung sebelumnya yang disebabkan oleh pernyataan bertentangan tentang kondisi Trump.

Sejumlah orang di sekitar presiden dinyatakan positif COVID-19, termasuk Ibu Negara Melania Trump. Banyak dari mereka menghadiri pengumuman di Gedung Putih akhir pekan lalu kemungkinan masuk dalam kategori super-spreader event atau peristiwa penyebar super virus tersebut.

Calon presiden yang diusung Partai Republik itu terinfeksi tepat sebulan sebelum pemilihan pada 3 November, di mana dia akan menghadapi penantang dari Partai Demokrat, Joe Biden. Meski begitu, seorang penasihat senior untuk kampanye pemilihan kembali Donald Trump mengatakan, tidak akan ada protokol keselamatan tambahan, untuk kampanye mendatang setelah Presiden AS saat ini dirawat di rumah sakit akibat tertular COVID-19.

Ketika didesak Ana Cabrera dari CNN tentang keamanan kampanye Donald Trump yang sebagian besar memamerkan praktik kesehatan masyarakat terbaik, penasihat kampanye senior Jason Miller mengatakan akan diterapkan pengukuran suhu peserta sambil menyediakan masker wajah dan pembersih tangan - langkah sama yang disebutnya sudah ada sebelum diagnosis COVID-19 Trump.

"Tahukah Anda, itu adalah hal yang sangat aman dan bertanggung jawab untuk dilakukan. Itulah yang kami lakukan sejak awal," jelas Miller.

Komentar Miller, dipasangkan dengan foto saat Trump pada Minggu 4 Oktober dikabarkan meninggalkan rumah sakit dengan detail keamanan sehingga dia dapat berkendara dengan SUV melewati pendukung, menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang apakah Presiden dan kampanyenya memahami keseriusan penyakit yang sangat menular dan mematikan itu.

Bahkan termasuk ketika dokter Donald Trump pada Minggu 4 Oktober pagi memberikan perincian tentang kondisi Presiden AS itu kepada wartawan, juga beberapa penurunan yang mengkhawatirkan dalam kadar oksigennya.

 

Terpisah, Pengamat Politik Internasional menilai nasib kampanye Pilpres AS 2020 kini bergantung pada kesehatan Donald Trump. Namun, Donald Trump sendiri tampak masih bertekad untuk memenangkan pemilu berdasarkan manuver yang dibuat Trump selama ia di rumah sakit.

Donald Trump sudah beberapa kali mengirim video dan tweet dari rumah sakit. Ia pun sempat jumpa fans dengan pendukungnya yang datang ke rumah sakit.

"Belum ada satu kepastian karena Trump masih di rumah sakit, meskipun dia menunjukan dia sendiri sudah sehat sampai bisa keliling rumah sakit pakai mobil untuk bertemu dengan para pendukungnya, jadi memang sangat bergantung kepada perkembangan kesehatan," ujar Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu kepada Liputan6.com, Senin (5/10/2020).

"Artinya dari beliau sendiri belum ada keinginan untuk mundur, dia akan maju terus, ambisinya tidak akan berubah," jelas Aleksius.

Aleksius juga memprediksi Donald Trump akan lanjut kampanye ke lapangan jika kondisinya membaik. "Anaknya menyebut dia seorang petarung. Orang Jawa bilang itu ndablek. Kekeh. Tidak mau mundur terhadap penyakit. Ini sudah positif dia tetap merangsek maju," jelasnya.

Namun sebaliknya, jika kondisi Donald Trump makin memburuk, maka situasi politik di AS bakal runyam. Pasalnya, pemilu di Amerika Serikat melalui surat sudah dimulai. Tentunya, itu akan membingungkan jika ada apa-apa dengan salah satu capres. 

Aleksius menjelaskan, konstitusi AS memiliki Amandemen ke-25 terkait peralihan jabatan dari presiden ke wakil presiden, namun hal itu tidak menjamin adanya jalan keluar mengingat kondisi seperti saat ini tak pernah terjadi sebelumnya. 

"Sudah ada suara yang masuk, artinya tak bisa batal begitu saja di tengah jalan, meskipun belum banyak baru tiga atau empat juta suara yang masuk lewat pos. Artinya sudah mulai. Apa bisa dibatalkan di tengah jalan? Nah itu urusan UU dan konsistusi Amerika yang mereka sendiri saja sulit menafsirkannya," ucap Aleksius. 

Pemerhati politik Amerika Serikat, Didin Nasruddin, menilai penyakit Donald Trump tidak akan mempengaruhi basis dukungan. Ia menjelaskan bahwa sepertiga pendukung inti di kalangan Demokrat, Republik, maupun Independen sudah solid dalam memberi dukungan ke pilihan mereka. 

"Pemilu sekarang itu sudah salah satu pemilu yang paling divisif. Jadi kubu-kubuannya sudah kental," jelas Didin kepada Liputan6.com. "Yang mendukung Trump ya Trump saja. Trump mau ngapain tetap dukung Trump."  

"Jadi menurut saya yang sepertiga konstituen pemilih itu yang menjadi core-nya Republik akan tetap dukung dia. Mungkin independen yang akan semakin berkurang kepada Trump," ia menambahkan.

Didin berkata masa depan kampanye pilpres AS tergantung ke kesehatan Donald Trump. Namun, ia melihat bahwa popularitas Trump makin surut usai debat capres dan kabar positif COVID-19. 

Berdasarkan polling NBC News/WSJ, pasangan Trump-Pence mendapat 39 persen dukungan, sedangkan Biden-Harris mendapat 53 persen. Sebelumnya, Trump mendapat 43 persen dan Biden 51 persen.

Didin turut menyorot bahwa Joe Biden unggul di hampir semua swing state seperti Georgia dan Iowa. Satu-satunya negara bagian yang masih dipegang Trump adalah Texas.

Sementara itu, Aleksius juga berkata pendukung Donald Trump akan tetap solid meski ia positif COVID-19. Aleksius berkata dukungan itu sudah tidak rasional lagi, melainkan emosional.

"Ini kan dukungan bukan rasional tapi lebih emosional. Dukungan yang tidak lagi mempertimbangkan pertimbangan rasional tapi asal dukung saja. Polarisasi yang terjadi. Dan itu adalah gejala yang umum terjadi kalau populisme melanda suatu demokrasi, suatu politik. Di Amerika begitu kelihatannya," jelasnya. 

Ia lantas melihat Donald Trump bakal menggunakan COVID ini sebagai cara unjuk gigi ke pendukungnya bahwa ia bisa mengalahkan virus. 

"Apalagi pendukung dia banyak orang uneducated, lebih banyak di desa, jadi mungkin sangat dipengaruhi oleh tampilan dia di media, dan meski dia di dalam rumah sakit, dia berusaha tampil untuk pendukungnya," kata Aleksius. 

Selama berbulan-bulan pandemi COVID-19, Donald Trump lebih fokus terhadap ekonomi. Selain itu, Trump ogah-ogahan memakai masker.  

Sekarang Donald Trump dinyatakan positif COVID-19 padahal ia sedang sibuk berkampanye. Lantas, apa pelajaran yang bisa dipetik dari pemerintah Indonesia dari kasus Donald Trump? 

Aleksius Jemadu menyebut pemerintah Indonesia harus mengikuti saran-saran dari ilmuwan. Sebelum tertular, Trump selalu melanggar protokol COVID-19.

Pemerintah harus memberikan contoh. Pemimpin itu memberikan contoh terutama untuk kedisiplinan. Ini kita melihat seorang pemimpin yang melawan segala nasihat keilmuan yang menyangkut COVID ini, jadi kita sebaiknya mendidikan masyarakat untuk bertindak sesuai prinsip-prinsip kaidah keilmuan," ungkap Aleksius.

"Kita melihat ada contoh di Amerika yang saya pikir tidak terlalu bagus karena melawan berdasarkan keyakinan pribadi dan sikap yang tidak ilmiah, menurut saya, dan tidak dewasa juga. Kalau pemimpinnya tidak hati-hati, bagaimana rakyatnya nanti?" ia melanjutkan.

Saat ini kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 307 ribu kasus. Meski demikian, protokol kesehatan masih kerap dilanggar, seperti adanya konser kampanye.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tuai Kritik

Presiden AS Donald Trump menjalani perawatan di Rumah Sakit karena positif COVID-19. Di sela perawatannya, Trump menyempatkan diri menyambut pendukungnya di jalanan luar rumah sakit tempat ia dirawat dengan iring-iringan menggunakan mobil. 

Dalam pernyataannya, Juru Bicara Gedung Putih, Judd Deere menerangkan, "Presiden Trump melakukan perjalanan iring-iringan singkat pada menit-menit terakhir untuk melambai ke pendukungnya di luar dan sekarang telah kembali ke Presidential Suite di dalam Walter Reed," seperti dikutip dari Aljazeera, Senin (5/10/2020). 

Deere menambahkan, "Tidakan pencegahan yang tepat" telah dilakukan.

Sejak menjalani perawatan, Presiden Trump kerap memposting video dan foto tentang pengalamannya di rumah sakit melalui Twitter. "Kami akan memberikan sedikit kejutan kepada sejumlah patriot hebat yang kami sambut di jalan-jalan," ujar Presiden Trump dalam video terbarunya - yang diposting tak lama sebelum iring-iringan tersebut. 

Donald Trump diketahui tengah menjalani perawatan di Walter Reed, sebuah rumah sakit militer dekat Washington, DC pada 2 Oktober 2020 tak lama setelah ia dites Positif COVID-19.

Dokter yang menanganinya, mengatakan bahwa Presiden Trump telah diberi bantuan oksigen, serta perawatan eksperimental - yang biasanya digunakan untuk orang-orang yang memiliki kasus penyakit yang lebih parah, termasuk steroid deksametason.

Asisten profesor kedokteran darurat di Universitas George Washington, Dr James Phillips termasuk di antara mereka yang mengkritik iringan mobil oleh Presiden Trump tersebut. 

Melalui Twitter, Phillips mengatakan, "Setiap orang di dalam kendaraan selama perjalanan Presiden yang sama sekali tidak perlu itu harus dikarantina selama 14 hari".

"Mereka mungkin bisa sakit. Mereka mungkin bisa meninggal," ujar Phillips. 

Pada umumnya, seseorang yang mengalami COVID-19 harus dikarantina selama 14 hari untuk menghindari penularan kepada orang lain. Selain itu, virus juga berpotensi menyebar lebih mudah di dalam ruangan, atau ruang lingkup terbatas.

"Di luar implikasi etis, klinis, epidemiologis, dan kesehatan dari dorongan ini, hal itu menunjukkan obsesi yang mengerikan dengan menunjukkan kepada publik bahwa ia masih memegang kendali, menciptakan rasa normal yang salah dan mencoba menormalkan virus yang sangat mudah menular," sebut Dr Syra Madad, Direktur Senior Patogen Khusus di Rumah Sakit NYC Health +, via Twitter. 

Namun di sisi lain, dalam salah satu videonya Presiden Trump mengatakan bahwa dirinya telah "belajar banyak tentang COVID-19" dengan berjuang melawan virus tersebut di rumah sakit.

"Ini pelajaran yang sebenarnya. Ini bukan 'ayo baca buku-buku sekolah', dan saya mengerti, dan saya memahaminya, dan itu hal yang sangat menarik, "tambah Presiden Trump.

Dokter yang merawatnya juga menyatakan pada 4 Okober 2020 bahwa kondisi Sang Presiden "terus membaik", dan dia dapat dipulangkan ke Gedung Putih paling cepat pada Senin 5 Oktober.

Meski positif COVID-19, Presiden Amerika Serikat Donald Trump tetap eksis di media sosial. Ia bahkan sempat menjumpai fansnya yang datang ke RS Walter Reed di Washington, DC. 

Presiden Trump dan sopirnya tampak memakai masker di dalam mobil. Ia melambai ke arah pendukungnya dan memberi acungan jempol. 

Dokter yang merawat presiden memberikan izin untuk jumpa fans tersebut, namun ada juga dokter yang protes. Pakar hubungan internasional menilai dokter kepresidenan AS tak berdaya menghadapi Trump. 

"Mungkin dokternya tidak berdaya terhadap determinasi dari Trump. Menurut kita kalau seseorang sudah dinyatakan positif dan dikarantina, tidak boleh dia lagi kumpul ke orang lain. Itu kan menularkan nanti. Tapi nyatanya dokternya tidak menghalangi," ujar Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu kepada Liputan6.com, Senin (5/10/2020).

"Kasihan sopirnya bisa kena nanti," imbuh dia.

Lebih lanjut, Aleksius menilai Donald Trump gagal memberikan pendidikan politik yang baik. Manuver Trump yang menjumpai fansnya saat sedang kena COVID-19 dinilai sebagai bentuk mabuk politik. 

"Mereka (rakyat) bingung apa-apaan presiden kita ini. Tidak menunjukan contoh bahwa kalau dikarantina ya sudah isolasi, jangan komunikasi. Ini dia malah tampil di depan umum. Pendukungnya juga begitu. Inilah, mabuk ini politik Amerika," kata Aleksius. 

Dokter kepresidenan AS pun menjadi perhatian setelah Donald Trump positif COVID-19. Setidaknya ada tiga pernyataan dokter kepresidenan yang menjadi sorotan.

Pertama, dokter kepresidenan mengakui Trump sempat mendapatkan oksigen, namun sebelumnya tak menyatakan demikian. Kedua, dokter menyebut Trump bisa pulang pada Senin, dan ketiga, dokter mengizinkan Donald Trump mengadakan jumpa fans di depan rumah sakit padahal ia masih dalam perawatan.

Adakah kemungkinan dokter kepresidenan AS menutupi kondisi Donald Trump sebenarnya?

Pemerhati politik Amerika Serikat, Didin Nasirudin, tidak kaget jika publik curiga mengingat rekam jejak Trump yang kerap memberi pernyataan tidak akurat.

Didin mengutip laporan The Washington Post bahwa Trump telah membuat 20 ribu pernyataan bohong atau menyesatkan selama menjadi presiden, selain itu Trump juga membuat 30 kebohongan pada debat capres kemarin. Donald Trump juga pernah berbohong ketika ingin mangkir dari wajib militer saat Perang Vietnam dulu.

"Jadi artinya dengan figur presiden yang punya histori sering berbohong, berbuat penyatan menyesatkan, apakah orang percaya dengan apa yang disampaikan lingkaran dalamnnya?" ujar Didin kepada Liputan6.com, Senin (5/10/2020).

"Selama itu disampaikan dokter kepresidenan, atau misalnya tim kampanyenya, atau orang dekatnya, mungkin orang pantas untuk meragukan. Jadi ada kemungkinan dokter presiden menyembunyikan kondisi sebenarnya," jelas Didin.

3 dari 4 halaman

Naik dan Turun Kondisi Donald Trump

Berbicara pada konferensi pers di Walter Reed National Military Medical Center (Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed) dekat Washington DC, Dr Conley mengatakan tingkat oksigen Donald Trump telah turun dua kali sejak dinyatakan positif COVID-19, Jumat 2 Oktober.

Episode pertama terjadi pada Jumat pagi di Gedung Putih, katanya, ketika presiden mengalami demam tinggi dan tingkat oksigennya di bawah 94% - tingkat orang sehat adalah 95% atau lebih tinggi.

"Presiden AS diberi oksigen tambahan "selama sekitar satu jam"," kata dokter, dan diterbangkan ke Walter Reed pada malam hari.

Berita itu telah diberitakan secara luas di media AS, dan konfirmasi Dr Conley muncul setelah dia menolak menjawab beberapa pertanyaan tentang masalah tersebut selama briefing hari Sabtu 3 November.

Episode kedua itu terjadi pada hari Sabtu, ketika levelnya turun di bawah 93%.

Ketika ditanyai, Dr Conley tidak mengatakan apakah presiden telah menerima oksigen tetapi menambahkan bahwa jika itu terjadi, "itu sangat terbatas".

Tim dokter, kata Dr Conley, memutuskan untuk memberikan Deksametason kepada Trump, yang ditunjukkan dalam penelitian untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien di rumah sakit dengan COVID-19 parah.

Steroid menenangkan peradangan dan sistem kekebalan, sudah digunakan dalam kondisi seperti artritis dan asma serta pada beberapa infeksi parah. Obat-obatan tersebut dianggap tidak membantu pada tahap awal infeksi Virus Corona COVID-19.

"Mengingat garis waktu di mana Donald Trump berada dalam perjalanan penyakit akibat COVID-19, kami mencoba untuk memaksimalkan segala sesuatu yang dapat kami lakukan untuknya ... Kami memutuskan bahwa dalam kasus ini potensi manfaat di awal mungkin lebih besar daripada risiko apa pun dalam hal ini," jelas Dr Conley.

Dr Conley juga membahas pernyataan bertentangan tentang kesehatan presiden yang mengemuka tak lama setelah pengarahannya pada hari Sabtu oleh kepala staf Gedung Putih. Mark Meadows mengatakan tanda-tanda vital Trump selama 24 jam sebelumnya "sangat memprihatinkan" dan 48 jam berikutnya akan menjadi kritis.

"Saya pikir pernyataannya disalahartikan," kata dokter itu.

Namun, dia mengakui memberikan deskripsi yang terlalu optimistis tentang kondisi Trump sehari sebelumnya: "Saya tidak ingin memberikan informasi apa pun yang dapat mengarahkan perjalanan penyakit COVID-19 itu ke arah lain. Dan dengan melakukannya, Anda tahu, itu terjadi. Kami mencoba menyembunyikan sesuatu, yang belum tentu benar".

Presiden AS yang kini berusia 74 tahun, dikategorikan obesitas, berada dalam kategori risiko lebih tinggi saat terinfeksi COVID-19. Pada Jumat 2 Oktober dia sudah diberi suntikan koktail obat eksperimental dan memulai pengobatan Remdesivir selama lima hari.

Dr Brian Garibaldi, yang juga merupakan bagian dari tim yang merawat presiden, berkata: "Dia merasa baik, dia selalu bangun dan rencana kami hari ini adalah untuk membuatnya bisa makan dan minum, bangun dari tempat tidur sebanyak mungkin, agar banyak bergerak. "

Para dokter mengatakan Presiden AS itu sudah sembuh dari demam sejak Jumat 2 Oktober setelah diobati pagi harinya, dan fungsi hati serta ginjalnya tetap normal. Tapi Dr Conley menolak menjawab pertanyaan apakah scan paru-paru menunjukkan kerusakan.

Di luar rumah sakit, pendukung Trump berkumpul, beberapa di antaranya memajang bendera kampanye pemilihan ulang presiden dan plakat termasuk "We love you Trump" dan "Get well", lapor wartawan BBC Lebo Diseko.

Salah satunya, James Wass, mengatakan mereka tidak percaya tindakan presiden, yang dikritik karena penanganan pandemi, berperan dalam membuatnya jatuh sakit. "Dia sakit karena virusnya menular. Kami harus menjalani hidup kami dan tidak tinggal di dalam kotak," katanya kepada koresponden kami.

4 dari 4 halaman

4 Skenario Soal Pemilu dan Pemerintahan AS

Beberapa minggu menjelang pemilihan umum AS pada 3 November mendatang, Donald Trump dinyatakan positif terkena Virus Corona COVID-19.

Hal ini pun menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Berikut sejumlah skenario, seperti dikutip dari BBC (4/10/2020).

1. Acara kampanye yang bisa dilewatkan Trump

Trump diharuskan mengisolasi diri selama 10 hari sejak menerima dinyatakan positif COVID-19 pada 1 Oktober, jadi ia mungkin masih dapat mengambil bagian dalam debat presiden berikutnya, yang dijadwalkan pada 15 Oktober.

Reli yang akan berlangsung di Florida pada Jumat 2 Oktober 2020 dibatalkan. Begitu pula panggilan konferensi video dengan lansia yang rentan.

Trump memiliki jadwal kampanye lain yang dijadwalkan selama periode ini, yang sekarang harus dibatalkan atau ditunda.

2. Keadaan yang bisa membuat pemilu ditunda

Masa isolasi diri Presiden Trump jelas berdampak pada kemampuannya untuk berkampanye.

Jadi pertanyaan telah muncul, apakah pemilu bisa ditunda, dan bagaimana ini bisa terjadi.

Pemilihan presiden AS diadakan berdasarkan undang-undang pada hari Selasa setelah Senin pertama bulan November, setiap empat tahun - jadi tahun ini diadakan pada tanggal 3 November.

Mengubah tanggal tersebut bergantung dari keputusan anggota parlemen AS dan bukan dari presiden.

Keputusan ini akan membutuhkan mayoritas dari mereka di kedua Gedung Kongres untuk memberikan suara yang mendukung setiap perubahan tanggal. Hal ini dinilai tidak mungkin, mengingatnya bahwa harus melewati Dewan Perwakilan Rakyat yang dikendalikan Demokrat.

Kalaupun diubah, konstitusi AS mengatur bahwa pemerintahan presidensial hanya berlangsung selama empat tahun. Jadi, masa jabatan Presiden Trump otomatis akan berakhir pada siang hari, 20 Januari 2021.

Mengubah tanggal ini akan membutuhkan amandemen konstitusi. Ini harus disetujui oleh dua pertiga anggota parlemen AS atau badan legislatif tingkat negara bagian, kemudian tiga perempat negara bagian AS - yang, sekali lagi, tidak mungkin.

3. Seandainya Trump Sakit dalam Jangka Waktu Panjang

Jika presiden masih menderita sakit hingga tak lagi mampu menjalankan tugasnya, inilah yang ditetapkan oleh konstitusi AS:

Amandemen ke-25 memungkinkan presiden menyerahkan kekuasaan kepada wakil presiden, yang berarti Mike Pence akan menjadi penjabat presiden. Setelah fit kembali, Trump bisa merebut kembali posisinya.

Jika presiden terlalu tidak sehat untuk menyerahkan kekuasaannya, kabinet dan wakil presiden dapat menyatakan dia tidak dapat melanjutkan, dan Pence akan mengambil peran tersebut.

Jika Pence juga tidak mampu, di bawah Undang-Undang Suksesi Presiden Nancy Pelosi, ketua DPR - seorang Demokrat - akan menjadi kandidat yang berikutnya, meskipun para ahli konstitusi mengatakan pengalihan kekuasaan semacam itu akan memicu pertempuran hukum.

Jika dia tidak mau atau tidak dapat mengambil peran itu, jabatan akan diserahkan kepada Senator Republik senior saat ini Charles E Grassley yang berusia 87 tahun. Hal ini juga hampir pasti akan menghadapi tantangan hukum.

Hal semacam ini pernah terjadi juga dalam sejarah presidensial AS.

Pada tahun 1985, ketika Presiden Ronald Reagan berada di rumah sakit untuk operasi kanker, dia menempatkan wakil presidennya, George HW Bush, sebagai penanggung jawab.

Pada tahun 2002 dan 2007, Presiden George W Bush melakukan hal yang sama dengan wakil presidennya ketika dia dibius selama kolonoskopi rutin.

4. Nasib Trump di Pemilu AS 2020

Jika, karena alasan apa pun, seorang calon yang dipilih oleh sebuah partai sebagai calon presiden tidak mampu menjalankan peran itu, ada prosedur yang jelas yang akan dijalankan.

Meskipun Wakil Presiden Mike Pence pada awalnya akan menjalankan tugas kepresidenan, dia belum tentu menjadi kandidat pemilihan partai Republik - karena mereka telah secara resmi mencalonkan Trump.

Di bawah aturan partai, 168 anggota Komite Nasional Republik (RNC) akan memberikan suara untuk memilih calon presiden baru, dengan Mike Pence menjadi sebagai salah satu kandidat yang paling mungkin.

Jika Pence terpilih, calon wakil presiden baru harus dipilih.

Baik Demokrat maupun Republik tidak pernah menggantikan calon presiden mereka setelah secara resmi memilihnya.

Sedangkan terkait suara yang sudah terkumpul, ni akan menimbulkan banyak ketidakpastian, kata para ahli, karena jutaan suara pos telah dikirim dengan nama-nama kandidat yang dicalonkan oleh partainya.

Pemungutan suara secara langsung awal juga telah dimulai di beberapa negara bagian.

Pemungutan suara mungkin akan dilanjutkan dengan nama kandidat yang tidak mampu masih ada dalam surat suara, tulis Rick Hasen, seorang profesor hukum di University of California, Irvine.

Namun akan ada pertanyaan tentang apakah undang-undang negara bagian mengizinkan orang yang dicalonkan untuk memberikan suara di perguruan tinggi pemilihan AS - disebut pemilih presiden - untuk memilih calon pengganti.

"Presiden Trump hampir pasti akan tetap dalam pemungutan suara, apa pun yang terjadi," tulis Richard Pildes , seorang profesor hukum dengan keahlian dalam pemilihan.

Dia menunjukkan dalam teori, Partai Republik dapat meminta perintah pengadilan untuk mengubah nama kandidat, tetapi dalam praktiknya tidak akan ada cukup waktu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.