Sukses

Terkuak, Ini Cara Penipu Jebak WNI yang Ingin Kerja di Australia

Hati-hati sebelum pergi ke Australia. Ini cara agar bisa berkunjung dengan aman.

Canberra - WNI yang ingin bekerja di Australia lebih baik membekali diri dengan informasi agar tak jadi korban penipuan. Calon korban biasanya diminta uang pendaftaran hingga Rp 80 juta oleh oknum tak bertanggung jawab. 

Dilaporkan ABC Indonesia, Selasa (1/9/2020), Komunitas Indonesia di Australia pun rentan dengan sejumlah bentuk penipuan atau tidak puas dalam sejumlah transaksi online, seperti misalnya penjualan makanan.

Seperti kejadian yang juga menuduh seorang perempuan asal Indonesia yang tinggal di New South Wales telah melakukan penipuan.

Berikut rangkuman yang dilakukan ABC Indonesia mengenai beberapa jenis penipuan yang terjadi dengan lokasi baik di Indonesia maupun di Australia dengan korbannya adalah warga asal Indonesia.

Tawaran pekerjaan menggunakan visa training dan sponsor.

"Saya mendapat tawaran untuk bekerja di Australia dengan tempat bekerja akan menawarkan visa training." Demikian salah satu unggahan yang muncul di media sosial yang dilihat ABC Indonesia dan banyak beredar belakangan.

Atau "ada yang menawarkan visa student dan kalau bawa pasangan, pasangannya bisa dapat visa dependent. Prosesnya ke Australia pake visa turis dan baru kemudian mengajukan visa student. Biayanya sekitar Rp 40-45 juta."

Dalam aturan di Australia , mereka yang menggunakan visa turis dilarang untuk bekerja dan kalau ditemukan melakukan pelanggaran, mereka bisa ditahan dan dipulangkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Masalah Visa

Seorang agen pendidikan di Sydney, Rudy H mengatakan menerima laporan dari beberapa warga Indonesia di Australia yang mengalami kesulitan karena menggunakan visa turis untuk bekerja.

"Beberapa yang kontak dengan saya mengatakan mereka mendapat visa turis sebelum COVID terjadi. Setelah tiba ke sini menuju ke daerah pertanian untuk bekerja," katanya.

"Gaji mereka tidak dibayar dan sekarang mereka dalam posisi ingin pulang, tetapi tidak bisa melintas perbatasan negara bagian yang memang ditutup, karena mereka takut akan ditangkap dan kena denda akibat kerja ilegal," katanya lagi.

Menurut Rudy bagi mereka yang ingin ke Australia, cara yang paling memungkinkan adalah memiliki visa pelajar yang memberi hak untuk bekerja selama menjadi mahasiswa.

Didi Setyawan, pengelola salah satu akun komunitas warga Indonesia di Australia bernama 'The Rock' dan 'The Rock Indonesia', mengatakan sebaiknya tawaran untuk datang ke Australia diabaikan karena saat ini Australia sedang menutup perbatasan.

"Sekarang ini belum bisa masuk ke Australia. Kalau ada yang menawarkan visa training untuk bekerja sebagai pemetik buah pasti itu melanggar aturan," kata Didi.

"Jadi sebaiknya hindari agen-agen semacam ini."Rudy juga menyuarakan hal yang sama.

"Sebaiknya cek dulu status visa saat akan berangkat ke Australia." katanya.

"Banyak di Indonesia saat ini menawarkan janji akan dipekerjakan di Australia dengan visa sponsor."

"Sebaiknya dicari tahu dulu perusahaan apa yang memberikan sponsor dan apakah memang ada sponsor visanya," ujarnya menegaskan jika memberikan visa sponsor bukanlah hal yang mudah dilakukan sebuah perusahaan.

Berkenaan dengan pengurusan visa student dengan biaya tertentu, Didi juga mengingatkan untuk berhati-hati.

"Sebenarnya bukan masalah berapa banyak uangnya, tetapi harus minta penjelasan perincian dari uang tersebut untuk apa," kata Didi.

"Misalkan uang visa, uang asuransi, uang sekolah. Jadi pihak agen punya kewajiban untuk memberikan rinciannya."katanya.

3 dari 4 halaman

Bisnis Online Juga Tertipu

Akibat pembatasan pergerakan manusia karena adanya pandemi COVID-19, banyak bisnis yang beralih ke online, tapi bisa juga dimanfaatkan oleh mereka untuk menipu.

Seorang warga Indonesia di Melbourne yang tidak mau disebut namanya menceritakan pengalamannya ketika dia hendak membeli sebuah tas mewah yang dilihatnya di online.

"Tas itu dijual sekitar Rp 5 juta, katanya sudah second hand, dan ada sertifikat keasliannya di online," katanya.

"Namun ketika saya meminta agar sertifikat itu dikirim lewat email, banyaklah alasannya. Terus terakhir bilangnya tunggu kiriman dari Indonesia," katanya lagi.

Karena curiga, ia akhirnya membatalkan transaksi yang hendak dilakukannya, kemudian berusaha mencari informasi lain yang semakin menguatkan pendapatnya bahwa ini adalah usaha penipuan.

"Mereka sepertinya berkelompok. Di online juga mereka saling memberikan komentar yang bagus dan saling mendukung, supaya orang percaya," katanya. Sementara dalam jual beli makanan secara online, sejumlah pelanggan mengaku pelayanan yang kurang baik.

"Mereka tidak menipu sih. Cuma pelayanannya yang tidak bagus. Packaging-nya [kemasan] menggunakan tas kresek yang sudah bekas pakai dan pengirimannya tidak pernah tepat waktu," ujar sumber ABC Indonesia tersebut.

"Mereka juga suka ambil gambar dari Google untuk jadi iklan," katanya.

Kapok dengan pengalaman tersebut, ia sekarang hanya memesan makanan dari tempat-tempat yang sudah dikenal namanya.

Di Melbourne saat ini ada sebuah akun bernama Indozfood yang berisi daftar pemilik bisnis makanan Indonesia yang sudah terdaftar secara resmi.

"Yang kita izinkan untuk jualan di Indoozfood adalah mereka yang memiliki tiga dokumen, yaitu punya pendaftaran sebagai bisnis, food act dari council dan sertifikat food handling [tata cara menyiapkan makanan dengan aman]," kata Hanny Santoso salah satu dari tim Admin Indozfood.

"Kita mengutamakan rasa aman dari sisi kesehatan bagi mereka yang mau membeli makanan Indonesia."

4 dari 4 halaman

Penipu Mencatut Kedutaan Besar Indonesia

Senin kemarin, KJRI Melbourne mengeluarkan surat edaran kepada masyarakat Indonesia di Victoria dan Tasmania untuk berhati-hati mengenai adanya usaha penipuan.

"Dengan maraknya upaya-upaya penipuan melalui media digital khususnya melalui modus operandi yang berimplikasi pada kerugian keuangan, KJRI Melbourne mengimbau seluruh masyarakat Indonesia di Victoria dan Tasmania untuk mewaspadai pihak-pihak yang mengatasnamakan Kepala Perwakilan RI di luar negeri maupun pejabat Pemerintah Indonesia lainnya," demikian isi surat yang diunggah di Facebook KJRI Melbourne.

Dalam penjelasannya kepada ABC Indonesia, Konsul Protokoler Konsuler Feisal Perdanaputra merujuk pada berita yang datang dari Amerika Serikat dua pekan lalu mengenai usaha penipuan yang mengatasanamakan pejabat kedutaan.

Dalam berita, yang salah satunya dimuat salah satu media Tanah Air, disebutkan ada seorang warga Indonesia di New York yang dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai Konsul Jenderal RI di New York yang meminta jasanya untuk mendokumentasikan kegiatan KJRI, padahal KJRI mengaku tidak pernah melakukan hal tersebut.

Dalam peristiwa terpisah, ada pula seorang staf KBRI di Washington menjadi sasaran penipuan yang mencatut nama Menlu Retno Marsudi.

Menurut laporan media tersebut, polisi di Indonesia sudah menangkap empat orang tersangka yang merupakan narapidana di Lapas Kuningan Jawa Barat.

Mereka ditangkap terkait kasus penipuan mengatasnamakan Menteri Luar Negeri, Duta Besar RI, Konsul Jenderal RI dan anggota DPR.

Salah seorang yang ditangkap itu mengaku sebagai anggota DPR di tiga kota dengan korban warga Indonesia di Singapura, Korea Selatan, dan Brunei Darusalam.

Kemudian mengaku sebagai Menteri Luar Negeri di tiga kota dengan korban di Washington DC, Toronto, dan Ottawa.

Dengan mengaku sebagai Duta Besar RI di 11 kota, ada pula korban warga Indonesia di Riyadh, Malaysia, Seoul, Khartoum, Den Haag, Moskow, Tokyo, Pyongyang, Mexico City, Madrid dan Brussels.

Terakhir, mengaku sebagai Konsul Jenderal RI di dua kota dengan korban warga Indonesia di Dubai dan Darwin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.