Sukses

Diprotes Rakyat, Thailand Tunda Beli Kapal Selam China Rp 10,5 Triliun

Thailand memutuskan untuk menunda pembelian dua kapal selam senilai Rp. 10,5 triliun dari China.

Liputan6.com, Bangkok- Rakyat Thailand memprotes pembelian dua kapal selam senilai $ 724 juta atau setara Rp 10,5 triliun dari China. Pemerintah Thailand pun memutuskan untuk menunda pembelian kapal selam itu. 

Dengan ekonomi yang mengalami penurunan akibat pandemi Virus Corona COVID-19, publik Thailand mengecam kesepakatan kontroversial tersebut.

Dikutip dari AFP, Selasa (1/9/2020), Thailand merupakan salah satu negara pertama yang membeli perangkat tempur angkatan laut China berdasarkan kesepakatan yang dibuat pada 2015.

Thailand menyelesaikan pembelian tiga kapal selamnya pada 2017, dengan pengiriman pertama yang berencana dilakukan pada 2023.

Sementara itu, pada awal Agustus, pembelian dua unit lainnya dengan harga serupa juga telah disetujui sub-komite parlemen.

Namun langkah itu menuai protes mengingat Thailand tengah berjuang menangani penurunan ekonomi akibat pandemi.

Kritikan terhadap kebijakan itu dicurahkan oleh warga di media sosial, dengan menyerukan tagar "Orang tidak ingin kapal selam".

Tak hanya itu, tagar tersebut pun juga menjadi trending topic di platform media sosial Twitter.

Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha yang juga menteri pertahanan telah "meminta angkatan laut untuk mempertimbangkan penundaan" dalam pembelian dua kapal selam tambahan, demikian menurut pengumuman yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah Anucha Burapachaisri.

Anucha mengatakan, "Angkatan laut akan bernegosiasi dengan China untuk menunda satu tahun lagi."

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Memprioritaskan Perhatian Publik

Rangkaian protes dihadapi oleh pemerintahan Prayut yang didukung militer, di mana pemerintahan mereka dianggap tidak sah oleh para demostran.

Perekonomian Thailand juga mengalami salah satu periode terburuknya dalam lebih dari 20 tahun, yang menyusut hingga 12,2 persen pada kuartal kedua.

Hal itu dikarenakan sektor pariwisata dan ekspor yang dilanda dampak dari pandemi Virus Corona COVID-19.

"Perdana menteri telah memprioritaskan perhatian publik yang mengkhawatirkan perekonomian," terang Anucha. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.