Sukses

Partai Sayap Kanan Denmark di Balik Rusuh Protes Pembakaran Al-Qur'an di Swedia

Partai politik sayap kanan Denmark itu relatif baru. Didirikan pada 2017 oleh Rasmus Paludan dan dikenal dengan sikap anti-Islamnya secara terbuka.

Liputan6.com, Malmo - Pada Jumat 28 Agustus 2020, kerusuhan meletus di kota Malmo di Swedia, di mana sekitar 300 orang berkumpul untuk memprotes kegiatan anti-Islam, lapor Reuters. Menurut laporan berita, ekstremis sayap kanan telah menggelar agenda pembakaran Al-Qur'an, yang meningkatkan kekerasan di kota yang sulit dikendalikan oleh polisi setempat.

AFP melaporkan bahwa Rasmus Paludan, politikus sayap kanan Denmark yang memimpin partai anti-imigrasi garis keras, juga disebut Stram Kurs, dijadwalkan berbicara di rapat umum di mana salinan Al-Qur'an dibakar. Namun, pihak berwenang Swedia memblokir kedatangannya di Malmo, memicu kekerasan lebih lanjut di antara kelompok-kelompok yang bentrok.

Apa itu Stram Kurs?

Partai politik sayap kanan Denmark ini relatif baru. Didirikan pada 2017 oleh Rasmus Paludan dan dikenal dengan sikap anti-Islamnya secara terbuka.

Sebagian besar agenda partai berfokus pada membangun narasi anti-Islam dan terlibat dalam tindakan yang provokatif dan ofensif terhadap Islam dan Muslim. Partai tersebut menggunakan platform media sosial dan pertemuan publik untuk memajukan agenda mereka.

Selain memiliki pandangan garis keras tentang etnis, imigrasi, dan kewarganegaraan, Stram Kurs juga mengupayakan pelarangan Islam dan khususnya Muslim di Denmark.

Tidak diketahui berapa banyak anggota yang dimiliki partai tersebut, tetapi partai itu mencoba untuk ikut serta dalam pemilihan umum Denmark 2019, hanya memperoleh sedikit suara.

Pada musim panas 2019, partai tersebut berhasil mendapatkan 20.000 tanda tangan pemilih yang diperlukan untuk mengikuti pemilihan parlemen.

Pada Maret 2020, Stram Kurs dinyatakan bersalah karena menyalahgunakan sistem deklarasi pemungutan suara Denmark dan penangguhan sementara yang telah dikenakan padanya pada Desember 2019 diperpanjang hingga September 2022, demikian seperti dikutip dari Indian Express, Minggu (30/8/2020).

Untuk menghindari penangguhan ini, partai tersebut mengganti namanya menjadi 'Hard Line'. Instansi pemerintah Denmark tidak menganggap pembuatan entitas baru ini ilegal dan diizinkan untuk beroperasi.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Siapa Rasmus Paludan?

Rasmus Paludan sendiri adalah mantan pengacara dan politikus, yang dikenal anti-imgrasi, anti-Muslim, dan sikap rasis.

Pada April 2019, dia dihukum karena membuat pernyataan publlik bermuatan rasis. Akibatnya, ia dijerat sejumlah dakwaan.

Pada Juni 2020, dia menjalani hukuman percobaan tiga bulan dalam kasus yang melibatkan 14 dakwaan berbeda, di mana dia dinyatakan bersalah atas semuanya.

Menurut laporan berita lokal Denmark, di antara berbagai tuduhan, Paludan sekali lagi dinyatakan bersalah karena membuat pernyataan rasis dan termasuk satu insiden di mana dia menewaskan seorang pria dengan menggunakan kendaraan.

Pengadilan melarang dia bekerja sebagai pengacara selama tiga tahun dan dia juga dilarang menggunakan SIM selama satu tahun.

Paludan pernah melemparkan sebuah buku di lapangan umum di Kopenhagen, mengklaim bahwa itu adalah Al-Qur'an dan membiarkannya jatuh ke tanah.

Pada kesempatan lain, Reuters melaporkan bahwa Paludan telah membungkus salinan Alquran dengan bacon dan secara terbuka membakar kitab suci tersebut, mengklaim bahwa dia menggunakan haknya untuk kebebasan berbicara.

Menurut laporan terbaru the Guardian dari tahun 2019, video pembakar Paludan di YouTube telah mendapatkan banyak pengikut remaja, sebuah platform yang memungkinkannya untuk membangun basis pengikutnya dengan relatif cepat, mengubahnya dari seorang pengacara yang tidak dikenal menjadi seorang ekstremis yang berkompetisi dalam pemilihan umum Denmark.

 

3 dari 3 halaman

Kemunculan Kelompok Sayap Kanan di Eropa

Selama beberapa dekade, Swedia dan Denmark menonjol sebagai salah satu dari sedikit negara yang secara politik stabil di kawasan ini. Itu telah berubah selama beberapa tahun terakhir, terutama sejak krisis migrasi di Eropa yang dimulai dengan serius pada tahun 2015.

Isu-isu seperti imigrasi, ras, integrasi, kejahatan, agama, kesejahteraan sosial dan diskriminasi, dan lainnya, telah menjadi garis depan politik. diskusi di negara-negara ini.

Pada rapat umum politik tahun 2017, Presiden AS Donald Trump berkata: "Anda lihat apa yang terjadi tadi malam di Swedia. Swedia! Siapa yang percaya ini? Swedia! Mereka mengambil dalam jumlah besar. Mereka mengalami masalah yang tidak pernah mereka duga."

Trump mengacu pada kerusuhan yang meletus di pinggiran imigran Stockholm yang terjadi setelah polisi berusaha menangkap tersangka atas tuduhan narkoba. Di masa lalu, negara ini telah menyaksikan letusan kerusuhan yang terkait dengan masalah pengangguran dan integrasi imigran.

Pada 2015, ketika Swedia mulai menyaksikan peningkatan tajam dalam imigrasi, negara itu juga menghadapi demonstrasi anti dan pro imigrasi dan bentrokan terkait.

Laporan berita Al Jazeera dari 2019 menunjukkan bahwa ekstremisme anti-Muslim telah menjadi lebih parah di Denmark selama beberapa tahun terakhir, dan partai-partai sayap kanan seperti Paludan Garis Keras dan retorika mereka telah berkontribusi pada hal ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.