Sukses

Pemimpin Oposisi Rusia Alexei Navalny Diracun? Ini Kata Dokter di Jerman

Sempat dibantah para dokter di Rusia, rumah sakit Berlin yang merawat pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny mengungkapkan ia tampaknya telah diracuni.

Liputan6.com, Jakarta- Rumah sakit di Berlin, Jerman yang merawat Alexei Navalny mengungkapkan dugaan pemimpin oposisi Rusia itu telah diracun.

"Bukti klinis menunjukkan keracunan melalui zat yang termasuk dalam kelompok inhibitor kolinesterase," demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Charité.

Tetapi, hal itu dibantah para dokter di Rusia yang merawat Navalny, dengan mengatakan bahwa zat kimia itu tidak ditemukan di dalam tubuhnya, seperti dikutip dari BBC, Selasa (25/8/2020). 

Dirilis setelah temuan dari tim medis Jerman, Para dokter di Omsk, Rusia, mengatakan dalam pernyataan terbaru mereka bahwa tes tidak menunjukkan tanda adanya inhibitor kolinesterase di tubuhnya.

Pada pekan lalu, tim yang sama di Omsk juga menyatakan Kondisi Navalny disebabkan gangguan metabolisme yang dipicu gula darah rendah.

Selain itu, pada 21 Agustus, mereka awalnya mengatakan kondisi Navalny tidak memungkinkan untuk dipindahkan, namun kemudian mengizinkannya untuk di terbangkan ke Jerman hingga mendarat di Berlin pada 23 Agustus.

Sementara terkait kondisi Navalny, tim dokter di Jerman menyampaikan bahwa ia dalam kondisi "serius tapi tidak mengancam nyawa".

"Substansi pastinya belum diketahui," jelas rumah sakit itu. 

Selanjutnya, mereka juga menerangkan, "Analisis luas telah dimulai. Efek racun - yaitu penghambatan kolinesterase dalam organisme - telah dibuktikan beberapa kali dan di laboratorium independen."

Penyataan itu juga mengatakan bahwa hasil klinis belum jelas, dan tim medis memperingatkan kemungkinan efek pada sistem saraf.

 

 

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perawatan Intensif

Alexei Navalny kini dilaporkan tengah berada dalam perawatan intensif dan masih dalam keadaan "koma buatan".

Ia diketahui telah diberi obat penawar atropin, obat sama yang digunakan dalam kasus mantan agen KGB Sergei Skripal oleh dokter Inggris, setelah diracuni dengan agen saraf Novichok di Salisbury pada 2018.

Menurut BBC, inhibitor kolinesterase, merupakan kelompok bahan kimia, beberapa di antaranya dapat digunakan untuk mengobati penyakit seperti Alzheimer.

Tetapi, zat tersebut bisa berbahaya bagi manusia ketika digunakan dalam agen saraf dan pestisida.

Profesor (Emeritus) Toksikologi Lingkungan di Universitas Leeds, Alastair Hay, memaparkan, "Inhibitor kolinesterase memblokir enzim penting yang mengatur pesan dari saraf ke otot".

"Enzim ini disebut asetilkolinesterase. Penghambatan enzim mengganggu pengiriman pesan ke saraf dan otot tidak lagi dapat berkontraksi dan rileks. Korban akan mengalami semacam kejang," jelas Prof. Alastair Hay.

Selanjutnya, ia juga mengatakan, "Semua otot terpengaruh dengan yang paling penting memengaruhi pernapasan. Saat pernapasan terhambat, individu mungkin menjadi tidak sadarkan diri".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.