Sukses

Turki Ubah Museum Chora Jadi Masjid, Keuskupan Ortodoks Yunani di Australia Bereaksi

Setelah Hagia Sophia, otoritas Turki mengubah Museum Chora, yang sebelumnya merupakan gereja kuno, menjadi masjid.

Liputan6.com, Jakarta - Museum Chora, salah satu bangunan Bizantium paling terkenal di Istanbul akan dibuka kembali sebagai tempat ibadah Muslim oleh pemerintah Turki. Sebelum jadi museum, tempat itu merupakan gereja abad pertengahan yang bernama lengkap Gereja Juru Selamat Suci di Chora, yang dibangun di dekat tembok kota kuno Konstantinopel.

Keputusan ini dilakukan setelah beberapa pekan diputuskannya alih fungsi bangunan bersejarah Hagia Sophia menjadi sebuah masjid. Berbagai tanggapan pun kemudian muncul, termasuk respons dari Uskupan Agung Ortodoks Yunani di Australia, Makarios. 

"Saya sangat sedih mengetahui keputusan otoritas Turki untuk mengubah Biara Chora yang bersejarah di Konstantinopel menjadi masjid Islam," ujarnya seperti dikutip dari laman Greek City Times, Senin (24/8/2020). 

"Ini adalah keputusan yang meningkatkan rasa frustrasi dan keprihatinan kita, mengingat penodaan Gereja Hagia Sophia baru-baru ini, yang merupakan simbol universal Ortodoksi dan Kristen," sambungnya.

Makarios menilai keputusan yang diambil otoritas Turki merupakan sebuah bentuk penghinaan terhadap monumen yang merupakan bagian dari warisan budaya dunia. 

"Pada saat yang sama, (keputusan) itu membatalkan semua tindakan dan langkah yang diambil dalam beberapa dekade sebelumnya oleh Republik Turki dan rakyat Turki, memilih untuk mundur daripada maju dan menunjukkan rasa tidak hormat bahkan untuk sejarahnya sendiri," ujarnya lagi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penghinaan Terhadap Umat Kristen

Makarios menilai bahwa keputusan pemerintah Turki turut menghina umat Kristen di seluruh dunia, tak hanya umat Kristen Ortodoks secara khusus. 

"Kita harus memahami bahwa inisiatif "heroik" seperti itu mempromosikan intoleransi, fanatisme agama, dan ideologi nasionalis, sementara pada saat yang sama merusak hidup berdampingan secara damai, yang merupakan pengejaran semua agama," jelasnya. 

Ia juga menyampaikan bahwa para otoritas atau pihak pemerintah harus merenungkan keputusan seperti itu dapat mengubah realitas sejarah yang tercermin dalam sebuah monumen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.