Sukses

Lockdown COVID-19 Picu Inggris Masuk ke Jurang Resesi, Pengangguran Bakal Naik

Inggris masuk resesi akibat proses lockdown akibat Virus Corona COVID-19.

Liputan6.com, London - Ekonomi Inggris masuk ke jurang resesi setelah pertumbuhan turun 20,4 persen pada kuartal II tahun ini. Hal itu diakibatkan oleh lockdown untuk meredam Virus Corona (COVID-19).

Resesi biasanya diartikan sebagai pelambatan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut. Kondisi resesi di Inggris lebih parah ketimbang di Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat.

Dilaporkan AP News, Rabu (12/8/2020), Inggris pertama mengikuti lockdown pada 23 Maret. Kantor Statistik Nasional Inggris melaporkan penurunan GDP merosot ketimbang kuartal I tahun ini, yakni 2,2 persen.

Meski demikian, ekonomi Inggris terpantau sudah pulih jika melihat data per bulan. Pada Juni kemarin, ekonomi Inggris naik 8,7 persen dari bulan sebelumnya.

"Ekonomi mulai bangkit pada Juni kemarin dengan dibukanya toko-toko, pabrik mulai menunjang produksi, dan pembangunan rumah terus pulih," ujar statistik di Kantor Statistik Nasional Inggris.

Pengangguran diprediksi tetap tinggi dalam beberapa ke depan karena dampak melemahnya ekonomi.

Pemerintah Inggris yakin bahwa pembukaan ekonomi akan memperkuat ekonomi, namun pemerintah juga mengakui bahwa kondisi ekonomi akan berat.

"Saya sudah mengatakan sebelumnya bahwa di depan kita ada saat-saat sulit, dan angka hari ini membuktikan saat sulit itu," ujar Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak.

"Ratusan ribu orang sudah kehilangan pekerjaan mereka, dan sayangnya akan lebih banyak lagi beberapa bulan mendatang," ucap Sunak.

Pemerintah Inggris menyediakan dana bantuan kepada 9,6 juta pekerja yang dirumahkan. Ongkos program itu mencapai 33,8 miliar pound sterling (Rp 651 triliun). Namun, program itu rencananya selesai pada Oktober. 

(1 pound sterling = Rp 19.271)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kondisi Indonesia Lebih Baik dari Inggris?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II minus 5,32 persen, kepercayaan investor masih tumbuh dilihat indeks manajer pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) manufaktur Indonesia pada level 46,9 persen.

“Tentunya beberapa hal dimonitor sejak Juni 2020 mengindikasikan perbaikan-perbaikan sinyal positif dari perbaikan aktivitas ekonomi, seperti PMI Manufaktur, Indeks keyakinan konsumen penjualan ritel dan penjualan mobil dan survei kegiatan usaha,” kata Airlangga dalam Seminar Virtual "Gotong Royong Jaga UMKM Indonesia,” Selasa kemarin. 

Ia menyebutkan peningkatan PMI manufaktur mencapai 46,9 persen dari sebelumnya Maret 27,5 persen, Indeks keyakinan konsumen juga naik dari 77,8 persen menjadi 83,8 persen, penjualan kendaraan bermotor menjadi minus 54,6 persen.

“Kita melihat beberapa sektor emiten membukukkan positif kita melihat bottom out dari ekonomi nasional. Dari kendaraan bermotor juga ada kenaikan dari minus 82,3 persen menjadi minus 54,6 persen, kemudian kita melihat dari segi  inflasi inti ini mencerminkan agregat demand sudah mengalami kenaikkan di bulan Juli,” jelasnya.

Meskipun dalam perkembangan terakhir ekonomi Indonesia mengalami kontraksi minus 5,32 persen, ia melihat kontraksi ini juga dialami berbagai negara lain. Ia menilai Indonesia relatif jauh lebih baik dibanding negara lain.

Bila dibandingkan dengan negara seperti Inggris yang sudah dua kali resesi minus 1,7 persen hingga minus 19,9 persen. Kemudian Hongkong dan Singapura, Turki, Brazil, dan India juga terperosok dalam.

“Kita harus melihat kuartal III menjadi hal yang penting, dan diharapkan kuartal III belanja Pemerintah bisa menopang sebagai pengungkit di kuartal III dan IV, sehingga secara tahunan proyeksinya kita bisa diatas air atau above of water,” ujarnya.

Selain itu, ia  melihat pembatasan fisik berdampak pada konsumsi rumah tangga, yang diketahui konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia menyebut sektor perdagangan dan manufaktur masing-masing terkontraksi minus 7 dan minus 6 persen.

“Kuncinya konsumsi masyarakat dan hal yang positif  bagi Indonesia adalah sektor pertanian masih tumbuh positif 2,19 persen, dan di dalam situasi pandemi ini sektor informasi dan komunikasi tumbuhnya tinggi 10,88 persen,” pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.