Sukses

Pilpres AS 2020: Iran-China Ogah Donald Trump Menang, Rusia Mau Joe Biden Kalah

Rusia sedang mencoba untuk "merusak" pencalonan capres AS dari Partai Demokrat Joe Biden, sementara China dan Iran menentang terpilihnya kembali Presiden Donald Trump dalam Pilpres AS 2020

Liputan6.com, DC - Rusia sedang mencoba untuk "merusak" pencalonan capres AS dari Partai Demokrat Joe Biden, sementara China dan Iran menentang terpilihnya kembali Presiden Donald Trump dalam Pilpres AS 2020, klaim seorang pejabat intelijen AS terkemuka pada Jumat 7 Agustus 2020.

Analisis atas dugaan upaya campur tangan tiga musuh AS muncul dalam pernyataan dari William Evanina, direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional, yang mengatakan dia merilis informasi untuk membantu orang Amerika "memainkan peran penting" dalam menjaga Pilpres AS 2020. 

Sementara banyak aktor asing memiliki pandangan tentang siapa yang harus memegang Gedung Putih, "Kami terutama prihatin tentang aktivitas yang sedang berlangsung dan potensial oleh China, Rusia, dan Iran," kata Evanina, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (8/8/2020).

Ia juga menilai bahwa:

o China "berusaha agar Presiden Trump --yang menurut Beijing tidak dapat diprediksi-- tidak memenangkan pemilihan kembali", kata pernyataan itu, menambahkan bahwa Tiongkok telah "memperluas upaya pengaruhnya" menjelang pemungutan suara.

o Rusia sedang berusaha untuk "mendiskreditkan" capres Joe Biden dan anggota lain guna melemahkan narasi 'anti-Rusia'. Evanina menambahkan bahwa beberapa aktor lain yang terkait dengan Rusia "juga berusaha untuk meningkatkan pencalonan Presiden Trump di media sosial dan televisi Rusia"

o Iran sedang mencoba untuk "merusak institusi demokrasi AS", Trump, dan "memecah belah negara" menjelang pemungutan suara dengan menyebarkan disinformasi dan "konten anti-AS" secara online. Upaya mereka sebagian didorong oleh keyakinan masa jabatan kedua Trump "akan mengakibatkan berlanjutnya tekanan AS terhadap Iran dalam upaya untuk mendorong perubahan rezim," ujar Evanina seperti dikutip dari BBC.

Evanina memperingatkan bahwa "negara asing akan terus menggunakan langkah-langkah pengaruh terselubung dan terbuka dalam upaya mereka untuk mempengaruhi preferensi dan perspektif pemilih AS, mengubah kebijakan AS, meningkatkan perselisihan di Amerika Serikat, dan merusak kepercayaan rakyat Amerika dalam proses demokrasi kita" ke depan dari pemilihan 3 November.

"Kami semua bersama-sama sebagai orang Amerika," kata Evanina dalam pernyataan itu. "Pemilihan kita harus menjadi milik kita sendiri. Upaya asing untuk mempengaruhi atau mengganggu pemilihan kita adalah ancaman langsung terhadap struktur demokrasi kita."

Menanggapi penilaian intelijen tentang Pilpres AS 2020, juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Ullyot mengatakan AS "tidak akan mentolerir campur tangan asing dalam proses pemilu kami dan akan menanggapi ancaman asing yang berbahaya yang menargetkan lembaga demokrasi kami."

"Amerika Serikat bekerja untuk mengidentifikasi dan mengganggu upaya pengaruh asing yang menargetkan sistem politik kami, termasuk upaya yang dirancang untuk menekan jumlah pemilih atau merusak kepercayaan publik dalam integritas pemilu kami," kata Ullyot.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata Presiden Trump

Pada konferensi pers Jumat malam, Trump menilai skeptis temuan badan intelijennya sendiri.

"Bisa jadi," Trump memulai ketika seorang reporter bertanya apakah dia percaya penilaian bahwa Rusia berusaha untuk ikut campur dalam pemilihan melawan Biden.

Namun dia dengan cepat menambahkan: "Saya pikir orang terakhir yang ingin dilihat oleh Rusia (tentang siapa yang menjadi presiden AS) adalah Donald Trump."

Ketika reporter mencatat bahwa pernyataan dari intelijen AS justru mengatakan sebaliknya, Trump membalas, "Saya tidak peduli apa yang dikatakan orang."

"Tak seorang pun dengan akal sehat akan mengatakan" bahwa Rusia ingin dia menang, kata Trump.

Ditanya apa yang dia rencanakan tentang dugaan campur tangan itu, Trump berkata, "Baiklah, kita akan melihatnya lebih dekat."

Dugaan preferensi Rusia, China, dan Iran mencerminkan bagaimana Trump dan Biden berbicara tentang mereka di jalur kampanye.

Trump tengah mengobar ketegangan dengan China pada berbagai isu, mulai dari perdagangan, domestik Tiongkok, dan geo-politik di Asia Timur. Ia juga menempatkan hubungan DC - Teheran dalam tensi terbaru usai menarik AS keluar dari kesepakatan nukli serta menjatuhkan sanksi terhadap rezim Iran.

Biden, sementara itu, mengecam Trump karena gagal mengatasi ancaman Rusia di luar negeri - dan kampanyenya melanjutkan serangan itu sebagai tanggapan atas pernyataan Evanina.

"Donald Trump telah secara terbuka dan berulang kali mengundang, memberanikan diri, dan bahkan mencoba untuk memaksa campur tangan asing dalam pemilihan Amerika," kata penasihat Biden, Tony Blinken dalam tanggapannya.

Sementara kubu Kampanye Trump menggunakan laporan itu sebagai umpan untuk serangan lain terhadap Biden. "Kami tidak membutuhkan atau menginginkan campur tangan asing, dan Presiden Trump akan mengalahkan Joe Biden dengan adil dan jujur," kata juru bicara kampanye Trump, Tim Murtaugh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.