Sukses

Cerita Kapten Kapal Amonium Nitrat yang Disita Lebanon 6 Tahun Sebelum Ledakan Beirut

Ledakan dahsyat Beirut menimbulkan kemarahan di Lebanon terhadap pihak berwenang yang membiarkan ribuan ton amonium nitrat disimpan selama bertahun-tahun.

Liputan6.com, Beirut - Boris Prokoshev tercengang. Mantan kapten laut yang menghabiskan waktu pensiunnya di sebuah desa Rusia itu terbangun dan membaca email yang mengatakan sebuah kapal yang pernah dia perintahkan membawa amonium nitrat meledak di Beirut, Lebanon.

"Saya tidak mengerti apa-apa," katanya kepada The Associated Press pada Kamis 6 Agustus 2020 dari Verkhnee Buu, 1.300 kilometer (800 mil) selatan Moskow.

Email itu dari seorang jurnalis dan diberi judul dengan nama MV Rhosus, yang pernah ia pimpin dalam sebuah pelayaran.

"Saya membuka kotak masuk email dan melihat surat tentang Rhosus; Saya pikir mungkin mereka mengirimi saya uang atau gaji," katanya.

2.750 ton amonium nitrat yang meledak di pelabuhan Beirut, Lebanon pada Selasa 4 Agustus sejauh ini menewaskan 135 orang, melukai lebih dari 5.000 dan menyebabkan kerusakan bangunan begitu parah.

Saat dahulu masih berlayar dengan Kapal Rhosus, ia kerap berangkat dari pelabuhan Laut Hitam Georgia di Batumi dan menuju ke pelabuhan Beira di Mozambik.

Tapi, jalur itu membuatnya memutar terlalu jauh sehingga jadwal perjalanan kerap tak sesuai jadwal menuju Beirut.

Igor Grechushkin, seorang pengusaha Rusia yang tinggal di Siprus, membeli kapal kargo itu pada 2012 dari pengusaha Siprus Charalambos Manoli.

"Grechushkin telah diinterogasi oleh polisi atas permintaan kantor Interpol Lebanon," kata juru bicara kepolisian Siprus Christos Andreou, tetapi dia belum ditahan.

Prokoshev sekarang 70 tahun, mengatakan dia bergabung dengan kapal itu pada 2013, setelah awak sebelumnya berhenti karena gaji yang belum dibayar.

Grechushkin, yang tinggal di Siprus, dibayar US$ 1 juta untuk mengangkut kargo berbahaya itu dari Georgia ke Mozambik.

Bahan-bahan kimia itu akan dikirim ke Fábrica de Explosivos de Moçambique, sebuah perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh perusahaan bahan peledak Portugis Moura Silva e Filhos.

Mengimpor amonium nitrat adalah hal biasa di Mozambik, baik untuk membuat pupuk atau untuk digunakan sebagai bahan peledak di tambang dan lubang batu bara.

Kapal itu berhenti di Beirut untuk mencoba mendapatkan uang tambahan dengan mengambil beberapa alat berat. Tetapi muatan tambahan itu terbukti terlalu berat untuk Rhosus dan para kru menolak untuk menerimanya.

Rhosus segera disita otoritas Lebanon karena gagal membayar biaya pelabuhan, dan tidak pernah meninggalkan pelabuhan lagi.

 

Simak video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kargo Berisi Amonium Nitrat Dipindahkan ke Gudang Pelabuhan

Kala itu, Prokoshev dan tiga awak lainnya terpaksa tetap berada di Lebanon karena larangan imigrasi. Mantan kapten itu mengatakan mereka terjebak di kapal selama 11 bulan, dengan makanan dan persediaan lainnya menipis. Dia mengatakan Grechushkin meninggalkan mereka tanpa membayar gaji atau hutangnya ke pelabuhan.

Dia mengatakan orang-orang di pelabuhan Beirut memberi mereka makanan karena kasihan. Di beberapa titik ia menjual sebagian bahan bakar dan menggunakan uang tunai untuk menyewa pengacara, yang membuat kru dibebaskan dengan alasan belas kasihan pada 2014.

"Kargo dipindahkan ke gudang pelabuhan setelah kru turun dan kembali ke Ukraina pada 2014," kata Prokoshev.

"Bahan berbahaya itu tetap di sana sejak 2014 sampai meledak pada Selasa kemarin," jelasnya.

Menurut sang kapten, kapal tersebut tenggelam beberapa tahun setelah mereka pergi. Kapal itu memiliki lubang di lambung kapal, dan para kru, saat berada di atasnya, harus memompa air secara teratur agar tetap mengapung.

Tapi Charalambos Manoli, pengusaha Siprus yang memiliki kapal sebelum Grechushkin membelinya, mengklaim kapal itu tetap berlabuh di Beirut dan hancur dalam ledakan pada Selasa kemarin.

Ledakan itu menimbulkan kemarahan di Lebanon terhadap pihak berwenang yang membiarkan zat berbahaya itu disimpan selama bertahun-tahun. Prokoshev bersimpati dengan mereka saat membaca pemberitaan itu.

"Sangat menyedihkan saat tahu banyak orang meninggal. Mereka tidak ada hubungannya dengan itu. Dan saya menyadari bahwa pemerintah Lebanon yang menyebabkan situasi ini," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.