Sukses

Paus Fransiskus Sebut Migran Libya Hidup Bagai di Neraka

Dalam khotbahnya pada misa untuk mengenang tujuh tahun perjalanannya ke Lampedusa, Paus Fransiskus menyebut tidak dapat membayangkan migran Libya yang hidup bagai di neraka.

Liputan6.com, Jakarta - Paus Fransiskus menyatakan bahwa ribuan migran di kamp-kamp penahanan Libya tinggal dalam kondisi seperti di neraka.

"Anda tidak dapat membayangkan neraka yang ada di sana, di kamp-kamp penahanan ini," kata Paus asal Argentina itu dalam khotbahnya pada misa untuk mengenang tujuh tahun perjalanannya ke Lampedusa, pulau di Italia yang menjadi tempat pendaratan bagi banyak migran yang melakukan perjalanan berbahaya dari Afrika Utara.

Seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (10/7/2020), Paus Fransiskus menyerukan agar kamp-kamp itu ditutup, juga bertemu dengan para migran di pulau itu pada 8 Juli 2013, ketika ia pertama kali mengeluarkan imbauan untuk mengakhiri "globalisasi ketidakpedulian" yang dihadapi para migran di seluruh dunia.

Berbagai organisasi HAM menyatakan berbagai pelanggaran seperti pemerkosaan, penganiayaan dan kerja paksa menyebar luas di sekitar 20 pusat penahanan resmi di Libya, sebagian di antaranya dikelola oleh kelompok-kelompok bersenjata.

PBB menyatakan kamp-kamp lain yang tidak diketahui jumlahnya dikuasai para pedagang manusia.

Pusat-pusat penahanan Libya adalah tempat di mana para pencari suaka dipulangkan setelah diselamatkan oleh garda pantai Libya dan dibawa kembali ke darat.

Italia dan Uni Eropa telah banyak berinvestasi dalam meningkatkan kemampuan Garda Pantai Libya untuk berpatroli di sepanjang pesisirnya sebagai bagian dari kampanye untuk menghentikan arus migran ke Eropa.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lebih dari 200 Migran yang Diselamatkan di Laut Tengah Mendarat di Italia

Lebih dari 200 migran yang diselamatkan di Laut Tengah pekan lalu telah mendarat di Italia pada Minggu, 22 Juni 2020.

Para migran tersebut, 62 di antaranya anak-anak, berlayar dengan tiga perahu karet yang diduga bertolak dari Libya.

Organisasi amal Jerman Sea-Watch menyelamatkan mereka antara hari Rabu dan Jumat.

Kapal organisasi itu, Sea-Watch 3, membawa mereka ke Porto Empedocle di Pulau Sisilia, Italia.

Mereka menjalani pemeriksaan medis sebelum dibawa ke tempat karantina.

Menurut Badan Pengungsi PBB, sejak 1990 telah lebih dari 40 ribu migran tewas dalam upaya mereka mencapai Eropa melalui darat atau laut. Sebagian besar dari mereka berasal dari negara-negara yang diliputi kemiskinan dan dilanda konflik di Afrika, Asia dan Timur Tengah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.