Sukses

China Tuding FBI Punya Mindset Perang Dingin

China membantah tuduhan negatif dari bos FBI tentang negaranya.

Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China membantah keras tuduhan Direktur FBI Christopher Wray yang menyebut China sebagai ancaman besar bagi hak kekayaan intelektual Amerika Serikat. FBI menyatakan perusahaan dan masyarakat AS merupakan korban dari aksi pencurian data China.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian membalas agar jangan percaya omongan FBI. Ia balik menuding FBI masih punya mentalitas Perang Dingin.

"Kami menyesalkan bahwa kebijakan luar negeri AS diculik oleh pejabat-pejabat FBI seperti Ray dan kekuatan anti-China lainnya," ujar Zhao Lijian dalam konferensi pers seperti dilansir situs Kemlu China, Kamis (9/7/2020).

"Kata-kata dari beberapa pejabat AS penuh dengan kebohongan politik yang mengabaikan fakta-faktas dasar, itu mengekspos mindset Perang Dingin mereka dan bias ideologi," lanjut Zhao.

Zhao Lijian tidak spesifik membahas tudingan Christopher Wray terkait aksi China dalam mencuri HAKI di Amerika Serikat. Ia hanya berkata bahwa pejabat keamanan China bukanlah amatiran.

Hal lain yang dikritik Zhao Lijian adalah terkait buronan China di AS. Ini terkait kebijakan Berburu Rubah (Fox Hunt) yang dilakukan China untuk menangkap kriminal di luar negeri.

Direktur FBI berkata aksi China tidaklah sah. Namun, Zhao Lijian justru menyindir AS yang mau menaungi buronan China.

"Apakah pejabat AS ini memberi sugesti bahwa negaranya akan menjadi tempat aman bagi kriminal?" ujar Zhao Lijian yang berkata banyak negara sudah bekerja sama untuk merepatriasi kriminal dari China.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

AS Minta Negara Lain Hati-hati Pakai 5G Huawei, Ini Alasannya

Amerika Serikat memasukkan Huawei ke daftar perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh militer China. Daftar itu disusun oleh Kementerian Pertahanan AS. 

Pihak AS juga berkata Huawei bisa memberikan bahaya terhadap privasi suatu negara. Pasalnya, China memiliki UU Intelijen Nasional yang bisa memaksa berbagai perusahaan memberikan informasi yang mereka inginkan.  

"Ada UU Intelijen Nasional yang mewajibkan setiap perusahaan, baik BUMN atau bukan, untuk memberikan (informasi), atau jika tidak ada konsekuensinya. Dan kami tahu apa konsekuensi tersebut," ujar Keith Krach, Under Secretary untuk Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan Lingkungan di Kementerian Luar Negeri AS, Kamis 25 Juni 2020.

"Jadi berdasarkan sudut pandang itu, kami khawatir terhadap keamanan nasional berbagai negara," ujarnya.

Krach berkata hal itu mengkhawatirkan karena 5G Huawei bisa digunakan untuk Internet of Things (IoT) yang terkoneksi ke berbagai peralatan sehari-hari. 

Masalah lain dari hubungan Huawei dan pemerintah China bukan hanya menyangkut privasi masyarakat, tetapi juga pencurian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Keith Krach berkata Partai Komunis China melakukan pencurian tersebut dalam jumlah yang besar. 

"Jumlah HAKI yang Partai Komunis curi dari seluruh dunia sungguh tidak bisa dibayangkan," ujar Krach yang mengetahuinya secara langsung, sebab dulu ia bekerja di Silicon Valley. 

Krach berkata Amerika Serikat menghormati prinsip pasar bebas, tetapi ia melihat Huawei tidak mengikuti aturan yang mendukung pasar bebas. 

"Kami percaya engan pasar bebas, tetapi ketika seseorang datang ke pasar bebas dan mereka tidak bermain berdasarkan peraturan, maka pasar itu tak lagi bebas," kata Krach.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.