Sukses

Demonstrasi di Depan Gedung Kedubes Korsel Tuntut soal Green New Deal, Apa Itu?

Sekelompok massa menggelar demonstrasi di depan gedung Kedubes Korea Selatan di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok masyarakat terlihat mengenakan pelindung wajah dan masker ketika menggelar aksi di depan gedung Kedutaan Besar Korea Selatan pada Kamis 25 Juni 2020. 

Dalam aksinya tersebut, mereka menuntut pihak Korea Selatan untuk membatalkan rencana pendanaan untuk proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Banten yang dinilai merusak lingkungan. 

Dalam beberapa poster dan banner yang dibawa, tertulis penolakan mereka terhadap kesepakatan Green New Deal.

Lalu, apakah kesepakatan Green New Deal itu?

Mengutip The Guardian, Kamis (25/6/2020), Green New Deal telah menjadi upaya Presiden Moon Jae-in untuk menarik perhatian pemilih muda dari sektor iklim. 

Gagasan ini diajukan oleh Soyoung Lee yang merupakan salah satu dari sekumpulan aktivis iklim yang berdemonstrasi di Seoul dalam kampanye yang terinspirasi oleh aktivis dunia, Greta Thunberg.

"Aku yang pertama menyarankan itu," katanya.

“Saya ingin menghilangkan karbon masyarakat Korea. Ini adalah misi pribadi saya. Itu sebabnya saya terjun ke dunia politik," jelasnya lagi. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ambisi Presiden

Bagi presiden, prioritasnya adalah penciptaan lapangan kerja dan menunjukkan kepada dunia bahwa Korea Selatan telah menjadi anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab.

Setelah krisis keuangan yang terjadi pada 2008-2009, pemerintah menjanjikan strategi "pertumbuhan hijau", dan memiliki rencana untuk lebih banyak melakukan perlindungan sungai dan jalur sepeda.

Pada tahun-tahun sejak itu, penggunaan batubara dan emisi karbon telah melonjak. 

Negara ini diperkirakan memiliki aset bahan bakar fosil senilai $ 106 miliar yang tidak sesuai dengan perjanjian iklim Paris - lebih banyak dari negara lain mana pun. Namun pada tahun 2016, para aktivis menggambarkan Korea Selatan sebagai penjahat karbon terbesar di dunia.

Analis mengatakan kali ini berbeda karena presiden telah menetapkan tujuan meningkatkan penggunaan listrik yang berasal dari energi terbarukan dari 3% menjadi 20% pada akhir dekade. Itu akan membutuhkan investasi sekitar 100tn won Korea (£ 66bn).

Hal ini pun dinilai sebagai ambisi pemerintah dalam dunia politik. 

Byunghwa Han, seorang analis senior di Eugene Investment and Securities dan pengamat energi terbarukan, mengatakan bahwa para tokoh politik sekarang akhirnya selaras.

“Saya sangat optimis. Ini adalah peluang terbaik di Korea karena saya telah terlibat dalam bidang ini sejak 2008,” katanya. 

"Pemerintah sangat ambisius tentang green new deal dan, dengan mayoritas kuat di majelis nasional, presiden dapat memberlakukan kebijakan tanpa hambatan," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.