Sukses

Terkuak, Ini Alasan Kenapa Begitu Lapar Usai Berenang

Mengapa Anda lebih cenderung lebih lapar setelah berenang?

Liputan6.com, Jakarta - Berenang di tengah suhu yang hangat adalah pengalaman musim panas yang sangat klasik. Sensasinya sama klasiknya dengan apa yang terjadi ketika keluar dari air.

Bahkan sebelum dapat mulai mengeringkan diri, Anda akan menyadari telah menjadi orang yang paling lapar.

Lapar biasa? Tidak, kamu akan sangat rakus. Rasanya seluruh tubuhmu terbuat dari perut, dan semuanya kosong.

Jika Anda memiliki efek seperti ini usai berenang tidak perlu khawatir. Sebab, ini bukan terjadi pada Anda saja.

Lalu, mengapa Anda lebih cenderung lebih lapar setelah berenang?

Berenang, seperti aktivitas fisik lainnya dapat membakar kalori yang pada gilirannya dapat menyebabkan tubuh meningkatkan produksi ghrelin, hormon penyebab kelaparan, untuk mendorong Anda memakan kembali apa yang telah Anda bakar, demikian dikutip dari laman Mentalfloss.com, Senin (15/6/2020).

Satu studi tahun 1999 menunjukkan bahwa olahraga membuat kita cenderung menginginkan makanan asin dan munculnya keinginan untuk memakan makanan ringan seperti keripik setelah berenang.

Berenang bukan hanya olahraga untuk paru-paru, jantung, dan otot Anda; itu juga membuat tubuh Anda melakukan pekerjaan ekstra menjaga suhu yang nyaman saat Anda terbenam dalam air yang biasanya lebih dingin dari.

Ini adalah prinsip yang mirip dengan prinsip yang menyebabkan Anda membakar lebih banyak kalori hanya dengan berada di luar di musim dingin.

Penelitian menunjukkan bahwa tubuh Anda akan mengaktifkan simpanan lemak ketika suhu turun, sehingga meningkatkan laju metabolisme Anda agar tetap hangat.

Latihan yang panas dan berkeringat dapat menyebabkan efek penekan nafsu makan. Sementara, tubuh yang direndam dalam air tidak perlu meningkatkan aliran darah ke kulit (dan jauh dari sistem pencernaan) untuk mengatur panas.

Berbagai penelitian, termasuk satu dari University of Florida, telah menunjukkan korelasi antara berenang di air dingin dan keluar kelaparan. Singkatnya, semakin dingin Anda rasakan ketika keluar dari kolam, semakin besar kemungkinan Anda akan langsung makan.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berenang di Tengah Laut Berisiko Terserang Penyakit?

Beberapa ilmuwan berhasil menemukan fakta bahwa berenang di air laut mampu tingkatkan risiko serangan penyakit, seperti sakit perut, nyeri pada telinga, dan lain sebagainya.

Riset yang dilakukan oleh Pusat Ekologi dan Hidrologi pada Sekolah Kesehatan Universitas Exeter itu, menyebut risiko terserang penyakit telinga meningkat 77 persen, dan risiko gangguan pencernaan naik sebesar 29 persen. Demikian dilansir dari BBC.

Bukan hanya pada kegiatan renang, risiko terkait juga ditemui pada aktivitas olahraga air, seperti selancar, ski air, dan lain sebagainya.

Temuan fakta tersebut dihasilkan dari tinjauan 19 penelitian ilmiah terkait yang dilakukan di Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, Selandia Baru, Denmark, dan Norwegia. Adapun jumlah responden yang berpartisipasi tercatat sebanyak lebih dari 120.000 orang.

"Di negara berpendapatan tinggi, seperti Inggris misalnya, muncul anggapan bahwa berenang di laut tidak membahayakan kesehatan manusia," ujar Dr. Anne Leonard, salah satu peneliti.

"Namun, hasil analisa ilmiah kami menunjukkan bahwa menghabiskan waktu di dalam air laut, berperan meningkatkan risiko berkembang biaknya penyakit, seperti penyakit telinga dan beberapa masalah yang berkaitan dengan sistem pencernaan, seperti sakit perut dan diare," lanjutnya menjelaskan.

Menurut Dr. Anne, berbagai risiko penyakit tersebut bisa jadi berkaitan dengan isu polusi lingkungan yang menyerang banyak perairan laut di dunia. 

Data dari Badan PBB untuk Program Lingkungan Hidup (UNEP) pada 2017 lalu, menyebutkan bahwa hampir 70 persen lautan di dunia dilanda polusi, baik berupa polusi sampah maupun polusi berbahaya, seperti tumpahan minyak misalnya.

Karena begitu luasnya lautan di Bumi, membuat upaya pembersihan hanya bisa difokuskan di lokasi tertentu, dan itu pun sejatinya belum benar-benar dikatakan menyeluruh.

"Laut adalah ekosistem yang sangat kompleks, di mana satu kerusakan dapat berpengaruh secara luas terhadap bagian perairan lainnya," jelas Dr. Anne.

Ditambahkan olehnya, pencemaran tersebut bukan hanya mengancam kelestarian alam bawah laut, namun juga berpengaruh ke  banyak sektor, termasuk isu kesehatan manusia.

"Oleh karenanya, temuan ini sangat penting untuk diteliti lebih jauh, agar didapat tindakan preventif guna meningkatkan kualitas hidup manusia," tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.