Sukses

Kelompok Pria Bersenjata Berseragam Militer Serang Desa di Mali, 20 Warga Tewas

20 warga di sebuah desa di Mali tewas akibat serangan dari sekelompok pria bersenjata dengan seragam militer.

Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok pria bersenjata yang mengenakan seragam militer menyerang sebuah desa penggembala Fulani di Mali tengah. Akibatnya, aksi mereka menewaskan sedikitnya 20 orang. Hal ini disampaikan oleh seorang pejabat pemerintah setempat dan sebuah asosiasi Fulani.

Mengutip CGTN, Senin (8/6/2020), para penyerang pada hari Jumat menargetkan desa Binedama di wilayah Mopti, yang telah mengalami banyak aksi pembantaian etnis selama beberapa tahun terakhir.

Fulani, penggembala semi-nomaden yang hadir di seluruh Afrika Barat, telah dituduh oleh komunitas pertanian saingannya mendukung kelompok-kelompok jihad lokal. Hal itu pun kemudian menjadikan mereka sebagai sasaran kekerasan dari milisi main hakim sendiri etnis dan kadang-kadang pasukan pemerintah.

Moulaye Guindo, walikota komune Bankass, yang bertetangga dengan komune tempat Binedama, mengatakan sekitar 20 hingga 30 orang terbunuh oleh laki-laki dalam pakaian militer.

Asosiasi Fulani Tabital Pulaaku mengatakan 29 orang tewas, termasuk seorang gadis berusia 9 tahun. Ia menyalahkan serangan terhadap tentara Mali, yang katanya mengepung desa dengan truk pick-up sebelum membunuh penduduk desa dan membakar rumah-rumah.

"Para korban semuanya berasal dari penduduk sipil yang damai .. yang tidak melakukan kejahatan apa pun kecuali identitas etnis mereka," kata Tabital Pulaaku dalam sebuah pernyataan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Target Serangan

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh militer Mali di masa lalu melakukan pembunuhan di luar hukum, penculikan, penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap tersangka simpatisan jihad. Hal itu pun telah menjadi tuduhan yang telah dijanjikan untuk diselidiki.

Pada tahun 2018, pemerintah mengatakan beberapa tentaranya terlibat dalam "pelanggaran berat" setelah ditemukannya kuburan massal di pusat negara itu.

Mali telah berada dalam krisis sejak 2012 ketika gerilyawan yang terkait dengan Al Qaeda merebut gurunnya di utara. 

Pasukan Prancis melakukan intervensi pada tahun berikutnya untuk mengusir mereka kembali, tetapi militan sejak itu berkumpul kembali dan memperluas operasi mereka ke negara tetangga, Burkina Faso dan Niger.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.