Sukses

Cegah Kasus George Floyd Terulang, Minneapolis Larang Polisi Cekik Tahanan

Minneapolis dilaporkan akan melarang penahanan dalam bentuk cekikan oleh petugas berwenang setelah insiden kematian George Floyd meninggal dunia dalam tahanan polisi.

Liputan6.com, Washington DC - Pada Jumat 5 Juni 2020, kota Minneapolis, AS, sepakat untuk melarang metode penahanan dalam bentuk cekikan (chokehold) oleh petugas berwenang, menyusul insiden seorang pria keturunan Afrika-Amerika bernama George Floyd, meninggal dunia dalam tahanan polisi, dan memicu hampir dua pekan protes di seluruh negeri Paman Sam.

Larangan untuk tindakan penahanan dalam bentuk cekikan telah disetuju oleh negosiator kota dengan negara bagian Minnesota, dan meminta kepolisian untuk berkontribusi dan melaporkan setiap penggunaan kekuatan yang tidak sah oleh petugas polisi lainnya. 

Selain itu, Dewan Kota Minneapolis juga menyetujui kesepakatan dengan suara bulat setelah Departemen Hak Asasi Manusia Minnesota memulai penyelidikan hak-hak sipil pada pekan ini sebagai tanggapan atas kematian George Floyd.

Pada Jumat 5 Juni 2020, yang merupakan hari ke-11 terjadinya protes, demonstran di seluruh AS berkumpul. Pada awalnya, demonstrasi ini berlangsung dengan pembakaran dan penjarahan, namun kini aksi tersebut telah beralih menjadi suara damai untuk perubahan. 

Pada Jumat, di hari yang sama, Pentagon mengatakan bahwa pihaknya memerintahkan pasukan tugas aktif yang telah dibawa ke area Washington untuk menanggapi protes untuk kembali ke pangkalan mereka.

Menurut Sekretaris Angkatan Darat Ryan McCarthy, pasukan yang dibawa dari Fort Bragg, North Carolina, dan Fort Drum, New York, telah berangkat atau berada di bawah perintah untuk "segera berangkat,"seperti dikutip dari VOA News, Sabtu (6/6/2020).

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengerahan Pasukan

Ryan McCarthy mengatakan bahwa Resimen Infantri ke-3 Angkatan Darat, yang dikenal sebagai "Old Guard" yang berbasis di Arlington, Virginia, tetap siaga untuk bantuan, lalu ia juga menambahkan bahwa niat pasukan adalah untuk mencoba meredakan sesegera mungkin.

Ryan McCarthy menyampaikan, "Kami mengalami empat hari berturut-turut yang damai, dan akan memproyeksikan yang kelima."

Untuk bersiap membantu penegakan hukum setempat, ada sekitar 1.600 pasukan tugas aktif yang telah dikerahkan ke wilayah Washington pada awal pekan ini. Penempatan pasukan tersebut dilaporkan memicu kecaman luas dari para pejabat dan aktivis kota Washington bahwa tindakan mereka dinilai meningkatkan ketegangan.

Pada Kamis 4 Juni 2020, Walikota Washington Muriel Bowser mengirim surat kepada Presiden AS, Donald Trump dan memintanya untuk "menarik semua penegakan hukum federal yang luar biasa dan kehadiran militer dari Washington, D.C."

Muriel mengatakan, "Secara jelas, hal pertama adalah kami mengharapkan militer, kami ingin pasukan dari luar negara bagian, dari luar Washington, D.C."

Di hari yang sama, untuk pertama kalinya pada pekan ini, Walikota Washington tersebut juga mencabut jam malam pada pukul 7 malam. Selain Washington, kota-kota besar AS lainnya juga mengangkat jam malam mereka, termasuk Los Angeles, San Francisco, dan Seattle.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.